Minggu, 12 Oktober 2014

Perguruan Tinggi Islam Negeri di Indonesia

A. PENDAHULUAN

1.     Latar Belakang
Pendidikan Islam lahir seiring dengan datangnya Islam itu sendiri, meskipun pada mulanya dalam bentuk yang sangat sederhana. Dalam sejarahnya tidak pernah sunyi dari persoalan dan rintangan yang dihadapinya. Pada masa sebelum kemerdekaan berhadapan dengan tenakan dan intimidasi pemerintah kolonial Belanda dan Jepang. Pada masa kemerdekaan berhadapan dengan berbagai kebijakan pemerintah yang tampak belum memberikan dukungan sepenuhnya terhadap lembaga pendidikan Islam. Meski demikian, satu hal yang tidak bisa dipungkiri bahwa Pendidikan Islam dengan semua lembaga pendidikannya telah mewarnai perjalanan sejarah bangsa Indonesia.[1] Umat Islam yang merupakan mayoritas dari penduduk Indonesia selalu mencari berbagai cara untuk membangun sistem pendidikan Islam yang lengkap, mulai pesantren yang sederhana sampai tingkat perguruan tinggi.[2]
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) yang sekarang menyebar hampir di seluruh nusantara bukan merupakan bentuk kelembagaan yang final dalam perkembangan kelembagaan Perguruan Tinggi Islam di Indonesia. Seperti tercatat dalam sejarah, nama Perguruan Tinggi Islam (PTI) di Indonesia terus berubah sebagai upaya meresponi perkembangan masyarakat dan sekaligus juga sebagai obyek tarik menarik antara berbagai kekuatan atau kelompok dalam masyarakat. Perjalanan sejarah pendidikan Islam di Indonesia hingga sekarang telah melalui tiga periodesasi.
Pertama, periode awal sejak kedatangan Islam yang ditandai dengan pendidikan Islam yang terkonsentrasi di pesantren, dayah, surau atau masjid. Kedua, periode ketika pendidikan Islam telah dimasuki oleh ide-ide pembaruan pemikiran islam pada wal abad ke-20. Periode ini ditandai dengan lahirnya madrasah yang telah memasukkan pelajaran “umum” kedalam program kurikulumnya. Ketiga, periode lahirnya perguruan tinggi Islam negeri dan pendidikan Islam telah terintegrasi ke dalam system pendidikan nasional. Hal tersebut menunjukkan bahwa pendidikan Islam semakin memperhatikan dinamikanya sejak Indonesia merdeka. Lahirnya perguruan tinggi Islam inilah yang kemudian melahirkan sejumlah terobosan yang luar biasa, karena lembaga pendidikan tinggi Islam ini melahirkan sejumlah ilmuan Islam modern di kemudian hari.
Sebenarnya ide pendirian perguruan tinggi Islam sudah muncul sebelum Indonesia merdeka. Namun di antara sekian banyak ide untuk mendirikan perguruan tinggi Islam pada masa penjajahan bisa dikatakan gagal karena perguruan tinggi yang didirikan tidak bertahan lama, kecuali sekolah tinggi yang dibentuk oleh masyumi. Setelah Indonesia merdeka, lahirlah Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) yang kemudian berkembang menjadi Institut Agama Islam Negeri (IAIN). Yang dimaksud dengan PTAIN adalah Agama  sedangkan secara fungsional dilakukan oleh Kementerian Agama.
Saat ini PTAIN terdiri atas 3 jenis yakni: Institut Agama Islam Negeri (IAIN), Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN), dan Universitas Islam Negeri (UIN). Sampai saat sekarang ini konsentrasi kelimuan di IAIN adalah pengembangan ilmu-ilmu agama. Menyikapi globalisasi dengan tuntutan yang semakin berkembang serta cita-cita untuk mengitegrasikan ilmu yang tergolong perennial knowledge dan ilmu yang tergolong ecquired knowledge, maka muncullah ide untuk mengembangkan lagi IAIN menjadi universitas. Ide ini akhirnya melahirkan Universitas Islam Negeri (UIN). Sejarah perkembangan PTAIN ini menjadi sebuah kajian yang menarik untuk ditelusuri dan selanjutnya diuraikan dalam makalah ini.

2.     Rumusan Masalah
a.      Bagaimana sejarah singkat Perguruan Tinggi Islam Negeri di Indonesia?
b.     Berapa jenis Pendidikan Tinggi Islam di Indonesia?
c.      Bagaimana masa depan Pendidikan Tinggi Islam di Indonesia?

B. PEMBAHASAN
1.     Sejarah Singkat Perguruan Tinggi Islam Negeri
Pendirian lembaga pendidikan tinggi Islam sudah dirintis sejak zaman  pemerintahan Hindia Belanda, dimana Dr. Satiman Wirjosandjoyo pernah mengemukakan pentingnya keberadaan lembaga pendidikan tinggi Islam untuk mengangkat harga diri kaum Muslim di Hindia Belanda yang terjajah itu.[3] Gagasan tersebut akhirnya terwujud pada tanggal 8 Juli 1945 ketika Sekolah Tinggi Islam (STI) berdiri di Jakarta di bawah pimpinan Prof. Abdul Kahar Muzakkir, sebagai realisasi kerja yayasan Badan Pengurus Sekolah Tinggi Islam yang dipimpin oleh Drs. Mohammad Hatta sebagai ketua dan M. Natsir sebagai sekretaris. Ketika masa revolusi kemerdekaan,  STI ikut Pemerintah Pusat Republik Indonesia hijrah ke Yogyakarta dan pada tanggal 10 April 1946 dapat dibuka kembali di kota itu.[4]
Dalam sidang Panitia Perbaikan STI yang dibentuk pada bulan November 1947 memutuskan pendirian Universitas Islam Indonesia (UII) pada 10  Maret 1948 dengan empat fakultas: Agama, Hukum, Ekonomi, dan Pendidikan. Tanggal 20 Februari 1951, Perguruan Tinggi Islam Indonesia (PTII) yang berdiri di Surakarta pada 22 Januari 1950 bergabung dengan UII yang berkedudukan di Yogyakarta.[5] Setelah pengakuan kedaulatan Indonesia secara internasional, Pemerintah mendirikan Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN), yang diambil dari Fakultas Agama UII (Yogyakarta) berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1950. Penetapan PTAIN sebagai perguruan tinggi negeri diresmikan pada tanggal 26 September 1951 dengan jurusan Da'wah (kelak menjadi Ushuluddin), Qada (kelak menjadi Syari'ah) dan Pendidikan (kelak menjadi Tarbiyah). Sementara di Jakarta, berdiri Akademi Dinas Ilmu Agama (ADIA) pada tanggal 14 Agustus 1950 berdasarkan Penetapan Menteri Agama Nomor 1 Tahun 1950.
Dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 1960 tentang pembentukan Institut Agama Islam Negeri (IAIN), maka PTAIN Yogyakarta dan ADIA Jakarta menjadi IAIN "Al-Jami'ah al-Islamiah al-Hukumiyah" dengan pusat di Yogyakarta. IAIN ini diresmikan tanggal 24 Agustus 1960 di Yogyakarta oleh Menteri Agama K. H. Wahib Wahab. Sejak tanggal 1 Juli 1965 nama "IAIN Al-Jami'ah" di Yogyakarta diganti menjadi "IAIN Sunan Kalijaga", nama salah seorang tokoh terkenal penyebar agama Islam di Indonesia.
Dalam perkembangannya selanjutnya, berdirilah cabang-cabang IAIN yang terpisah dari pusat. Hal ini didukung oleh Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 1963. Hingga akhir abad ke-20, telah ada 14 IAIN, dimana pendirian IAIN terakhir di Sumatera Utara pada tahun 1973 oleh Menteri Agama waktu itu, Prof. Dr. H. A. Mukti Ali. Seperti telah diketahui, dalam perkembangannya telah berdiri cabangcabang IAIN untuk memberikan pelayanan pendidikan tinggi yang lebih luas terhadap masyarakat.Untuk mengatasi masalah manajerial IAIN, dilakukan rasionalisasi organisasi.
Pada tahun 1977 sebanyak 40 fakultas cabang IAIN dilepas menjadi 36 Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) yang berdiri sendiri, di luar 14 IAIN yang ada, berdasaran Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 1997.[6] Dengan berkembangnya fakultas dan jurusan pada IAIN di luar studi keislaman, status "institut" pun harus berubah menjadi "universitas", sehingga menjadi "Universitas Islam Negeri". IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta merupakan IAIN pertama yang berubah menjadi UIN, yakni UIN Syarif Hidayatullah. Dan dalam perkembangan selanjutnya IAIN Alauddin juga berubah menjadi UIN Alauddin.


2.     Perkembangan Kelembagaan Pendidikan Tinggi Islam Negeri di Indonesia
a.     Akademi Dinas Ilmu Agama (ADIA)
Tahun 1951 diterbitkan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan Pengajaradan Kebudayaan RI Nomor K/651 tanggal 20 Januari 1951 (Agama) dan Nomor 143/K tanggal 20 Januari 1951 (Pendidikan), maka pendidikan agama dengan resmi dimasukkan ke sekolah-sekolah negeri dan swasta. Berdasakan hal tersebut, maka tugas Departemen Agama adalah menyiapkan tenaga guru agama. Dengan tugas tersebut, maka pemerintah mendirikan Akademi Dinas Ilmu Agama (ADIA) dengan tujuan “guna mendidik dan mempersiapkan pegawai negeri yang akan mencapai ijaazah pendidikan semi akademi untuk dijadikan ahli didik agama pada sekolah-sekolah lanjutan, baik umum maupun kejuruan dan agama”.[7]
ADIA didirikan berdasarkan ketetapan Menteri Agama RI Nomor 1 Tahun 1957, tanggal 1Januari 1957 yang dipimpin oleh Mahmud Yunus. Lama belajar di ADIA adalah 5 tahun yang dibagi pada dua tingkatan. Tingkat semi akademik dengan masa belajar selama 3 tahun dan tingkat akademik dengan masa belajar selama 2 tahun. Masing-masing tingkat terdiri atas 2 jurusan yaitu Jurusan Agama dan Jurusan Sastera Arab.[8]

b.     Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Setelah PTAIN dikelola lebih kurang 9 tahun, muncul ide untuk mengembangkan sesuai dengan kebutuhan pada saat itu dan hal ini didukung oleh situasi saat itu. Dekrit Presiden RI 5 Juli 1959 antara lain menegaskan kembali kepada UUD 1945 dan Piagam Jakarta merupakan satu kesatuan dengan konstitusi tersebut. Menjelang Dies Natalis IX (PTAIN), pada tanggal 26 September 1959 berdasarkan Ketetapan Menteri Muda Agama RI Nomor 41tahun 1959 dibentuk “Panitia Perbaikan Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri yang diketuai oleh Prof. Dr. RHA. Soenaryo. Panitia ini sepakat bahwa PTAIN di Yogyakarta dan ADIA di Jakarta untuk menggambukan kedua lembaga tersbut dengan nama Institut Agama Islam Negeri “al-Jami’ah al-Islmaiyah al-Hukumiyah”. Dengan Peraturan Presiden RI Nomor 11 Tahun 1960 tentang pembentukan Institut Agama Islam Negeri. Peraturan ini resmi berlaku mulai tanggal 9 Mei 1960.[9]

c.      Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri ( STAIN)
Sejak tahun 1960, IAIN telah berkembang sampai ke daerah dan masih merupakan cabang dari IAIN Yogyakarta. Tetapi dalam perkembangan selanjutnya IAIN cabang itu berdiri sendiri. Setelah berdiri sendiri banyak di antarai IAIN ini yang memiliki fakultas cabang di beberapa daerah, salah satunya adalah IAIN Alauddin. IAIN Alauddin memilik beberapa memiliki Fakultas di Makassar tetapi juga memiliki fakultas yang sama di Palu, Ternate, Gorontalo, Palopo, Ambon, Kendari dan Manado. Demikian pula halnya dengan IAIN yang lain yang tersebar di seluruh Indonesia. Untuk memehuni ketentuan yang berlaku maka seluruh fakultas yang ada di cabang, harus dilepaskan atau bergabung ke fakultas induk. Berdasaran Keputusan Presiden RI No. 11 Tahun 1997, tanggal 2 Maret 1997 sebanyak 33 Fakultas Cabang diresmikan menjadi Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN).[10]

d.     Universitas Islam Negeri (UIN)
Saat ini beberapa lembaga Pendidikan Tinggi Islam telah melakukan perubahan status. IAIN berubah status menjadi UIN, STAIN berubah status menjadi IAIN. Dari upaya perubahan status ini beberapa di antaranya telah berhasil melakukan perubahan status tersebut. Ada beberapa dasar pemikiran yang menjadi landasan perubahan status dari IAIN dan STAIN menjadi UIN, yaitu : Integrasi antara bidang ilmu agama dengan bidang ilmu umum (perennial knowledge dengan accquined knowledge) sehingga antara kedua ilmu menyatu, sehingga tidak lagi terjadi dikotomi. Berubahnya status madrasah sebagai sekolah yang berciri khas agama Islam. Sehingga tamatan Madrasah Aliyah lebih dipersipakan untuk memasuki universitas. Oleh karena itu apa yang diajarkan di madrasah sama dengan dengan apa yang diajarkan di sekolah. Alumni UIN lebih terbuka kesempatan untuk mobilitas vertikal dibandingkan alumni IAIN dan lebih beragam lapangan kerja yang bisa dimasuki.[11]
Sejak tahun 2002 telah terjadi perubahan dalam bantuk peningkatan status dari IAIN menjadi UIN atau dari STAIN menjadi IAIN/UIN. Diantara PTAIN yang telah mengalami perubahan/peningkatan status adalah:
a.      UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (dari IAIN)
b.     UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (dari IAIN)
c.      UIN Sultan Syarif Qasim Pekanbaru (dari IAIN)
d.     UIN Alauddin Makassar (dari IAIN)
e.      UIN Sunan Gunung Jati Bandung (dari IAIN)
f.      UIN Maulana Malik Ibrahim Malang (dari STAIN).[12]
Selain enam PTAIN yang telah disebutkan di atas, saat masih ada beberapa PTAIN yang sedang berbenah diri dan dalam proses untuk melakukan peningkatan status dari IAIN menjadi UIN dan dari STAIN menjadi IAIN.

g.     Perguruan Tinggi Agama Islam Swasta (PTAIS)
Respon umat Islam terhadap penyelenggaraan pendidikan Islam tidak terbatas pada pembukaan madrasah atau sekolah, tetapi juga samapai pada penyelenggaraan pendidikan tinggi. Selain itu, penyelenggaraan pendidikan Islam tidak hanya dalam bentuk madarasah, sekolah atau perguruan tinggi negeri, ada juga yang berstatus swasta. Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta adalah perguruan tinggi Islam yang pertama di Indonesia. Salah satu di antara fakultasnya, yaitu Fakultas Agama dinegerikan menjadi PTAIN tahun 1950 yang kemduian digabungkan dengan ADIA menjadi IAIN.
Sementara fakultas lainnya (Ekonomi, Hukum, dan Pendidikan) tetap menjadi fakultas swasta. Fakultas non agama ini telah berkembang dan sekarang telah ditambah dengan fakultas-fakultas lain.[13] Perguruan tinggi Islam yang sama dengan UII saat ini sudah tersebar luas di seluruh Indonesia. Di antara universitas itu adalah Universitas Islam Sumatera Utara (UISU) di Medan , Universtas Islam Bandung (UNISBA) di Bandung, Univaersitas Islam Jakarta (UIJ) di Jakarta, Universitas Muslim Indonesia (UMI) di Makassar, Universitas Islam Makassar (UIM) di Makassar.
Selain bentuk universitas ada juga yang berbentuk institut dan sekolah tinggi yang bera dalam koordinasi Kopertais Wilayah masing-masing.[14] Selain itu masih perguruan tinggi Islam yang berada dalam pembinaan orgnisasi Islam. Universitas Muhammadiyah, Universitas Nahdlatul Ulama, Universitas Alkhairat, Universitas Alwashliyah, Sekolah Tinggi DDI, Sekolah Tinggi Nahdlatul Ulama (STAINU) dan lain-lain. Khusus untuk falultas non keagamaan berada di bawah koordinasi Kopertis dan fakultas keagamaan berada di bawah koordinasi Kopertais Wilayah masing-masing.

3.     Masa Depan Perguruan Tinggi Islam Negeri di Indonesia
Menurut Azyumardi Azra, dilihat dari perspektif perkembangan nasional dan global, maka konsep paradigma baru bagi Perguruan Tinggi Islam di Indonesia sudah merupakan sebuah keharusan. [15]Hal ini akan mendukung eksistensi Perguruan Tinggi Islam (UIN, IAIN, STAIN) di masa yang akan datang. Dalam dasawarsa terkahir (1993) dunia perguruan tinggi Islam di Indonesia khususnya IAIN dan STAIN, menggeliat untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan yang terjadi secara lokal maupun global. Wujudnya adalah
memperluas kewenangan yang telah dimilikinya selama ini, yang kemudian disebut dengan program “Wider Mandate” (Mandat yang diperuas) [16] serta melakukan transformasi atau perubahan dari IAIN/STAIN menjadi Universitas Islam Negeri (UIN).
Perubahan IAIN menjadi UIN dan perubahan STAIN menjadi IAIN/UIN mampu memberi peluang bagi rekonstruksi atau reintegrasi bangunan keilmuan, yang menjembatani ilmu-ilmu agama dan umum yang selama ini dipandang secara dikotomis. Dengan demikian lulusan UIN, IAIN dan STAIN mampu bersaing dengan perguruan tinggi umum lainnya. Selain itu para alumni adalah orang-orang yang memiliki ilmu pengetahuan yang berguna bagi dirinya dan masyarakat. Membanjirnya ilmu-ilmu dan dosen ke UIN, IAIN dan STAIN sebagai konsekwensi yuridis formal atas pengembangan atau peningkatan status dengan terbukanya berbagai jurusan yang baru. Pengembangan melalui pembukaan jurusan atau fakutas baru seperti yang terdapat di perguruan tinggi umum bisa memberikan pengaruh terhadap jati diri Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri, terutama untuk juusan atau fakultas ilmu agama jika tidak dipersiapkan dengan sebaik-baiknya.



C. PENUTUP

1. Kesimpulan
Gagasan mendirikan Perguruan Tinggi Islam telah ada sejak masa penjajahan. Pada masa penjajahan Jepang (8 Juli 1945) pertama kali didirikan Sekolah Tinggi Islam di Jakarta. Sekolah tinggi ini kemudian berubah menjadi University Islam Indonesia (Universitas Islam Indonesia) dengan beberapa fakultas, yaitu: Fakultas Agama, Fakultas Hukum, Fakultas Ekonomi, dan Fakultas Pendidikan, yang diresmikan pada tanggal 22 Maret 1948.
Berdirinya Universitiy Islam Solo (22 Januari 1950) dan penyerahan Fakultas Agama Universitas Islam Yogyakarta kepada pemeritah menjadi embirio lahirnya IAIN, yang selanjutnya beberapa diantaranya mengalami menjadi Universitas Islam Negeri (UIN).  UIN, IAIN, dan STAIN sebagai lembaga pendidikan tinggi Islam, mempunyai kontribusi terhadap pengembangan pendidikan di Indonesia sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional. Pengembangan studi keislaman yang dikembangkan di perguruan tinggi Islam juga telah banyak memberikan kontribusi dalam mecerdaskan bangsa Indonesia.

2. Saran
Keberadaan Perguruan Tinggi Agama Islam menjadi pelopor dalam pengembangan ilmu-ilmu keislaman di Indonesia dan dunia Islam melalui pengitegrasian berbagai bidang kelimuan yang ada sehingga memberikan ruang yang lebih luas bagi alumni yang dihasilkan. Untuk mewujudkan hal di atas, diperlukan dukungan dalam bentuk penguatan kelembagaan dan peningkatan kualitas ketenagaan sehingga proses ke arah peningkatan mutu dapat berjalan dengan baik.



DAFTAR PUSTAKA

Azra, Azyumardi. 2008. di IAIN di Tengah Paradigma Baru Perguruan Tinggi.
Dalam “OASIS” Jurnal Pascasarjana STAIN Cirebon Volume 1 No. 2 Juli-Desember 2008. Cirebon: Program Pascasarjana
Azra, Azyumardi Upaya Menjawab Tantangan Zaman¸dalam rubrik “Dialog”
PERTA Jurnal Komunkasi Perguruan Tinggi Islam Volume IV No.01/2001
Direktotat Perguruan Tinggi Islam Departeme Agama RI, PERTA Jurnal
Komunikasi Perguruan Tinggi Islam, Vol.IV No.01/2001
Haidar Putra Daulay. 2009. Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan
            Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Hasbullah. 1999. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Lintasan Sejarah
 Petumbuhan dan Perkembangan. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Program Pascasarjana STAIN Cirebon, Jurnal “OASIS” Vol.1 Nomor 2 Juli-
Desember 2008.
Rukiati, Enung K. dan Fenti Hikmawati. 2006. Sejarah Pendidikan Islam di
Indonesia. Bandung: Pustaka Setia
Rusminah, (dkk). 2010. Perguruan Tinggi Agama Islam (UIN, IAIN, dan STAIN).
dalam Insan Cendekia
Sunanto, Musyrifah. 2007. Sejarah Peradaban Islam Indonesia. Jakarta: Raja
Grafindo Persada




[1] Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Lintasan Sejarah Petumbuhan dan
Perkembangan. (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999), h. ix
[2] Enung K. Rukiati dan Fenti Hikmawati, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia.
(Bandung: Pustaka Setia, 2006), h 128.
[3] Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia. (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2007), h. 314-315.
[4] Direktorat Perguruan Tinggi Islam, Sejarah Singkat IAIN
6Rusminah, (dkk). Perguruan Tinggi Agama Islam (UIN, IAIN, dan STAIN). dalam
Insan Cendekia, 2010), h.1
[5] Ibid
[6] Ibid hal.3
[7] Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia. (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), h. 124
[8] Ibid
[9] Lihat selengkanya dalam Ibid. h.126-134.
[10] Ibid. h.135-137.
[11] Ibid., h.140-141
[12] Ibid., h.140
[13] Ibid. h.141
[14] Ibid
[15] Azyumardi Azra, IAIN di Tengah Paradigma Baru Perguruan Tinggi. Dalam “OASIS”
Jurnal Pascasarjana STAIN Cirebon Volume 1 No. 2 Juli-Desember 1008, (Cirebon: Program
Pascasarjana, 2008), h. 240
[16] Azyumardi Azra, Upaya Menjawab Tantangan Zaman¸dalam rubrik “Dialog” PERTA
Jurnal Komunkasi Perguruan Tinggi Islam Volume IV No.01/2001, h.75-77.

Tidak ada komentar: