Jumat, 10 April 2015

Tarbiyah, Ta'lim dan Ta'dib

             A.    PENDAHULUAN
1.     Latar Belakang
Pendidikan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari hidup dan kehidupan manusia. John Dewey menyatakan, bahwa pendidikan sebagai salah satu kebutuhan, fungsi sosial, sebagai bimbingan, sarana pertumbuhan yang mempersiapkan dan membukakan serta membentuk disiplin hidup. Selanjutnya, Prof. Dr. Omar Muhammad al-Thoumy al-Syaibany mendefinisikan pendidikan sebagai proses mengubah tingkah laku individu pada kehidupan pribadi, masyarakat dan alam sekitarnya, dengan cara pengajaran sebagai suatu aktivitas asasi dan profesi diantara berbagai profesi asasi dalam masyarakat. Al-Syaibany melihat pendidikan adalah proses perubahan tingkah alau yang terjadi pada diri individu, maupun masyarakat. Dengan demikian, pendidikan bukanlah aktivitas dengan proses yang sekali jadi (instant).[1] 
Untuk membentuk disiplin hidup maka perlu adanya Pendidikan Islam. Yang mengembangkan kemampuan individu secara maksimal dan positif. Dalam pendidikan Islam itu sendiri terdapat konsep-konsep dalam mengembangkan kemampuan individu yaitu Ta’dib, Ta’lim dan Tarbiyah. Dengan adanya konsep-konsep tersebut maka terealisasikannya pendidikan dan tujuan pendidikan.

2.     Pokok Bahasan
a.      Konsep ta’lim adalah proses pengajaran yang lebih mengarah pada aspek kognitif.
b.     Konsep ta’dib adalah suatu pendidikan yang lebih mengarah pada aspek afektif.
c.      Konsep tarbiyah adalah proses pengajaran yang mampu menumbuhkan dan mengembangkan peserta didik, yang mencakup Afektif, Kognitif dan Psikomotorik.


      B.    PEMBAHASAN
Dalam pendidikan Islam terdapat tiga konsep dasar pendidikan Islam, yaitu Ta’lim, Ta’dib, dan Tarbiyah. Untuk lebih jelasnya ketiga konsep tersebut akan dijelaskan sebagai berikut :
1.     Ta’lim
Kata ta’lim berasal dari kata dasar “allama” yang berarti mengajar, mengetahui.[2] Pengajaran (ta’lim) lebih mengarah pada aspek kognitif, ta’lim mencakup aspek-aspek pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan seseorang dalam hidupnya serta pedoman perilaku yang baik.
Abdul Fatah Jalal mengemukakan bahwa Ta'lim adalah proses pemberian pengetahuan, pemahaman. pengertian, tanggung jawab, dan penanaman amanah, sehingga terjadi penyucian (tazkiyah) atau pembersihan diri manusia dari segala kotoran yang menjadikan diri manusia itu berada dalam suatu kondisi yang memungkinkan untuk menerima al-hikmah serta mempelajari segala yang bermanfaat baginya dan yang tidak diketahuinya.[3]
Berdasarkan pengertian ini dipahami bahwa dari segi peserta didik yang menjadi sasarannya, lingkup term al-ta'lim lebih universal dibandingkan dengan lingkup term al-tarbiyah karena al-ta‘lim mencakup fase bayi. anak-anak, remaja, bahkan orang dewasa. Sedangkan al-tarbiyah khusus diperuntukan untuk pendidikan dan pengajaran fase bayi dan anak-anak.
Muhammad Rasyid Ridha mengartikan ta’lim dengan : “Proses transmisi berbagai ilmu pengetahuan pada jiwa individu tanpa adanya batasan dan ketentuan tertentu”.[4] Definisi ta’lim menurut Abdul Fattah Jalal, yaitu sebagai proses pemberian pengetahuan, pemahaman, pengertian, tanggung jawab dan penanaman amanah, sehingga penyucian diri manusia itu berada dalam suatu kondisi yang memungkinkan untuk menerima al-hikmah serta mempelajari segala apa yang bermanfaat baginya dan yang tidak diketahuinya.[5] 
Mengacu pada definisi ini, ta’lim berarti adalah usaha terus menerus manusia sejak lahir hingga mati untuk menuju dari posisi “tidak tahu” ke posisi “tahu” seperti yang digambarkan dalam surat An Nahl ayat 78. 
ª!$#ur Nä3y_t÷zr& .`ÏiB ÈbqäÜç/ öNä3ÏF»yg¨Bé& Ÿw šcqßJn=÷ès? $\«øx© Ÿ@yèy_ur ãNä3s9 yìôJ¡¡9$# t»|Áö/F{$#ur noyÏ«øùF{$#ur  
öNä3ª=yès9 šcrãä3ô±s? ÇÐÑÈ             
Artinya : Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.
Muhammad Athiyah al-Abrasy mengemukakan pengertian al-ta'lim yang berbeda dari pendapat-pendapat di atas. Beliau menyatakan bahwa al-ta'lim lebih khusus daripada al-tarbiyah karena al-ta'lim hanya merupakan  upaya menyiapkan individu dengan mengacu kepada aspek-aspek tertentu sja, sedangkan al-tarbiyah mencakup keseluruhan aspek-aspek pendidikan.[6]
Dari pengertian diatas, ta’lim mencakup aspek-aspek pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan seseorang dalam hidupnya serta pedoman perilaku yang baik, sebagai upaya untuk mengembangkan, mendorong dan mengajak manusia lebih maju dan kehidupan yang mulia, sehingga terbentuk pribadi yang lebih sempurna, baik yang berkaitan dengan akal, perasaan maupun perbuatan karena seseorang dilahirkan dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu apapun, tetapi ia dibekali dengan berbagai potensi untuk mengembangkan keterampilannya tersebut agar dapat memahami ilmu serta memanfaatkannya dalam kehidupan.
Pengajaran mencakup teoritis dan praktis sehingga peserta didik memperoleh kebijakan dan menjauhi kemadaratan. Pengajaran itu juga mencakup ilmu pengetahuan dan al-hikmah (bijaksana), misalnya guru matematika akan berusaha mengajarkan al-hikmah matematika, yaitu pengajaran nilai kepastian dan ketepatan dalam mengambil sikap dan tindakan dalam kehidupannya, yang dilandasi oleh pertimbangan yang rasional dan perhitungan yang matang.

2.     Ta’dib
Kata ta’dib secara etimologis adalah bentuk masdar yang berasal dari kata “addaba”, yang artinya membuat makanan, melatih dengan akhlak yang baik, sopan santun, dan tata cara pelaksanaan sesuatu yang baik.[7]
Muhammad Nadi al-Badri, sebagaimana dikutip oleh Ramayulis, mengemukakan bahwa pada zaman klasik, orang hanya mengenal kata ta‘dib untuk menunjukkan kegiatan pendidikan. Pengertian seperti ini terus terpakai sepanjang masa kejayaan Islam, hingga semua ilmu pengetahuan yang dihasilkan oleh akal manusia waktu itu disebut adab, baik yang berhubungan langsung dengan Islam seperti: fiqh, tafsir, tauhid, ilmu bahasa Arab dan sebagainya maupun yang tidak berhubungan langsung seperti ilmu fisika, filasafat, astronomi, kedokteran, farmasi dan lain-lain. Semua buku yang memuat ilmu tersebut dinamai kutub al-adab. Dengan demikian terkenallah al-Adab al-Kabir dan al-Adab al-Shaghir yang ditulis oleh Ibn al-Muqaffa (w. 760 M). Seorang pendidik pada waktu itu disebut Mu‘addib.[8]
Menurut al-Naquib, al-Attas, ta’dib berarti pengenalan dan pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan kepada manusia tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan, sehingga membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan kekuatan dan keagungan Tuhan di dalam tatanan wujud dan keberadaannya. [9] Pengertian ini berdasarkan Hadis Nabi Saw.:
أَدَّبَنِى رَبِّى فَأَحْسَنَ تَأْدِيْبِى
"Tuhanku telah mendidikku dan telah membaguskan pendidikanku".
Dalam pengertian ta’dib di atas bahwasannya pendidikan dalam pespektif Islam adalah usaha agar orang mengenali dan mengetahui sesuatu sistem pengajaran tertentu. Seperti halnya dengan cara mengajar, dengan mengajar tersebut individu mampu untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilannya, misalnya seorang pendidik memberikan teladan atau contoh yang baik agar ditiru, memberikan pujian, dan hadiah, mendidik dengan cara membiasakan, dengan adanya konsep ta’dib tersebut maka terbentuklah seorang Individu yang muslim dan berakhlak. Pendidikan ini dalam sistem pendidikan dinilai sangat penting fungsinya, karena bagaimanapun sederhananya komunitas suatu masyarakat pasti membutuhkan atau memerlukan pendidikan ini terutama dalam pendidikan akhlak. Dari usaha pembinaan dan pengembangan ini diharapkan manusia mampu berperan sebagai pengabdi Allah dengan ketaatan yang optimal dalam setiap aktivitas kehidupannya, sehingga terbentuk akhlak yang mulia yang dimiliki serta mampu memberi manfaat bagi kehidupan alam dan lingkungannya. Jadi terwujudlah sosok manusia yang beriman dan beramal shaleh.
Dalam konsep ta’dib mengandung tiga unsur, yaitu: pengembangan iman, pengambangan ilmu, pengembangan amal.[10] Hubungan antara ketiga sangat penting karena untuk tujuan pendidikan juga. Iman merupakan suatu pengakuan terhadap apa yang diciptakan Allah di dunia ini yang direalisasikan dengan ilmu, dan konsekuensinya  adalah amal. Ilmu harus dilandasi dengan iman, dengan iman maka ilmu harus mampu membentuk amal karena ilmu itu harus diamalkan kepada orang yang belum mengetahuinya, dengan terealisasikannya unsur tersebut maka akan terwujudnya tujuan pendidikan.
Dalam sosok pribadi manusia beriman dan beramal shaleh tersebut dapat digambarkan bahwa mereka memiliki jati diri sebagai pengabdi Allah, serta ikut dalam berkreasi dan berinovasi guna kepentingan kesejahteraan hidup bersama. Atas dasar keimanan, mampu memelihara hubungan dengan Allah dan antara dirinya dengan sesama makhluk Allah, sedangkan realisasi dan keimanan itu terlihat dari kemampuan untuk senantiasa berkreasi dan berinovasi yang bernilai bagi kehidupan bersama.
Ta’dib sebagai upaya dalam pembentukan adab (tata krama), terbagi atas empat macam:[11]
a.      Ta’dib adalah al-haqq, pendidikan tata krama spiritual dalam kebenaran, yang di dalamnya segala yang ada memiliki kebenaran dan dengannya segala sesuatu diciptakan.
b.     Ta’dib adab al-Khidmah, pendidikan tata krama spiritual dalam pengabdian.
c.      Ta’dib adab al-Syari’ah, pendidikan tata krama yang tata caranya telah digariskan oleh Allah memalui wahyu.
d.     Ta’dib adab al-shuhbah, pendidikan tata krama dalam persahabatan, berupa saling menghormati dan saling tolong menolong.

3.     Tarbiyah
Dalam bahasa Arab, kata at-tarbiyah memiliki tiga akar kebakaan, yaitu :[12]
a.      Rabba, yarbu: yang memiliki makna tumbuh, bertambah, berkembang.
b.     Rabbi, yarba: yang memiliki makna tumbuh dan menjadi besar atau dewasa.
c.      Rabba, yarubbu: yang memiliki makna memperbaiki, mengatur, mengurus dan mendidik, menguasai dan memimpin, menjaga dan memelihara.
Menurut Musthafa Al-Ghalayani, at-tarbiyah adalah penanaman etika yang mulia pada anak yang sedang tumbuh dengan cara memberi petunjuk dan nasihat, sehingga ia memiliki potensi dan kompetensi jiwa yang mantap, yang dapat membuahkan sifat-sifat bijak, baik cinta akan kreasi, dan berguna bagi tanah airnya.[13]
Tarbiyah (pendidikan) merupakan transformasi pengetahuan dari satu generasi kegenerasi, atau dari orang tua kepada anaknya. Transformasi pengetahuan ini dilakukan dengan penuh keseriusan agar peserta didik memiliki sikap dan semangat yang tinggi dalam memahami dan menyadari kehidupannya, sehingga terbentuk ketakwaan, budi pekerti, dan kepribadian yang luhur. Dengan terbentuknya individu seperti itu maka suatu pendidikan dapat terealisasikan tujuannya.
Dalam pendidikan (tarbiyah) ini mencakup ranah kognitif, afektif, psikomotorik, ketiga ranah tersebut harus dimiliki peserta didik, agar apa yang jadi visi misi lembaga institusi tertentu bisa terwujud tujuan pendidikannya, untuk itu maka pendidik dalam mendidik harus memiliki rasa keseriusan, keikhlasan dalam menjalankan tugas-tugasnya. Agar peserta didik menjadi sosok yang diharapkan dan bisa bermanfaat bagi dirinya sendiri dan juga masyarakat.
Musthafa al-Maraghi membagi aktivitas al-tarbiyah menjadi dua macam:[14]
a.      Tarbiyah khalaqiyyah, yaitu pendidikan yang terkait dengan perumbuhan jasmani manusia, agar dapat dijadikan sebagai sarana dalam pengembangan rohaninya.
b.     Tarbiyah diniyah tahdzibiyyah, pendidikan yang terkait dengan pembinaan dan pengembangan akhlak dan agama manusia.
Dalam pengertian tarbiyah ini menunjukkan bahwa pendidikan islam tidak sekedar menitik beratkan pada kebutuhan jasmani, tetapi diperlukan juga pengembangan kebutuhan psikis, sosial, etika dan agama untuk kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Pendidikan Islam yang dilakukan harus mencakup proses transformasi kebudayaan, nilai dan ilmu pengetahuan dan aktualisasi terhadap seluruh potensi yang dimiliki oleh peserta didik, agar mencetak peserta didik ke arah insan kamil, yaitu insan sempurna yang tahu dan sadar akan diri dan lingkungan.


C.    PENUTUP
1.     Kesimpulan
Pendidik dalam perspektif Islam mencakup tiga konsep, yaitu :
a.      Konsep ta’dib : Pendidikan yang mengedepankan aspek afektif, agar dapat membentuk pribadi manusia beriman dan beramal shaleh.
Ta’dib terbagi menjadi 4 macam yaitu :
1)     Ta’dib adab al-haqq
2)     Ta’dib adab al-khidmah
3)     Ta’dib adab al-syari’ah
4)     Ta’dib adab al-shuhbah
b.     Konsep ta’lim: proses pendidikan yang mengarah pada aspek kognitif, dengan cara mengembangkan kemampuan, keterampilan peserta didik,
c.      Konsep tarbiyah: proses pengajaran untuk mengembangkan, menumbuhkan yang mencakup kognitif, afektif, dan psikomotorik.

2.     Saran
Dalam suatu pendidikan Islam peserta didik harus mampu mengembangkan kemampuannya dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik dan harus adanya keseimbangan antara ketiga ranah tersebut, agar terwujudnya sosok pribadi yang bertaqwa dan berakal shaleh dan agar menjalani insan kamil.


DAFTAR PUSTAKA

Abd al-Fatah Jalal. Min al-Ushul al-Tarbawiyyah fi al-Islam. Mesir: Dar al-Kutub
 al-Mushriyyah. 1977.
Al-Abrasyi, Muhammad Athiyah. al-Tarbiyyah al-Islāmiyah wa Falāsifatuhā,
      Mishr: Isa al-Babiy al-halabiy wa Syurakah.
Halim, Mahmud, Ali, Abdul. Pendidikan Ruhani. Jakarta : Gema Insani Press.
 2000.
Jalaludin. Teologi Pendidikan. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. 2003.
Mujib, Abdul. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta : Kencana Prenada Media. 2006.
Nasir, Ridlwan. Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal. Yogyakarta : Pustaka
      Pelajar. 2005.
Ramayulis. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia. 1991.
Tafsir, Ahmad. Ilmu Pendidikan Dalam Perpektif Islam. Bandung : Remaja
      Rosdakarya. 1984.



[1] Jalaludin. Teologi Pendidikan. (Jakarta : PT. Raja Grafindo. 2003). Hal. 67
[2] Abdul Mujib. Ilmu Pendidikan Islam. (Jakarta : Kencana Prenada Media, 2006). Hal. 18
[3] Abd al-Fatah Jalal. Min al-Ushul al-Tarbawiyyah fi al-Islam. Mesir: Dar al-Kutub  al-Mushriyyah, 1977. Hal. 17
[4] Ahmad Tafsir. Ilmu Pendidikan Dalam Perpektif Islam. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1992). Hal. 31
[5] Ridlwan Nasir. Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal. (Yogyakarta : Pustaka Belajar, 2005). Hal. 47
[6] Al-Abrasyi, Muhammad Athiyah. al-Tarbiyyah al-Islāmiyah wa Falāsifatuhā, Mishr: Isa al-Babiy al-halabiy wa Syurakah, t.th. Hal. 7
[7] Ridlwan Nasir. Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal. (Yogyakarta: Pustaka belajar. 2005). Hal.44
[8] Ramayulis. Ilmu Pendidikan Islam. ( Jakarta: Kalam Mulia). 1991. Hal. 6
[9] Ahmad Tafsir. Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1992). Hal. 29
[10] Ahmad Tafsir. Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1992). Hal. 52-53
[11] Abdul Mujib. Ilmu Pendidikan Islam. (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2006). Hal. 20-21
[12] Ibid. Abdul Mujib. Ilmu Pendidikan Islam. Hal. 10-11
[13] Ridlwan Nasir. Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal. (Yogyakarta: Pustaka belajar, 2005). Hal. 47
[14] Ali Abdul Halim Mahmud. Pendidikan Ruhani. (Jakarta: Gema Insani Press. 2000). Hal.17

Tidak ada komentar: