Minggu, 04 November 2012

PERINGATAN MAULID NABI SAW

Ketika kita membaca kalimat di atas maka di dalam hati kita sudah tersirat bahwa kalimat
ini akan langsung membuat alergi bagi sebagian kelompok muslimin, saya akan meringkas
penjelasannya secara ‘Aqlan wa syar’an, (logika dan syariah).

Sifat manusia cenderung merayakan sesuatu yang membuat mereka gembira, apakah
keberhasilan, kemenangan, kekayaan atau lainnya, mereka merayakannya dengan pesta,
mabuk - mabukkan, berjoget bersama, wayang, lenong atau bentuk pelampiasan kegembiraan
lainnya, demikian adat istiadat di seluruh dunia.

Sampai disini saya jelaskan dulu bagaimana kegembiraan atas kelahiran Rasul saw.

Allah merayakan hari kelahiran para Nabi Nya

  • Firman Allah : “(Isa as berkata di pangkuan ibunya) Salam sejahtera atasku, di hari kelahiranku, dan hari aku wafat, dan hari aku dibangkitkan” (QS. Maryam : 33)
  • Firman Allah : “Salam Sejahtera dari kami (untuk Yahya as) dihari kelahirannya, dan hari wafatnya dan hari ia dibangkitkan” (QS. Maryam : 15)
  • Rasul saw lahir dengan keadaan sudah dikhitan (Almustadrak ala Shahihain hadits No.4177)
  • Berkata Utsman bin Abil Ash Asstaqafiy dari ibunya yang menjadi pembantunya Aminah ra bunda Nabi saw, ketika Bunda Nabi saw mulai saat saat melahirkan, ia (ibu utsman) melihat bintang - bintang mendekat hingga ia takut berjatuhan di atas kepalanya, lalu ia melihat cahaya terang - benderang keluar dari Bunda Nabi saw hingga membuat terang benderangnya kamar dan rumah (Fathul Bari Almasyhur juz 6 hal 583)
  • Ketika Rasul saw lahir ke muka bumi beliau langsung bersujud (Sirah Ibn Hisyam)
  • Riwayat Shahih oleh Ibn Hibban dan Hakim bahwa Ibunda Nabi saw saat melahirkan Nabi saw melihat cahaya yang terang - benderang hingga pandangannya menembus dan melihat Istana Istana Romawi (Fathul Bari Almasyhur juz 6 hal 583)
  • Malam kelahiran Rasul saw itu runtuh singgasana Kaisar Kisra, dan runtuh pula 14 buah jendela besar di Istana Kisra, dan Padamnya Api di Kekaisaran Persia yang 1000 tahun tak pernah padam. (Fathul Bari Almasyhur juz 6 hal 583)
Kenapa kejadian kejadian ini dimunculkan oleh Allah swt?, kejadian kejadian besar ini muncul menandakan kelahiran Nabi saw, dan Allah swt telah merayakan kelahiran Muhammad Rasulullah saw di alam ini, sebagaimana Dia swt telah pula membuat salam sejahtera pada kelahiran Nabi - Nabi sebelumnya.

Rasulullah saw memuliakan hari kelahiran beliau saw
Ketika beliau saw ditanya mengenai puasa di hari senin, beliau saw menjawab : “Itu adalah
hari kelahiranku, dan hari aku dibangkitkan” (Shahih Muslim hadits No.1162). Dari
hadits ini sebagian saudara - saudara kita mengatakan boleh merayakan maulid Nabi saw
asal dengan puasa.

Rasul saw jelas - jelas memberi pemahaman bahwa hari senin itu berbeda di hadapan beliau
saw daripada hari lainnya, dan hari senin itu adalah hari kelahiran beliau saw. Karena beliau
saw tak menjawab misalnya : “oh puasa hari senin itu mulia dan boleh - boleh saja..”,
namun beliau bersabda : “itu adalah hari kelahiranku”, menunjukkan bagi beliau saw hari
kelahiran beliau saw ada nilai tambah dari hari hari lainnya, contoh mudah misalnya zeyd
bertanya pada amir : “bagaimana kalau kita berangkat umroh pada 1 Januari?”, maka
amir menjawab : “oh itu hari kelahiran saya”. Nah.. bukankah jelas - jelas bahwa zeyd
memahami bahwa 1 Januari adalah hari yang berbeda dari hari - hari lainnya bagi amir?
dan amir menyatakan dengan jelas bahwa 1 Januari itu adalah hari kelahirannya, dan berarti
amir ini termasuk orang yang perhatian pada hari kelahirannya, kalau amir tak acuh dengan
hari kelahirannya maka pastilah ia tak perlu menyebut - nyebut bahwa 1 Januari adalah
hari kelahirannya, dan Nabi saw tak memerintahkan puasa hari senin untuk merayakan
kelahirannya, pertanyaan sahabat ini berbeda maksud dengan jawaban beliau saw yang
lebih luas dari sekedar pertanyaannya. Sebagaimana contoh diatas, Amir tak mmerintahkan
umroh pada 1 Januari karena itu adalah hari kelahirannya, maka mereka yang berpendapat
bahwa boleh merayakan maulid hanya dengan puasa saja maka tentunya dari dangkalnya
pemahaman terhadap ilmu bahasa.

Orang itu bertanya tentang puasa senin, maksudnya boleh atau tidak?, Rasul saw menjawab
: hari itu hari kelahiranku, menunjukkan hari kelahiran beliau saw ada nilai tambah pada
pribadi beliau saw, sekaligus diperbolehkannya puasa di hari itu.
Maka jelaslah sudah bahwa Nabi saw termasuk yg perhatian pada hari kelahiran beliau saw,
karena memang merupakan bermulanya sejarah bangkitnya Islam.

Sahabat memuliakan hari kelahiran Nabi saw
Berkata Abbas bin Abdulmuttalib ra : “Izinkan aku memujimu wahai Rasulullah..” maka
Rasul saw menjawab: “silahkan..,maka Allah akan membuat bibirmu terjaga”, maka
Abbas ra memuji dengan syair yang panjang, diantaranya : “… dan engkau (wahai Nabi
saw) saat hari kelahiranmu maka terbitlah cahaya dibumi hingga terang - benderang, dan
langit bercahaya dengan cahayamu, dan kami kini dalam naungan cahaya itu dan dalam
tuntunan kemuliaan (Al Qur’an) kami terus mendalaminya” (Mustadrak ‘ala Shahihain
hadits No.5417)

Kasih sayang Allah atas kafir yang gembira atas kelahiran Nabi saw
Diriwayatkan bahwa Abbas bin Abdulmuttalib melihat Abu Lahab dalam mimpinya, dan
Abbas bertanya padanya : “bagaimana keadaanmu?”, abu lahab menjawab : “di neraka,
Cuma diringankan siksaku setiap senin karena aku membebaskan budakku Tsuwaibah
karena gembiraku atas kelahiran Rasul saw” (Shahih Bukhari hadits No.4813, Sunan
Imam Baihaqi Alkubra hadits No.13701, Syi’bul Iman No.281, Fathul Baari Almasyhur juz
11 hal 431). Walaupun kafir terjahat ini di bantai di alam barzakh, namun tentunya Allah
berhak menambah siksanya atau menguranginya menurut kehendak Allah swt, maka Allah
menguranginya setiap hari senin karena telah gembira dengan kelahiran Rasul saw dengan
membebaskan budaknya.

Walaupun mimpi tak dapat dijadikan hujjah untuk memecahkan hukum syariah, namun
mimpi dapat dijadikan hujjah sebagai manakib, sejarah dan lainnya, misalnya mimpi orang
kafir atas kebangkitan Nabi saw, maka tentunya hal itu dijadikan hujjah atas kebangkitan 
Nabi saw maka Imam - Imam diatas yang meriwayatkan hal itu tentunya menjadi hujjah
bagi kita bahwa hal itu benar adanya, karena diakui oleh Imam - Imam dan mereka tak
mengingkarinya.

Rasulullah saw memperbolehkan Syair pujian di masjid
Hassan bin Tsabit ra membaca syair di Masjid Nabawiy yang lalu ditegur oleh Umar ra, lalu
Hassan berkata : “aku sudah baca syair nasyidah disini di hadapan orang yang lebih mulia
dari engkau wahai Umar (yaitu Nabi saw), lalu Hassan berpaling pada Abu Hurairah ra dan
berkata : “bukankah kau dengar Rasul saw menjawab syairku dengan doa : wahai Allah
bantulah ia dengan ruhulqudus?, maka Abu Hurairah ra berkata : “betul” (Shahih Bukhari
hadits No.3040, Shahih Muslim hadits No.2485)

Ini menunjukkan bahwa pembacaan Syair di masjid tidak semuanya haram, sebagaimana
beberapa hadits shahih yang menjelaskan larangan syair di masjid, namun jelaslah bahwa
yang dilarang adalah syair - syair yang membawa pada Ghaflah, pada keduniawian. Namun
syair - syair yang memuji Allah dan Rasul-Nya maka hal itu diperbolehkan oleh Rasul saw
bahkan dipuji dan didoakan oleh beliau saw sebagaimana riwayat diatas, dan masih banyak
riwayat lain sebagaimana dijelaskan bahwa Rasul saw mendirikan mimbar khusus untuk
Hassan bin Tsabit di masjid agar ia berdiri untuk melantunkan syair - syairnya (Mustadrak
ala Shahihain hadits No.6058, Sunan Attirmidzi hadits No.2846) oleh Aisyah ra bahwa
ketika ada beberapa sahabat yang mengecam Hassan bin Tsabit ra maka Aisyah ra berkata :
“Jangan kalian caci hassan, sungguh ia itu selalu membanggakan Rasulullah saw” (Musnad
Abu Ya’la Juz 8 hal 337).

PENDAPAT PARA IMAM DAN MUHADDITS ATAS PERAYAAN MAULID

1. Berkata Imam Al Hafidh Ibn Hajar Al Asqalaniy rahimahullah :
Telah jelas dan kuat riwayat yang sampai padaku dari Shahihain bahwa Nabi saw datang ke
Madinah dan bertemu dengan Yahudi yang berpuasa hari asyura (10 Muharram), maka Rasul
saw bertanya maka mereka berkata : “hari ini hari di tenggelamkannya Fir’aun dan Allah
menyelamatkan Musa, maka kami berpuasa sebagai tanda syukur pada Allah swt, maka
bersabda Rasul saw : “kita lebih berhak atas Musa as dari kalian”, maka diambillah darinya
perbuatan bersyukur atas anugerah yang diberikan pada suatu hari tertentu setiap tahunnya,  
dan syukur kepada Allah bisa di dapatkan dengan pelbagai cara, seperti sujud syukur,
puasa, shadaqah, membaca Alqur’an, maka nikmat apalagi yang melebihi kebangkitan
Nabi ini? Telah berfirman Allah swt : “SUNGGUH ALLAH TELAH MEMBERIKAN
ANUGERAH PADA ORANG ORANG MUKMININ KETIKA DIBANGKITKANNYA
RASUL DARI MEREKA” (QS. Al Imran : 164)

2. Pendapat Imam Al Hafidh Jalaluddin Assuyuthi rahimahullah :
Telah jelas padaku bahwa telah muncul riwayat Baihaqi bahwa Rasul saw ber-akikah untuk
dirinya setelah beliau saw menjadi Nabi (Ahaditsulmukhtarah hadis No.1832 dengan sanad
Shahih dan Sunan Imam Baihaqi Alkubra Juz 9 hal.300). Dan telah diriwayatkan bahwa
telah ber-Akikah untuknya, kakeknya Abdulmuttalib saat usia beliau saw 7 tahun, dan akikah
tak mungkin di perbuat dua kali, maka jelaslah bahwa akikah beliau saw yang kedua atas
dirinya adalah sebagai tanda syukur beliau saw kepada Allah swt yang telah membangkitkan
beliau saw sebagai Rahmatan lil’aalamiin dan membawa Syariah untuk ummatnya, maka
sebaiknya bagi kita juga untuk menunjukkan tasyakkuran dengan Maulid beliau saw dengan
mengumpulkan teman - teman dan saudara - saudara, menjamu dengan makanan - makanan
dan yang serupa itu untuk mendekatkan diri kepada Allah dan kebahagiaan. bahkan Imam
Assuyuthiy mengarang sebuah buku khusus mengenai perayaan maulid dengan nama :
“Husnulmaqshad fii ‘amalilmaulid”.


3. Pendapat Imam Al hafidh Abu Syaamah rahimahullah (Guru imam Nawawi) :
Merupakan Bid’ah hasanah yang mulia di zaman kita ini adalah perbuatan yang di perbuat
setiap tahunnya di hari kelahiran Rasul saw dengan banyak bersedekah, dan kegembiraan,
menjamu para fuqara, seraya menjadikan hal itu memuliakan Rasul saw dan membangkitkan
rasa cinta pada beliau saw, dan bersyukur kepada Allah dengan kelahiran Nabi saw.

4. Pendapat Imamul Qurra’ Alhafidh Syamsuddin Aljazriy rahimahullah dalam
kitabnya ‘Urif bitta’rif Maulidissyariif :
Telah diriwayatkan Abu Lahab di perlihatkan dalam mimpi dan ditanya apa keadaanmu?,
ia menjawab : “di neraka, tapi aku mendapat keringanan setiap malam senin, itu semua
sebab aku membebaskan budakku Tsuwaibah demi kegembiraanku atas kelahiran Nabi
(saw) dan karena Tsuwaibah menyusuinya (saw)” (Shahih Bukhari). maka apabila Abu
Lahab Kafir yang Alqur’an turun mengatakannya di neraka mendapat keringanan sebab ia 
gembira dengan kelahiran Nabi saw, maka bagaimana dengan muslim ummat Muhammad
saw yang gembira atas kelahiran Nabi saw?, maka demi usiaku, sungguh balasan dari Tuhan
Yang Maha Pemurah sungguh sungguh ia akan dimasukkan ke sorga kenikmatan-Nya dengan
sebab anugerah-Nya.

5. Pendapat Imam Al Hafidh Syamsuddin bin Nashiruddin Addimasyqiy dalam
kitabnya Mauridusshaadiy fii maulidil Haadiy :
Serupa dengan ucapan Imamul Qurra’ Alhafidh Syamsuddin Aljuzri, yaitu menukil hadits
Abu Lahab

6. Pendapat Imam Al Hafidh Assakhawiy dalam kitab Sirah Al Halabiyah
Berkata ”tidak dilaksanakan maulid oleh salaf hingga abad ke tiga, tapi dilaksanakan
setelahnya, dan tetap melaksanakannya umat islam di seluruh pelosok dunia dan bersedekah
pada malamnya dengan berbagai macam sedekah dan memperhatikan pembacaan maulid,
dan berlimpah terhadap mereka keberkahan yang sangat besar”.

7. Imam Al hafidh Ibn Abidin rahimahullah
Dalam syarahnya maulid Ibn Hajar berkata : ”ketahuilah salah satu bid’ah hasanah adalah
pelaksanaan maulid di bulan kelahiran Nabi saw”

8. Imam Al Hafidh Ibnul Jauzi rahimahullah
Dengan karangan maulidnya yang terkenal ”al aruus” juga beliau berkata tentang pembacaan
maulid, ”Sesungguhnya membawa keselamatan tahun itu, dan berita gembira dengan tercapai
semua maksud dan keinginan bagi siapa yg membacanya serta merayakannya”.

9. Imam Al Hafidh Al Qasthalaniy rahimahullah
Dalam kitabnya Al Mawahibulladunniyyah juz 1 hal 148 cetakan al maktab al islami berkata:
”Maka Allah akan menurunkan Rahmat-Nya kepada orang yang menjadikan hari kelahiran
Nabi saw sebagai hari besar”.


10. Imam Al hafidh Al Muhaddis Abulkhattab Umar bin Ali bin Muhammad yang
terkenal dengan Ibn Dihyah alkalbi
Dengan karangan maulidnya yang bernama ”Attanwir fi maulid basyir an nadzir”

11. Imam Al Hafidh Al Muhaddits Syamsuddin Muhammad bin Abdullah Aljuzri
Dengan maulidnya ”urfu at ta’rif bi maulid assyarif”

12. Imam al Hafidh Ibn Katsir
Yang karangan kitab maulidnya dikenal dengan nama : ”maulid ibn katsir”

13. Imam Al Hafidh Al ’Iraqy
Dengan maulidnya ”maurid al hana fi maulid assana”

14. Imam Al Hafidh Nasruddin Addimasyqiy
Telah mengarang beberapa maulid : Jaami’ al astar fi maulid nabi al mukhtar 3 jilid, Al lafad
arra’iq fi maulid khair al khalaiq, Maurud asshadi fi maulid al hadi.

15. Imam assyakhawiy
Dengan maulidnya al fajr al ulwi fi maulid an nabawi

16. Al allamah al faqih Ali zainal Abidin As syamhudi
Dengan maulidnya al mawarid al haniah fi maulid khairil bariyyah

17. Al Imam Hafidz Wajihuddin Abdurrahman bin Ali bin Muhammad As syaibaniy
yang terkenal dengan Ibn Diba’
Dengan maulidnya addiba’i

18. Imam Ibn Hajar Al Haitsami
Dengan maulidnya itmam anni’mah alal alam bi maulid syayidi waladu adam

19. Imam Ibrahim Baajuri
Mengarang hasiah atas maulid Ibn Hajar dengan nama tuhfa al basyar ala maulid ibn hajar

20. Al Allamah Ali Al Qari’
Dengan maulidnya maurud arrowi fi maulid nabawi

21. Al Allamah al Muhaddits Ja’far bin Hasan Al barzanji
Dengan maulidnya yang terkenal maulid barzanji

23. Al Imam Al Muhaddis Muhammad bin Jakfar al Kattani
Dengan maulid Al yaman wal is’ad bi maulid khair al ibad

24. Al Allamah Syeikh Yusuf bin ismail An Nabhaniy
Dengan maulid jawahir an nadmu al badi’ fi maulid as syafi’

25. Imam Ibrahim Assyaibaniy
Dengan maulid al maulid mustofa adnaani

26. Imam Abdulghaniy Annanablisiy
Dengan maulid Al Alam Al Ahmadi fi maulid muhammadi”

27. Syihabuddin Al Halwani
Dengan maulid fath al latif fi syarah maulid assyarif

28. Imam Ahmad bin Muhammad Addimyati
Dengan maulid Al Kaukab al azhar alal ‘iqdu al jauhar fi maulid nadi al azhar

29. Asyeikh Ali Attanthowiy
Dengan maulid nur as shofa’ fi maulid al mustofa

30. As syeikh Muhammad Al maghribi
Dengan maulid at tajaliat al khifiah fi maulid khoir al bariah.

Tiada satupun para Muhadditsin dan para Imam yang menentang dan melarang hal ini,
mengenai beberapa pernyataan pada Imam dan Muhadditsin yang menentang maulid
sebagaimana disampaikan oleh kalangan anti maulid, maka mereka ternyata hanya
menggunting dan memotong ucapan para Imam itu, dengan kelicikan yang jelas - jelas
meniru kelicikan para misionaris dalam menghancurkan Islam.

BERDIRI SAAT MAHAL QIYAM DALAM PEMBACAAN MAULID

Mengenai berdiri saat maulid ini, merupakan Qiyas dari menyambut kedatangan Islam dan
Syariah Rasul saw, dan menunjukkan semangat atas kedatangan sang pembawa risalah pada
kehidupan kita, hal ini lumrah saja, sebagaimana penghormatan yang dianjurkan oleh Rasul
saw adalah berdiri, sebagaimana diriwayatkan ketika Sa’ad bin Mu’adz ra datang maka
Rasul saw berkata kepada kaum anshar : “Berdirilah untuk tuan kalian” (Shahih Bukhari
hadits No.2878, Shahih Muslim hadits No.1768), demikian pula berdirinya Thalhah ra untuk
Ka’b bin Malik ra.

Memang mengenai berdiri penghormatan ini ada ikhtilaf ulama, sebagaimana yang
dijelaskan bahwa berkata Imam Alkhattabiy bahwa berdirinya bawahan untuk majikannya,
juga berdirinya murid untuk kedatangan gurunya, dan berdiri untuk kedatangan Imam yang
adil dan yang semacamnya merupakan hal yang baik, dan berkata Imam Bukhari bahwa yang
dilarang adalah berdiri untuk pemimpin yang duduk, dan Imam Nawawi yang berpendapat bila
berdiri untuk penghargaan maka taka apa, sebagaimana Nabi saw berdiri untuk kedatangan
putrinya Fathimah ra saat ia datang, namun adapula pendapat lain yang melarang berdiri
untuk penghormatan.(Rujuk Fathul Baari Almasyhur Juz 11 dan Syarh Imam Nawawi ala
Shahih muslim juz 12 hal 93)

Namun dari semua pendapat itu, tentulah berdiri saat mahal qiyam dalam membaca maulid
itu tak ada hubungan apa - apa dengan semua perselisihan itu, karena Rasul saw tidak dhohir
dalam pembacaan maulid itu, lepas dari anggapan ruh Rasul saw hadir saat pembacaan
maulid, itu bukan pembahasan kita, masalah seperti itu adalah masalah ghaib yang tak
bisa disyarahkan dengan hukum dhohir, semua ucapan diatas adalah perbedaan pendapat
mengenai berdiri penghormatan yang Rasul saw pernah melarang agar sahabat tak berdiri
untuk memuliakan beliau saw.

Jauh berbeda bila kita yang berdiri penghormatan mengingat jasa beliau saw, tak terikat
dengan beliau hadir atau tidak, bahwa berdiri kita adalah bentuk semangat kita menyambut
risalah Nabi saw, dan penghormatan kita kepada kedatangan Islam, dan kerinduan kita pada
nabi saw, sebagaimana kita bersalam pada Nabi saw setiap kita shalat pun kita tak melihat
beliau saw.

Diriwayatkan bahwa Imam Al hafidh Taqiyuddin Assubkiy rahimahullah, seorang Imam
Besar dan terkemuka dizamannya bahwa ia berkumpul bersama para Muhaddits dan Imam

Imam besar di zamannya dalam perkumpulan yang padanya di bacakan puji - pujian untuk
Nabi saw, lalu diantara syair - syair itu merekapun seraya berdiri termasuk Imam Assubkiy
dan seluruh Imam - Imam yang hadir bersamanya, dan didapatkan kesejukkan yang luhur
dan cukuplah perbuatan mereka itu sebagai panutan.

Dan berkata Imam Ibn Hajar Alhaitsamiy rahimahullah bahwa Bid’ah hasanah sudah menjadi
kesepakatan para Imam bahwa itu merupakan hal yang sunnah, (berlandaskan hadist Shahih
Muslim No.1017 yang tercantum pada Bab Bid’ah) yaitu bila dilakukan mendapat pahala
dan bila ditinggalkan tidak mendapat dosa, dan mengadakan maulid itu adalah salah satu
Bid’ah hasanah.

Dan berkata pula Imam Assakhawiy rahimahullah bahwa mulai abad ketiga hijriyah,
mulailah hal ini dirayakan dengan banyak sedekah dan perayaan agung ini diseluruh dunia
dan membawa keberkahan bagi mereka yang mengadakannya. (Sirah Al Halabiyah Juz 1 hal
137)

Pada hakekatnya, perayaan maulid ini bertujuan mengumpulkan muslimin untuk Medan Tablig
dan bersilaturahmi sekaligus mendengarkan ceramah islami yang diselingi bershalawat dan
salam pada Rasul saw, dan puji pujian pada Allah dan Rasul saw yang sudah diperbolehkan
oleh Rasul saw, dan untuk mengembalikan kecintaan mereka pada Rasul saw, maka
semua maksud ini tujuannya adalah kebangkitan risalah pada ummat yang dalam ghaflah,
maka Imam dan Fuqaha manapun tak akan ada yang mengingkarinya karena jelas - jelas
merupakan salah satu cara membangkitkan keimanan muslimin, hal semacam ini tak pantas
dipungkiri oleh setiap muslimin aqlan wa syar’an (secara logika dan hukum syariah), karena
hal ini merupakan hal yang mustahab (yang dicintai), sebagaiman kaidah syariah bahwa
“Maa Yatimmul waajib illa bihi fahuwa wajib”, semua yang menjadi penyebab kewajiban
dengannya maka hukumnya wajib.

Contohnya saja bila sebagaimana kita ketahui bahwa menutup aurat dalam shalat hukumnya
wajib, dan membeli baju hukumnya mubah, namun suatu waktu saat kita akan melakukan
shalat kebetulan kita tak punya baju penutup aurat kecuali harus membeli dulu, maka
membeli baju hukumnya berubah menjadi wajib, karena perlu dipakai untuk melaksanakan
shalat yang wajib .

Contoh lain misalnya sunnah menggunakan siwak, dan membuat kantong baju hukumnya
mubah saja, lalu saat akan bepergian kita akan membawa siwak dan baju kita tak berkantong,
maka perlulah bagi kita membuat kantong baju untuk menaruh siwak, maka membuat
kantong baju di pakaian kita menjadi sunnah hukumnya, karena diperlukan untuk menaruh
siwak yang hukumnya sunnah.

Maka perayaan Maulid Nabi saw diadakan untuk Medan Tablig dan Dakwah, dan dakwah
merupakan hal yang wajib pada suatu kaum bila dalam kemungkaran, dan ummat sudah tak
perduli dengan Nabinya saw, tak pula perduli apalagi mencintai sang Nabi saw dan rindu
pada sunnah beliau saw, dan untuk mencapai tabligh ini adalah dengan perayaan Maulid
Nabi saw, maka perayaan maulid ini menjadi wajib, karena menjadi perantara Tabligh dan
Dakwah serta pengenalan sejarah Sang Nabi saw serta silaturahmi.

Sebagaimana penulisan Alqur’an yang merupakan hal yang tak perlu dizaman Nabi saw,
namun menjadi sunnah hukumnya di masa para sahabat karena sahabat mulai banyak yang
membutuhkan penjelasan Alqur’an, dan menjadi wajib hukumnya setelah banyaknya para
sahabat yang wafat, karena ditakutkan sirnanya Alqur’an dari ummat, walaupun Allah telah
menjelaskan bahwa Alqur’an telah dijaga oleh Allah.

Hal semacam in telah di fahami dan dijelaskan oleh para khulafa’urrasyidin, sahabat
radhiyallahu’anhum, Imam dan Muhadditsin, para ulama, fuqaha dan bahkan orang muslimin
yang awam, namun hanya sebagian saudara - saudara kita muslimin yang masih bersikeras
untuk menentangnya, semoga Allah memberi mereka keluasan hati dan kejernihan, amiin.
Walillahittaufiq

Sumber : "Kenalilah Aqidahmu 2"

Tidak ada komentar: