Selasa, 25 Desember 2012

Abu Yazid Al-Bustomi dan Pemikiran Tasawufnya


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejarah tentang perkembangan pemikiran keislaman memiliki mata rantai yang cukup panjang dan kajian atas persoalan ini pasti akan melibatkan kompleksitas, namun sejalan dengan itu upaya penggalian informasi mengenai perkembangan pemikiran keislaman melalui data-data (naskah-naskah) yang dihasilkan oleh para pemikir terdahulu (ulama terdahulu) menjadi sesuatu yang mutlak harus terus dilakukan, mengingat tema yang terkandung dalam naskah-naskah tesebut pun sangat beragam dan di antara tema yang cukup dominan serta telah banyak menarik perhatian para peneliti naskah adalah tentang tasawuf.

Secara sederhana dapat dikemukakan, bahwa tasawuf merupkan aspek esoteric atau aspek batin yang harus dibedakan dari aspek eksoterik atau aspek lahir dalam islam.[1] Tasawuf atau sufisme adalah istilah yang khusus dipakai untuk menggambarkan mistisesme dalam islam, adapun tujuan tasawuf ialah memperoleh hubungan langsung dan dekat dengan tuhan, sehingga dirasakan benar bahwa seseorang sedang berada di hadiratnya, yang intisarinya adalah kesadaran akan adanya komunikasi dan dialog antara ruh manusia dengan tuhan dengan mangasingkan diri dan berkontemplasi[2].

Dalam islam kita mengenal dua aliran tasawuf, Pertama, aliran tasawuf falsafi, dimana para pengikutnya cederung pada ungkapan-ungkapan ganjil(syatahiyyat), serta mertolak dari keadaan fana menuju pernyataan tentang terjadinya penyatuan antara hamba dengan tuhan. Kedua, aliran tasawuf amali, dimana para penganutnya selalu memagari tasawuf dengan timbangan sayriat yang berlandaskan al-Quran dan as-Sunnah, serta mengaitkan keadaan dan tingkatan rohaniah mereka dengan keduanya.[3] Dan ada juga yang membaginya menjadi tiga yaitu: tasawuf Akhlaqi, Tasawuf Irfani dan Tasawuf Falsafi.[4]

Diantara para sufi yang menganut aliran tasawuf Irfani adalah sufi yang terkenal dengan konsep fana`, baqa` dan al-Ittihad yang kita kenal dengan nama Abu Yazid al-Bustami.

Al-Ghazali dan Pemikiran Tasawufnya

1. Biografi Singkat Al - Ghazali

Nama lengkap adalah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin ta’us Ath-thusi Asy-Syafi’i Al-Ghazali. Ia dipanggil Al-Ghazali karena ia lahir di Ghazalah suatu kota di Kurasan, Iran, tahun 450 H/1058 M, ayahnya seorang pemintal kain wol miskin yang taat, pada saat ayahnya menjelang wafat Al Ghazali dan adiknya yang bernama Ahmad dititipkan kepada seorang sufi.

Setelah lama tinggal bersama sufi itu, Al-Ghazali dan adiknya disarankan untuk belajar pada pengelola sebuah madrasah, sekaligus untuk menyambung hidup mereka, di sana ia mempelajari ilmu fiqih kepada Ahmad bin Muhammad Ar-Rizkani, kemudian ia memasuki sekolah tinggi Nizhamiyah dan berguru kepada Imam Haramain (Al-Juwaini) hingga menguasi ilmu manthiq, ilmu kalam, fiqh, ushul fiqh, filsafat, tasawuf dan retorika perdebatan, tak hanya itu ia pun mengisi waktu belajarnya dengan belajar teori-teori tasawuf kepada Yusuf An-Nasaj Imam Haramani menjuluki Al-Ghazali dengan sebutan Bahr Mu’riq (lautan yang menghanyutkan) kemahirannya dalam menguasi ilmu didapatnya, termasuk perbedaan pendapat dari para ahli ilmu serta mampu memberikan sanggahan-sanggahan kepada para penentangnya.

Al-Ghazali banyak meninggalkan karya tulis menurut Sulaiman Dunya, karangan Al-Ghazali mencapai 300 buah, ia mulai mengarang pada usia 25 tahun, sewaktu masih di Nasisabur dan ia mempergunakan waktu 30 tahun untuk mengarang yang meliputi beberapa bidang ilmu pengetahuan antara lain, filsafat, ilmu kalam, fiqh, ushul fiqh, tafsir, tasawuf dan akhlaq.

Pengertian Tasawuf, Esensi Tasawuf, Serta Teladan Sufi Nabi & Para Sahabat


1. Pengantar
Apabila Anda menggali sumur, Anda harus menggalinya jauh ke dalam sampai Anda menemukan sumber mata airnya. Dapatkah sumur itu penuh tanpa mencapai sumber yang dalam itu? Bila Anda bergantung pada hujan atau sumber luar lain untuk mengisi sumur itu, maka air itu hanya akan menguap atau diserap oleh tanah. Lalu, bagaimana Anda dapat membasuh diri Anda atau menghilangkan dahaga Anda? Hanya jika Anda menggali cukup dalam untuk mendapatkan mata air, maka Anda akan sampai pada sumber air yang tak habis-habisnya.
Demikian juga halnya, jika Anda hanya membaca ayat-ayat dari kitab suci, tanpa menggali lebih dalam untuk mencari maknanya, hal itu seperti menggali sebuah sumur tanpa mencapai mata airnya atau seperti mencoba mengisinya dengan air hujan. Kedua cara ini tidak akan memadai. Hanya apabila Anda membuka mata air yang ada di dalamnya dan ilmu Tuhan mengalir dari sana, maka mata air sifat-sifat Tuhan akan mengisi hatimu.
Hanya setelah itu Anda dapat menerima kekayaan-Nya. Hanya setelah itu Anda akan mendapatkan kedamaian dan ketenangan. Kearifan dan ilmu Tuhan ini harus timbul dari dalam diri Anda; kisah Tuhan dan doa mesti dipahami dari sisi batin. Maka Anda akan memperoleh semua yang Anda butuhkan untuk diri Anda, dan Anda juga akan merasa cukup untuk berbagi dengan orang lain.

Dzun Nun Al-Mishri dan Pemikiran Tasawufnya


Pendahuluan

Pada abad ketiga hijriyah muncul ulama-ulama besar dalam tradisi sufi, di antaranya ialah almuhasibi, dzun nun al-misri, abu yazid al-bustami,junaid al-baghdadi dan abu Mansur alhallaj. Ulama-ulama sufi tersebut menggunakan kebiasaan (tradisi)berpikir yang berkembang pada masa itu. Dzun nun al-misri memilikikonsep sufi yang di kenal dengan “ al-ma’rifah “ nya (pengetahuan), diajuga seorang sufi yang pertama kali menganalisa ma’rifah secara konsepsional.

Abu yazid al-bustami merumuskan konsep yang di sebutnya dengan “ al-ittihad “ (penyatuan hamba dengan tuhan ). Adapun abu Mansur al-hallaj yang di kenal dengan al-hallaj merumuskan konsep yangdi sebut dengan “al-hulul” (tuhan mengambil tempat dalam diriseseorang).Sesungguhnya konsep-konsep tersebut semula tidak di kenal dalamislam. Konsep tersebut hanyalah pengaruh dari beberapa tradisipemikiran yang ada.

Namun dengan konsep tersebut, para sufi meyakini bisa memperoleh pengetahuan tidak dengan alat indrawi atau akalsebagaimana yang di tempuh oleh para filosof dan teolog, melainkandengan hati dan perasaan.Sebelum al-misri, sebenarnya sudah ada sejumlah guru sufi, tetapiia adalah orang pertama yang memberi tafsiran terhadap isyarat-isyarattasawuf. Ia pun merupakan orang pertama di mesir yang berbicaratentang ahwal dan maqomat para wali dan orang yang pertama memberidefinisi tauhid dengan pengertian yang bercorak sufistik. Ia mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan pemikiran tasawuf. Tidaklahmengherankan kalau sejumlah penulis menyebutnya sebagai salahseorang peletak dasar-dasar tasawuf 

Perbuatan Tuhan dan Perbuatan Manusia Menurut Aliran Kalam


PENDAHULUAN

Akidah bagi setiapmuslim merupakan salah satu aspek ajaran islam yang wajib diyakini. Dalam Al-qur’an akidah disebut dengan al-iman (percaya) yang sering digandengkan dengan al-amal (perbuatan baik) tampaknya kedua unsur ini menggambarkan suatu integritas dalam ajaran Islam.

Dasar-dasar akidah islam telah dijelaskan nabi Muhammad saw melalui pewahyuan Al-qur’an dan kumpulan sabdanya untuk umat manusia generasi muslim awal binaan Rasullullah saw telah meyakini dan menghayati akidah ini meski belum diformulasikan sebagai suatu ilmu lantaran lantaran rumusan tersebut belum diperlukan.

Pada periode selanjutnya, persoalan akidah secara ilmiah dirumuskan oleh sarjana muslim yang dikenal dengan dengan nama mutakallimun, hasil rumusan mutakallimun itu disebut kalam, secara harfiah disebut sabda Tuhan ilmu kalam berarti pembahasan tentang kalam tuhan (Al-qur’an) jika kalam diartikan dengan kata manusia itu lantaran manusia sering bersilat lidah dan berdebat dengan kata-kata untuk mempertahankan pendapat masing-masing.

Kata kalam berkaitan dengan kata logos dalam bahasa Yunani yang berarti alasan atau argumen Ahmad Mahmud Shubhimengutip defenisi ilmu kalam versi Ibnu Khaldun bahwa ilmu kalam ialah ilmu yang membahas tetang persoalan-persoalan dasar keimanan dengan menggunakan dalil akal dan menolak unsur-unsur bid’ah.

Dari defenisi dapat dipahami bahwa pembahasan ilmu kalam adalah untuk mempertahankan akidah. Dasar-dasar akidah yang termaktub di dalam al-qur’an dianalisa dan dibahas lebih lanjut dengan menggunakan logika untuk mendapatkan keyakinan yang lebih kokoh.

Akal dan Wahyu Menurut Aliran Kalam


BAB I
PENDAHULUAN
Puji syukur kepada Allah Rabb semesta alam yang telah banyak mencurahkan rahmat dan juga serta kasih sayangnya kepada penduduk bumi sehingga Islam masih menjadi pondasi yang kokoh dalam diri pribadi manusia. Shalawat serta salam tak lupa kita hadiahkan kepada nabi Muhammad SAW juga beserta para sahabatnya yang istiqomah memperjuangkan Islam, semua ini tiada lain adalah hasil dari akal dan wahyu yang selalu berdampingan dalam memberikan petunjuk kepada manusia itu sendiri, karena pemahaman yang baik akan melahirkan keistiqomahan, sudut pandang yang baik dan juga ahlak yang baik. Dan dengan akal jua manusia bisa menjadi ciptaan pilihan yang allah amanatkan untuk menjadi pemimpin di muka bumi ini, begitu juga dengan wahyu yang dimana wahyu adalah pemberian allah yang sangat luar biasa untuk membimbing manusia pada jalan yang lurus.
Semua aliran teologi dalam islam baik asy,ariyah maturidiyah apalagi mu’tazilah sama-sama mempergunakan akal dalam menyelesaikan persoalan-persoalan teologi yang timbul dikalangan umat Islam perbedaan yang terdapat antara aliran-aliran itu ialah perbedaan derajat dalam kekuatan yang diberikan kepada akal, kalau mu’tazilah berpendapat bahwa akal mempunyai daya yang kuat, As’ariyah sebaliknya akal mempunyai daya yang lemah.

Dosa Besar Menurut Aliran Kalam


Pelaku dosa besar
1. Menurut aliran Khawarij
Ciri yang menonjol dari aliran Khawarij adalah watak ektrimitas dalam memutuskan persoalan-persoalan kalam. Tak heran kalau aliran ini memiliki pandangan ekstrim pula tentang status pelaku dosa besar. Mereka memandang bahwa orangorang yang terlibat dalam peristiwa tahkim, yakni Ali, Mu’awiyah, amr bin al-ash, Abu Musa al-asy’ari adalah kafir, berdasarkan firman Allah pada surat al-Maidah ayat 44:
(ومن لم يحكم بما انزل ال فأولئك هم الكافرون )المائدة: 44
Artinya:
“Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.”
Semua pelaku dosa besar (murtabb al-kabiiah), menurut semua sub sekte khawarij, kecuali najdah adalah kafir dan akan disiksa dineraka selamanya. Sub sekte yang sangat ekstrim, azariqah, menggunakan istilah yang lebih mengerikan dari kafir, yaitu musyrik. Mereka memandang musyrik bagi siapa saja yang tidak mau bergabung dengan barisan mereka. Adapun pelaku dosa besar dalam pandangan mereka telah beralih status keimanannya menjadi kafir millah (agama), dan berarti ia telah keluar dari Islam, mereka kekal di neraka bersama orang-orang kafir lainnya.

Pemikiran Kalam Muhammad Iqbal


Muhammad Iqbal menyadari akan perlunya umat islam untuk melakukan pembaharuan agar keluar dari kemunduran. Menurutnya kemunduran umat islam disebabkan oleh 3 faktor yaitu:
  • Hancurnya Baghdad yang telah menjadi pusat politik, kebudayaan dan pusat pemikiran umat islam pada tahun 1258 M oleh bangsa Mongol dibawah pimpinan Gulakhu Khan. Akibatnya, pemikiran ulama’ pada saat itu hanya bertumpu pada ketertiban social. Mereka menolak pembaharuan dalam bidang hukum dan pintu Ijtihad mereka tutup, hal ini menyebabkan hilangnya dinamika  berpikir umat islam
  • Timbulnya faham Fatalisme yang menyebabkan umat islam pasrah pada nasib, enggan bekerja keras dan pemahaman Zuhud yang berlebihan dan salah.
  • Sikap Jumud (Statis) dalam pemikiran umat islam. Hokum dalam islam telah sampai pada situasi statis (Stagnan), kaum Konservatif menganggap bahwa kaum Rasional telah menyebabkan timbulnya desintigrasi yang mengancam kestabilan umat.

Untuk memajukan umat islam, Iqbal mengetengahkan pandanngannya yaitu umat islam harus mengembangkan faham Dinamisme Islam.
Hukum dalam islam sebenarnya tidak bersifat Statis, pintu Ijtihad tidak pernah tertutup, karena Ijtihad merupakan ciri dari dinamika yang harus dilambangkan dalam islam. Kata Iqbal islam mempertahankan konsep dinamis dan mengakui adanya gerak perubahan dalam kehidupan manusia. Oleh karena itu manusia harus menciptakan perubahan. Inilah yang dalam rumusan fiqh disebut Ijtihad yang oleh Iqbal disebut sebagai  Prinsip Gerak dalam Struktur Islam.
Dasar pemikiran-pemikkiran Islam Moh. Iqbal adalah:
·         Hakikat Teologi
Moh.iqbal melihat teologi sebagai ilmu yang berkenaan dengan keimanan dan berdasarkan esensi tauhid (universal dan inklusifistik).pandanganya tentang antologi teologi membuatnya berhasil membuat penyimpangn yang melekay pada literature ilmu kalam klasik.Teologi mutazilah yang terlalu jauh bersandar pada akal.
·         Pembuktian Tuhan
Dalam pembuktian eksistensi tuhan, iqbal menolak maupun argument kosmologis maupun ontologis,ia juga menolak argument teologis yang brusaha membuktikan eksistensi tuhan yang mengatur ciptaan-Nya dari sebelah luar.Akan tetapi ia menerima landasan teleologis yang imanen (tetap ada).
·         Jati diri Manusia
Pandangan iqbal terhadap persoalan jati dirii manusia dapat dilihat dari konsepnya tentang ego(khudi),yang diartikan dengan kepribadian /kedirian .Manusia hidup untuk mengetahui kepribadiannya serta menguatkan & mengembangkan bakat-bakatnya,bukan sebaliknya,karena menurut iqbal,hakiki hidup adalah bergerak & gerak adalah perubahan.Dan dengan ajarkan khudinya,ia mengemukakan pandangan yang dinamis tentang kehidupan dunia.
·         Dosa
Iqbal secara tegas menyatakan bahwa Al-quran menampilkan ajaran tantang kebebasan ego manusia yang bersifat kreatif.Sebagai contoh tentang jatuhnya adam ke bumi (karena memakan buah terlarang).Kisah ini berisi pelajaran tentang kebangkitan manusia dari kondisi primitive yang dikuasai hawa nafsu terhadap egonya secara sadar sehingga mampu mengatasi kebimbingan dan cenderung untuk membangkang serta timbullah ego terbatas untuk memilih.Hal inimenunjukkan bahwa Allah telah menyerahkan tanggung jawab yang penuh resiko ini kepada manusia,maka manusia wajib membenarkan kepercayaan ini.
·         Surga dan Neraka
Menurut Iqbal,surga dan neraka bukanlah tempat melainkan sebuah keadaan dimana didalam Al-Qur’an keduanya merupakan penampilan-penampilan kenyataan batin secara visual,yaitu sifatnya neraka.Sebagaimana dijelaskan dalam Al-quran,bukanlah kawah tempat penyiksaan abadi yang disediakan Allah ,akan tetapi merupakan pengalaman korektif yang dapat memperkeras ego manusia agar dapat menyentuh kemahamurahan Allah .Begitu juga dengan surga,surga bukanlah tempat untuk bersenang-senang (Berlibur).


Pemikiran Kalam Muhammad Abduh


Riwayat Singkat Muhammad Abduh

Syekh Muhammad Abduh-nama lengkap Muhammad bin Abduh bin Hasan Khairullah-dilahirkan didesa Mahallat Nashr Kabupaten Buhairah, Mesir, pada tahun 1849 M. ia bukan berasal dari keturunan yang kaya dan bukan pula keturunan bangsawan. Namun demikian, ayahnya terkenal sebagai orang terhormat yang suka memberi pertolongan. kekerasan yang diterapkan penguasa-penguasa Muhammad Ali dalam memungut pajak menyebabkan penduduk berpindah-pindah tempat untk menghindarinya. Abduh sendiri dilahirkan dalam kondisi yan penuh kecemasan ini.

Mula-mula Abduh dikirim ayahnya ke Masjid Al-Ahmadi Tanta-belakangan tempat ini menjadi pusat kebudayaan selain Al-Azhar. Namun sistim pengajaran disana sangat menjengkelkannya sehingga setelah dua tahun disana, ia memutuskan untuk kembali kedesanya. Dan bertani seperti saudara-saudara serta kerabatnya. Ketika kembali kedesa, ia dikawinkan. Pada saat itu ai berumur 16 tahun. Semula ia bersikeras untuk tidak melanjutkan studinya, tetapi ia kembali belajar atas dorongan pamannya, Syekh Darwish, yang banyak mempengaruhi kehidupan Abduh sebelum bertemu dengan Jamaludin Al-Afghani. Atas jasanya itu, Abduh berkata.

,”…Ia telah membebaskanku dari penjara kebodohan (the prison of ignorance) dan membimbingku menuju ilmu pengetahuan..”

Setelah menyelesaikan studi dibawah bimbingan pamannya, Abdul melanjutkan studi di Al-Azhar pada bulan pebruari 1866. Tahun 1871, Jamaludin Al-Afghani tiba di Mesir. Ketika itu Abduh masih Mahasiswa Al-Azhar menyambut kedatangannya. Ia selalu menjadi murid kesayangan Al-Afghani. Al-Afghani pulalah yang mendorong Abduh  aktif dalam bidang sosial dan politik. Artikel-artikel pembaharuannya banyak dimuat pada surat kabar Al-Ahram di kairo.

Pemikiran Kalam Sayyid Ahmad Khan


Riwayat Hidup Sayyid ahmad Khan

Sayyid Ahmad Khan berasal dari keturunan Husein, cucu Nabi Muhammad SAW melalui Fatimah dan Ali dan dia dilahirkan di Delhi pada tahun 1817 M. Nenek dari Syyaid Ahmad Khan adalah Syyid Hadi yang menjadi pembesar istanah pada zaman Alamaghir II ( 1754-1759 ) dan dia sejak kecil mengenyang didikan tradisional dalam wilayah pengetahuan Agama dan belajar bahasa Arab dan juga pula belajar bahasa Persia. Ia adalah sesosok orang yang gemar membaca buku dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan dan dia ketika berumur belasan tahun dia bekerja pada serikat India Timur. Bekerja pula sebagai Hakim, tetapi pada tahun 1846 ia kembali pulang kekota kelahirannya Delhi.

Di kota inilah dia gunakan waktunya dan kesempatannya untuk menimba ilmu serta bergaul dengan tokoh – tokoh , pemuka Agama dan sekaligus mempelajari serta melihat peninggalan – peninggalan kejayaan Islam, seperti Nawab Ahmad Baksh, Nawab Mustafa Khan,Hakim Mahmud Khan, dan Nawab Aminuddin. Selama di Delhi Sayyid Ahmad Khan memulai untuk mengarang yang mana karyanya yang pertama adalah Asar As – Sanadid. Dan pada tahun 1855 dia pindah ( hijrah ) ke Bijnore, di tempat ini pula dia tetap mengarang buku – buku penting mengenai Islam di India. 

Pada tahun 1857 terjadi pemberontakan dan kekacauan di akibatkan politik di Delhi yang menyebabkan timbulnya kekerasan ( anarkis ) terhadap penduduk India. Ketika dia melihat keadaan masyarakat India kususnya Delhi, ia berfikir untuk meninggalkan India menuju Mesir, tetapi dia sadar dan terketuk hatinya harus memperjuangkan umat Islam India agar memjadi maju, maka ia berusaha mencegah terjadinya kekerasan dan konflik, seta mejadi penolong orang Ingrish dari pembunuha, hingga di beri gelar Sir, tetapi ia menolaknya atas gelar yang di berikan tersebut. Pada tahun 1861 ia mendirikan sekolah Inggris di Muradabad, dan pada tahun 1878 ia juga mendirikan sekolah Mohammedan Angio Oriental College ( MAOC ) di Aligarh yamg merupakan karya yamg paling bersejarah dan berpengaruh untuk memajukan perkembangan dan kemajuan Islam di India.

Hadits Musnad


Definisi
Menurut bahasa merupakan isim maf’ul dari kata asnada yang berarti menyandarkan atau menisbahkan.
Menurut istilah: hadits yang sanadnya bersambung secara marfu’ kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Hadits Musnad Menurut Ahli Hadits
Ibnu Shalah berkata:

قال الحاكم: هو ما اتصل إسناده إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم. وقال الخطيب: هو ما اتصل إلى منتهاه. وحكي ابن عبد البر: أنه المروي عن رسول الله صلى الله عليه وسلم، وسواء كان متصلاً أو منقطعاً. فهذه أقوال ثلاثة

Al Hakim mengatakan bahwa hadits musnad adalah hadits yang bersambung sanadnya sampai kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam

Al Khatib mengatakan bahwa hadits musnad adalah hadits yang bersambung sanadnya hingga akhir sanad

Ibnu ‘Abdil Barr mengabarkan bahwa hadits musnad adalah hadits yang diriwayatkan dari Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam, baik bersambung maupun terputus sanadnya.
Inilah tiga pendapat tentang definisi hadits musnad.

Contoh :
Hadits yang dikeluarkan oleh Bikhari, yang berkata, “Telah bercerita kepada kami Abdullah bin Yusuf dari Malik dari Abi Zanad dari Al-A’raj dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Jika seekor anjing meminum di dalam bejana kalian, maka cucilah sebanyak tujuh kali.”
Hadits ini sanadnya bersambung dari awal hingga akhir, juga marfu’ sampai kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.

Daftar Pustaka
Thahan, Mahmud. 2006. Tafsir Musthalah Hadits terjemah: Abu Fuad. Bogor: Pustaka Tariqul Izzah


Kisah Ujian Istri Yang Sabar




Allah Yang Maha Mulia, Maha Halus dan Maha Penyayang pada hamba-hamba-Nya yang selalu bersabar atas takdir, terutama takdir yang tidak berkenan yang menimpanya, tidak mencela akan tetapi ridha dengan mengharap pahalanya dari-Nya. Kepada mereka Allah nyatakan “Sesungguhnya Allah selalu menyertai orang-orang yang bersabar”.
Berikut ini ada sebuah kisah yang sangat mengharukan mengenai seorang istri yang sabar atas segala ujian yang menimpanya selama 15 tahun, kemudian atas kesabarannya tersebut, Allah memberi rizki dan kasih sayangnya yang tak terkira. Kisah ini adalah kisah nyata yang saya terjemahkan dari buku Qishasasu Muatsirat Lilfatayat karya Ahmad salim Badwilan. Kisah ini terjadi di Timur Tengah akan tetapi tidak disebutkan lokasi tepatnya. Saya hadiahkan terjemahan ini kepada seluruh istri mukminah yang sabar.
Tatkala malam-malam pengantin menjadi mimpi bagi para pemuda yang tengah memuncak birahinya, tatkala pernikahan hanya menjadi puncak tujuan untuk menyalurkan apa yang diinginkan oleh para pemuda, bahkan sebagian pemuda yang sedang ‘kepanasan’ mencari penyaluran dengan berbagai upaya. Berlari mencari tempat pelampiasan hawa nafsunya, sampaipun melakukannya diluar kaedah-kaedah dinul Islam. Entah itu dengan menggapai kesenangan yang haram, asyik khalwat bertelpon, kholwat ditempat sunyi atau via internet.
Namun disana, ada seorang akhwat yang sangat menjaga diri yang tidak pernah sekalipun melihat laki-laki sepanjang hidupnya kecuali mahramnya. Dia adalah akhwat yang hari ini hampir mustahil bisa menikah tanpa melalui proses pacaran yang lazim dilakukan para calon pasangan masa kini. Ini merupakan nikmat dan Allah akan memberikan rizki baginya seorang laki-laki shalih yang akan mengokohkan agamanya sepanjang usia.
Disinilah kisah itu bermula….
Seorang akhwat muslimah yang sangat menjaga diri,menutup wajahnya,berpegang teguh pada agamanya dan mulia akhlaknya. Kemudian Allah dengan pemeliharaan-Nya serta takdir-Nya memberinya rizki seorang suami muslim tanpa sedikitpun membuka penutup wajah, tangan dan bagian-bagian tubuh lainnya tidak sebagaimana yang lazim dilakukan para pemudi hari ini. Para pemudi hari ini sebagian mereka akan bersepi-sepi berpacaran, berbicara dengan suara keras, tersenyum dan tertawa dihadapan para lelaki tanpa malu hanya untuk memperoleh jodoh.
Maka, tibalah waktu malam pengantin bersama tuntunan Islam yang indah. Kedua pengantin bergegas memasuki kediamannya. Sang istri lalu menyiapkan hidangan pembuka dan berkumpul mesra diruang makan.
Tiba-tiba, keduanya mendengar suara ketukan pintu. Sang suami menghentak dan berkata gusar, “Siapa tamu yang mengganggu ini?”
Berdirilah istri menuju pintu lalu bertanya dari balik pintu, “Siapa?”.
Terdengar jawaban, “Saya adalah pengemis yang meminta sedikit makanan”.
Si istri kemudian menyampaikan kepada suaminya, “Dia pengemis meminta sedikit makanan”.
Marah si suami sembari berkata, “Hanya gara-gara pengemis ini istirahat kita terganggu apalagi kita sedang menikmati malam pertama?”.
Si suami bergegas keluar dan langsung menghantam pengemis itu secara bertubi-tubi. Sesat kemudian, terdengar rintihan dan ringisan.
Si pengemis berlalu membawa rasa lapar dan luka yang memenuhi ruh, jasad dan kehormatannya.

Minggu, 23 Desember 2012

Asbabun Nuzul


        Pada masa Nabi terkadang ada suatu pertanyaan yang dilontarkan kepada beliau, dengan maksud meminta ketegasan hukum atau memohon penjelasan secara terperinci tentang urusan-urusan agama, sehingga turunlah beberapa ayat dari ayat-ayat al-Qur’an, hal yang seperti itulah yang dimaksud dengan asbabun nuzul atau sebab-sebab turunnya al-Qur’an.
 Pemaknaan ayat al-Qur’an seringkali tidak diambil dari makna letter lack. Oleh karena itu perlu diketahui hal-hal yang berhubungan dengan turunnya ayat tersebut. Sedemikian pentingnya hingga Ali ibn al-Madiny guru dari Imam al-Bukhari ra menyusun ilmu asbabun nuzul secara khusus. Kemudian ilmu asbabun nuzul berkembang sehingga memudahkan para mufassirin dalam menerjemahkan ayat-ayat al-Qur’an serta memahami isi kandungannya.
 Dalam tulisan singkat ini akan sedikit membahas tentang hal-hal yang berkaitan dengan asbab-an-nuzul, mulai dari pengertian, macam-macam asbabunnuzul, fungsi pentingnya dari asbabunnuzul itu sendiri serta kaidah yang terkandung dalam penetapan hukum yang terkait dalam asbabunnuzul. Namun, kesempurnaan makalah ini kami sadari masih sangatlah jauh, sehingga mungkin bagi kita untuk terus belajar dan mendalaminya di kesempatan yang mendatang.

A. Pengertian
Menurut bahasa (etimologi), asbabun nuzul berarti turunnya ayat-ayat al-Qur’an[1] dari kata “asbab” jamak dari “sababa” yang artinya sebab-sebab, nuzul yang artinya turun. Yang dimaksud disini adalah ayat al-Qur’an. Asbabun nuzul adalah suatu peristiwa atau saja yang menyebabkan turunnya ayat-ayat al-Qur’an baik secara langsung atau tidak langsung.
Menurut istilah atau secara terminologi asbabun nuzul terdapat banyak pengertian, diantaranya :
1. Menurut Az-Zarqani
“Asbab an-Nuzul adalah hal khusus atau sesuatu yang terjadi serta hubungan dengan turunnya ayat al-Qur’an yang berfungsi sebagai penjelas hukum pada saat peristiwa itu terjadi”.
2. Ash-Shabuni
“Asbab an-Nuzul adalah peristiwa atau kejadian yang menyebabkan turunnya satu atau beberapa ayat mulia yang berhubungan dengan peristiwa dan kejadian tersebut, baik berupa pertanyaan yang diajukan kepada Nabi atau kejadian yang berkaitan dengan urusan agama”.
3. Subhi Shalih
ما نزلت الآية اواآيات بسببه متضمنة له او مجيبة عنه او مبينة لحكمه زمن وقوعه
“Asbabun Nuzul adalah sesuatu yang menjadi sebab turunnya satu atau beberapa ayat al-Qur’an yang terkadang menyiratkan suatu peristiwa sebagai respon atasnya atau sebagai penjelas terhadap hukum-hukum ketika peristiwa itu terjadi”.[2]
4. Mana’ al-Qathan
مانزل قرآن بشأنه وقت وقوعه كحادثة او سؤال
“Asbab an-Nuzul adalah peristiwa yang menyebabkan turunnya al-Qur’an berkenaan dengannya waktu peristiwa itu terjadi, baik berupa satu kejadian atau berupa pertanyaan yang diajukan kepada Nabi”.[3]
5. Nurcholis Madjid
Menyatakan bahwa asbab al-nuzul adalah konsep, teori atau berita tentang adanya sebab-sebab turunnya wahyu tertentu dari al-Qur’an kepada Nabi saw baik berupa satu ayat, satu rangkaian ayat maupun satu surat.[4]

Ontologi, Epistimologi dan Aksiologi Dalam Perspektif Pendidikan Islam


BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang Masalah

Globalisasi cepat atau lambat dipastikan akan dihadapi oleh manusia. Secara logis masalah yang akan dihadapi manusia semakin kompleks dan transenden serta memerlukan pemecahan masalah yang sistematis dan kontinuitas. Dalam menghadapi tantangan dunia yang semakin kompetitif ini, masih banyak para praktisi muslim memiliki komitmen untuk lebih memprioritaskan pendidikan religiusitas dibandingkan pendidikan umum lainnya. Sekaligus mengabaikan dan menolak segala pesan dan invensi perkembangan yang dibawa oleh komuniti Barat. Sehingga mempermudah mereka untuk menanamkan idealisme sekuleristik terhadap masyarakat muslim.
Moralitas, akhlak, dan nilai-nilai islamiyah menjadi bagian yang tabu dan tidak lagi membatasi manusia antara kekufuran dan kemaslahatan dan jika dibiarkan berlarut-larut akan mengantarkan Islam pada kemunduran dan kehancuran.,Antisipatif problema seperti ini yang harus direncanakan seoptimal mungkin. Hal ini mengindikasikan bahwa umat muslim harus mampu mengadopsi serta memfilterisasi setiap budaya dan perkembangan yang masuk. Upaya pembenahan ini dapat dilakukan melalui pendidikan, yaitu menciptakan sumber daya manusia yang utuh, yang selalu bertanggung jawab terhadap keberadaannya didunia dan merencanakan untuk kehidupan akherat. Sehingga keseimbangan antara dunia dan akherat yang menjadi tujuan terakhir manusia sebagai khalifah Allah SWT dapat di aktualisasikan dengan maksimal.

B.   Rumusan  Masalah
1.    Pengertian sistem pendidikan Islam ?
2.    Bagaimana perspektif ontologi sistem pendidikan Islam ?
3.    Bagaimana perspektif epistemologi sistem pendidikan Islam ?
4.    Bagaimana perspektif aksiologi sistem pendidikan Islam?

C.   Tujuan  Pembahsan  Masalah
1.    Untuk mengetahui pengertian sistem pendidikan Islam.
2.    Untuk mengetahui bagaimana perspektif ontologi sistem pendidikan Islam.
3.    Untuk mengetahui bagaimana perspektif epistemologi sistem pendidikan Islam
4.    Untuk mengetahui bagaimana perspektif aksiologi sistem pendidikan Islam.

D.      Batasan Masalah
Agar pembahasan makalah ini tidak melebar, maka penulis memberikan batasan pada masalah yang akan dikaji pada makalah ini. Adapun masalah yang akan dikaji pada makalah  ini adalah pengertian sistem pendidikan islam,perspektif ontologi sistem pendidikan Islam, perspektif epistemologi sistem pendidikan Islam, dan perspektif aksiologi sistem pendidikan Islam.

E.       Manfaat Penelitan

a.    Secara teoritis
Penelitian ini bermanfaat bagi pengembangan khazanah ilmu pengetahuan khususnya yang berhubungan dengan psikologi pendidikan islam terutama dalam masalah kajian teori tentangsistem pendidikan Islam.

b.   Secara Praktis
a.       Bagi para peneliti selanjutnya maka penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan rujukan ataupun pijakan dalam melakukan penelitian selanjutnya yang memfokuskan dalamsistem pendidikan Islam.
b.      Bagi kalangan akademis, maka makalah ini berguna sebagai bahan referensi dalam aktifitas akademik yang diselenggarakan yang berhubungan dengan kajian sistem pendidikan Islam.

F.       Penegasan Istilah

Teoritis
Sistem pendidikan Islam yaitu suatu kesatuan komponen yang terdiri dari unsur-unsur pendidikan yang bekerja sama untuk mencapai tujuan sesuai dengan ajaran Islam.

G.      Metode Penelitian
1.      Jenis Penelitian
Jenis peneitian dalam penelitian ini adalah library research yaitu penelitian akademik yang tujuan utamanya adalah mengembangkan aspek teoritis maupun aspek manfaat praktis.
2.      Obyek Penelitian
Yang menjadi fokus obyek penelitian dalam penelitian ini adalah konsep sistem pendidikan Islam.
3.      Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini di bagi menjadi dua yaitu sumber data primer dan sumber data skunder. Sumber data primer disini meliputi berbagai macam informasi baik yang berupa orang maupun buku, literatur, dokumen, serta data-data lain yang langsung memiliki keterkaitan dengan pembahasan penelitian ini. Sedangkan sumber data sekunder adalah segala sesuatu yang secara langsung maupun tidak langsung mendukung terhadap penelitian ini. Sumber data ini juga meliputi arsip, buku, majalah, dokumen-dokumen ataupun artikel-artikel yang bisa mendukung penyusunan makalah ini.

H.      Sistematika Pembahasan

Untuk memudahkan dalam penelitian ini, maka sistematika pembahasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Bab I : Pendahuluan, meliputi latar belakang, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan Penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika pembahasan
Bab II : Pembahasan meliputi pengertian sistem pendidikan islam,perspektif ontologi sistem pendidikan Islam, perspektif epistemologi sistem pendidikan Islam, dan perspektif aksiologi sistem pendidikan Islam.
Bab III : Penutup, meliputi penutup, daftar rujukan, dan saran

A.      Pengertian Sistem pendidikan islam

Istilah sistem berasal dari bahasa Yunani “sistema” yang artinya: suatu keseluruhan yang tersusun dari banyak bagian (whole compounded of several parts).[1] Di antara bagian-bagian itu terdapat hubungan yang berlangsung secara teratur. Definisi sistem yang lain dikemukakan Anas Sudjana yang mengutip pendapat Johnson, Kost dan Rosenzweg sebagai berikut “Suatu sistem adalah suatu kebulatan/keseluruhan yang kompleks atau terorganisir; suatu himpunan atau perpaduan hal-hal atau bagian-bagian yang membentuk suatu kebulatan/keseluruhan yang kompleks.[2]
Sedangkan Campbel menyatakan bahwa sistem itu merupakan himpunan komponen atau bagian yang saling berkaitan yang bersama-sama berfungsi untuk mencapai suatu tujuan. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk menciptakan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara.
Dalam Islam, istilah pendidikan diyakini berasal dari bahasa Arab yaitu tarbiyah yang berbeda dengan kata ta’lîm yang berarti pengajaran atau teaching dalam bahasa Inggris. Kedua istilah (tarbiyah dan ta’lîm) berbeda pula dengan istilah ta’dzîb yang berarti pembentukan tindakan atau tatakrama yang sasarannya manusia.[3] 
Walaupun belum ada kesepakatan di antara para ahli, dalam kajian ini yang dimaksud pendidikan Islam adalah al-tarbiyah, istilah bahasa Arab yang menurut penulis dapat meliputi kedua istilah di atas. Hal yang sama dikemukakan oleh Azyumardi Azra bahwa pendidikan dengan seluruh totalitasnya dalam konteks Islam inhern dalam konotasi istilah tarbiyah, ta’lîm dan ta’dzîb yang harus dipahami secara bersama-sama.[4]
Dari pemaparan diatas dapat kita tarik kesimpulan bahwa pendidikan Islam berarti usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan sarana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat dan negara sesuai dengan ajaran Islam.[5] 
Rumusan ini sesuai dengan pendapat Endang Saefudin Anshari yang dikutip Azra bahwa pendidikan Islam adalah proses bimbingan oleh pendidik terhadap perkembangan fisik dan psikis siswa dengan bahan-bahan materi tertentu dengan metoda tertentu dan dengan alat perlengkapan yang ada ke arah terciptanya pribadi tertentu sesuai dengan ajaran Islam.[6] 
Berdasarkan uraian di atas, yang dimaksud  sistem pendidikan adalah sistem pendidikan Islam yaitu suatu kesatuan komponen yang terdiri dari unsur-unsur pendidikan yang bekerja sama untuk mencapai tujuan sesuai dengan ajaran Islam.
Dari beberapa sumber yang dipelajari, dapat disimpulkan bahwa terdapat 6 komponen pendidikan yang digunakan dalam acuan penelitian ini yaitu : 1. Tujuan, 2. Siswa, 3. Pendidik, 4. Isi/materi, 5. Situasi lingkungan dan 6. Alat pendidikan.
Maka untuk menghasilkan output dari sistem pendidikan yang bermutu, hal yang paling penting adalah bagaimana membuat semua komponen yang dimaksud berjalan dengan baik. Yang mana pendidik, sisawa, materi pendidikan, alat pendidikan dan lingkungan pendidikan semuanya satu langkah menuju pencapaian tujuan pendidikan itu.

1)      Komponen Tujuan
Tujuan pendidikan  berfungsi sebagai arah yang ingin dituju dalam aktivitas pendidikan. Dengan adanya tujuan yang jelas, maka komponen-komponen pendidikan yang lain serta aktivitasnya senantiasa berpedoman kepada tujuan, sehingga efektivitas proses pendidikannya selalu diukur apakah dapat dan dalam rangka mencapai tujuan atau tidak. Dalam praktek pendidikan, baik di lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat luas, banyak tujuan pendidikan yang diinginkan oleh pendidik agar dapat dicapai oleh siswa. Menurut Langeveld yang dikutip Noeng Muhadjir terdapat beberapa tujuan pendidikan yaitu: (1) tujuan umum (2) tujuan tak sempurna, (3) tujuan sementara, (4) tujuan perantara, (5) tujuan insidental.[7] Di Indonesia tujuan pendidikan terdiri dari lima tingkatan yaitu tujuan pendidikan nasional, tujuan pendidikan institusional, tujuan pendidikan kurikuler, tujuan pembelajaran umum dan tujuan pembelajaran khusus.
Tujuan pendidikan nasional adalah tujuan pendidikan yang menjadi acuan tertinggi di Negara Indonesia apapun bentuk dan tingkatan pendidikannya. Tujuan pendidikan nasional tercantum dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional nomor 20 Tahun 2003. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.
Dalam perspektif Islam, sebagaimana yang dikemukakan oleh Yusuf Amir Faisal, tujuan pendidikan Islam pada hakekatnya sama dengan tujuan diturunkannya agama Islam yaitu untuk membentuk manusia yang bertakwa (muttaqîn).[8] Selanjutnya Faisal merinci manusia yang bertakwa itu adalah yang:
1)  Dapat melaksanakan ibadah mahdah dan ghair mahdah,                             
2)  Membentuk warga Negara yang bertanggungjawab kepada masyarakatnya, bangsanya, dalam rangka bertanggung jawab kepada Allah.
3)  Membentuk dan mengembangkan tenaga profesional yang siap dan terampil untuk memasuki teknostruktur masyarakatnya.
4)  Mengembangkan tenaga ahli di bidang ilmu agama Islam.