A.
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Pendidikan merupakan bagian yang
tidak dapat dipisahkan dari hidup dan kehidupan manusia. John Dewey menyatakan,
bahwa pendidikan sebagai salah satu kebutuhan, fungsi sosial, sebagai
bimbingan, sarana pertumbuhan yang mempersiapkan dan membukakan serta membentuk
disiplin hidup. Selanjutnya, Prof. Dr. Omar Muhammad al-Thoumy al-Syaibany
mendefinisikan pendidikan sebagai proses mengubah tingkah laku individu pada
kehidupan pribadi, masyarakat dan alam sekitarnya, dengan cara pengajaran
sebagai suatu aktivitas asasi dan profesi diantara berbagai profesi asasi dalam
masyarakat. Al-Syaibany melihat pendidikan adalah proses perubahan tingkah alau
yang terjadi pada diri individu, maupun masyarakat. Dengan demikian, pendidikan
bukanlah aktivitas dengan proses yang sekali jadi (instant).[1]
Untuk membentuk disiplin hidup
maka perlu adanya Pendidikan Islam. Yang mengembangkan kemampuan individu
secara maksimal dan positif. Dalam pendidikan Islam itu sendiri terdapat
konsep-konsep dalam mengembangkan kemampuan individu yaitu Ta’dib, Ta’lim dan
Tarbiyah. Dengan adanya konsep-konsep tersebut maka terealisasikannya
pendidikan dan tujuan pendidikan.
2.
Pokok Bahasan
a.
Konsep ta’lim adalah proses pengajaran yang lebih mengarah pada aspek kognitif.
b.
Konsep ta’dib adalah suatu pendidikan yang lebih mengarah pada aspek
afektif.
c.
Konsep tarbiyah adalah proses pengajaran yang mampu menumbuhkan dan
mengembangkan peserta didik, yang mencakup Afektif, Kognitif dan Psikomotorik.
B. PEMBAHASAN
Dalam pendidikan Islam terdapat tiga konsep dasar pendidikan Islam, yaitu Ta’lim,
Ta’dib, dan Tarbiyah. Untuk lebih jelasnya ketiga konsep tersebut akan
dijelaskan sebagai berikut :
1.
Ta’lim
Kata ta’lim berasal dari kata
dasar “allama” yang berarti mengajar, mengetahui.[2]
Pengajaran (ta’lim) lebih mengarah pada aspek kognitif, ta’lim
mencakup aspek-aspek pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan seseorang
dalam hidupnya serta pedoman perilaku yang baik.
Abdul Fatah Jalal mengemukakan
bahwa Ta'lim adalah proses pemberian pengetahuan, pemahaman.
pengertian, tanggung jawab, dan penanaman amanah, sehingga terjadi
penyucian (tazkiyah) atau pembersihan diri manusia dari segala
kotoran yang menjadikan diri manusia itu berada dalam suatu kondisi yang
memungkinkan untuk menerima al-hikmah serta mempelajari segala
yang bermanfaat baginya dan yang tidak diketahuinya.[3]
Berdasarkan pengertian ini
dipahami bahwa dari segi peserta didik yang menjadi sasarannya, lingkup
term al-ta'lim lebih universal dibandingkan dengan lingkup
term al-tarbiyah karena al-ta‘lim mencakup fase bayi.
anak-anak, remaja, bahkan orang dewasa. Sedangkan al-tarbiyah khusus
diperuntukan untuk pendidikan dan pengajaran fase bayi dan anak-anak.
Muhammad Rasyid Ridha mengartikan
ta’lim dengan : “Proses transmisi berbagai ilmu pengetahuan pada jiwa individu
tanpa adanya batasan dan ketentuan tertentu”.[4] Definisi
ta’lim menurut Abdul Fattah Jalal, yaitu sebagai proses pemberian pengetahuan,
pemahaman, pengertian, tanggung jawab dan penanaman amanah, sehingga penyucian
diri manusia itu berada dalam suatu kondisi yang memungkinkan untuk menerima
al-hikmah serta mempelajari segala apa yang bermanfaat baginya dan yang tidak
diketahuinya.[5]
Mengacu pada definisi ini, ta’lim berarti
adalah usaha terus menerus manusia sejak lahir hingga mati untuk menuju dari
posisi “tidak tahu” ke posisi “tahu” seperti yang digambarkan dalam surat An
Nahl ayat 78.
ª!$#ur Nä3y_t÷zr& .`ÏiB ÈbqäÜç/ öNä3ÏF»yg¨Bé& w cqßJn=÷ès? $\«øx© @yèy_ur ãNä3s9 yìôJ¡¡9$# t»|Áö/F{$#ur noyÏ«øùF{$#ur
öNä3ª=yès9 crãä3ô±s? ÇÐÑÈ
Artinya : Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan tidak
mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati,
agar kamu bersyukur.
Muhammad
Athiyah al-Abrasy mengemukakan pengertian al-ta'lim yang
berbeda dari pendapat-pendapat di atas. Beliau menyatakan bahwa al-ta'lim lebih
khusus daripada al-tarbiyah karena al-ta'lim hanya
merupakan upaya menyiapkan individu
dengan mengacu kepada aspek-aspek tertentu sja, sedangkan al-tarbiyah mencakup
keseluruhan aspek-aspek pendidikan.[6]
Dari pengertian diatas, ta’lim
mencakup aspek-aspek pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan seseorang
dalam hidupnya serta pedoman perilaku yang baik, sebagai upaya untuk
mengembangkan, mendorong dan mengajak manusia lebih maju dan kehidupan yang
mulia, sehingga terbentuk pribadi yang lebih sempurna, baik yang berkaitan
dengan akal, perasaan maupun perbuatan karena seseorang dilahirkan dalam
keadaan tidak mengetahui sesuatu apapun, tetapi ia dibekali dengan berbagai
potensi untuk mengembangkan keterampilannya tersebut agar dapat memahami ilmu
serta memanfaatkannya dalam kehidupan.
Pengajaran mencakup teoritis dan
praktis sehingga peserta didik memperoleh kebijakan dan menjauhi kemadaratan.
Pengajaran itu juga mencakup ilmu pengetahuan dan al-hikmah (bijaksana),
misalnya guru matematika akan berusaha mengajarkan al-hikmah matematika, yaitu
pengajaran nilai kepastian dan ketepatan dalam mengambil sikap dan tindakan
dalam kehidupannya, yang dilandasi oleh pertimbangan yang rasional dan
perhitungan yang matang.
2.
Ta’dib
Kata ta’dib secara etimologis adalah bentuk masdar yang berasal dari kata “addaba”,
yang artinya membuat makanan, melatih dengan akhlak yang baik, sopan santun,
dan tata cara pelaksanaan sesuatu yang baik.[7]
Muhammad Nadi al-Badri,
sebagaimana dikutip oleh Ramayulis, mengemukakan bahwa pada zaman klasik, orang
hanya mengenal kata ta‘dib untuk menunjukkan kegiatan
pendidikan. Pengertian seperti ini terus terpakai sepanjang masa kejayaan
Islam, hingga semua ilmu pengetahuan yang dihasilkan oleh akal manusia waktu
itu disebut adab, baik yang berhubungan langsung dengan Islam
seperti: fiqh, tafsir, tauhid, ilmu bahasa Arab dan sebagainya maupun yang
tidak berhubungan langsung seperti ilmu fisika, filasafat, astronomi,
kedokteran, farmasi dan lain-lain. Semua buku yang memuat ilmu tersebut
dinamai kutub al-adab. Dengan demikian terkenallah al-Adab al-Kabir dan al-Adab
al-Shaghir yang ditulis oleh Ibn al-Muqaffa (w. 760 M). Seorang
pendidik pada waktu itu disebut Mu‘addib.[8]
Menurut al-Naquib, al-Attas, ta’dib berarti pengenalan dan pengakuan yang
secara berangsur-angsur ditanamkan kepada manusia tentang tempat-tempat yang
tepat dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan, sehingga membimbing ke
arah pengenalan dan pengakuan kekuatan dan keagungan Tuhan di dalam
tatanan wujud dan keberadaannya. [9]
Pengertian ini berdasarkan Hadis Nabi Saw.:
أَدَّبَنِى رَبِّى
فَأَحْسَنَ تَأْدِيْبِى
"Tuhanku telah mendidikku
dan telah membaguskan pendidikanku".
Dalam pengertian ta’dib di atas
bahwasannya pendidikan dalam pespektif Islam adalah usaha agar orang mengenali
dan mengetahui sesuatu sistem pengajaran tertentu. Seperti halnya dengan cara
mengajar, dengan mengajar tersebut individu mampu untuk mengembangkan
pengetahuan dan keterampilannya, misalnya seorang pendidik memberikan teladan
atau contoh yang baik agar ditiru, memberikan pujian, dan hadiah, mendidik
dengan cara membiasakan, dengan adanya konsep ta’dib tersebut maka terbentuklah
seorang Individu yang muslim dan berakhlak. Pendidikan ini dalam sistem pendidikan
dinilai sangat penting fungsinya, karena bagaimanapun sederhananya komunitas
suatu masyarakat pasti membutuhkan atau memerlukan pendidikan ini terutama
dalam pendidikan akhlak. Dari usaha pembinaan dan pengembangan ini diharapkan
manusia mampu berperan sebagai pengabdi Allah dengan ketaatan yang optimal
dalam setiap aktivitas kehidupannya, sehingga terbentuk akhlak yang mulia yang
dimiliki serta mampu memberi manfaat bagi kehidupan alam dan lingkungannya.
Jadi terwujudlah sosok manusia yang beriman dan beramal shaleh.
Dalam konsep ta’dib mengandung
tiga unsur, yaitu: pengembangan iman, pengambangan ilmu, pengembangan amal.[10] Hubungan
antara ketiga sangat penting karena untuk tujuan pendidikan juga. Iman
merupakan suatu pengakuan terhadap apa yang diciptakan Allah di dunia ini yang
direalisasikan dengan ilmu, dan konsekuensinya adalah amal. Ilmu
harus dilandasi dengan iman, dengan iman maka ilmu harus mampu membentuk amal
karena ilmu itu harus diamalkan kepada orang yang belum mengetahuinya, dengan
terealisasikannya unsur tersebut maka akan terwujudnya tujuan pendidikan.
Dalam sosok pribadi manusia
beriman dan beramal shaleh tersebut dapat digambarkan bahwa mereka memiliki
jati diri sebagai pengabdi Allah, serta ikut dalam berkreasi dan berinovasi
guna kepentingan kesejahteraan hidup bersama. Atas dasar keimanan, mampu
memelihara hubungan dengan Allah dan antara dirinya dengan sesama makhluk
Allah, sedangkan realisasi dan keimanan itu terlihat dari kemampuan untuk
senantiasa berkreasi dan berinovasi yang bernilai bagi kehidupan bersama.
Ta’dib sebagai upaya dalam
pembentukan adab (tata krama), terbagi atas empat macam:[11]
a.
Ta’dib adalah al-haqq, pendidikan tata krama spiritual dalam kebenaran, yang di dalamnya segala
yang ada memiliki kebenaran dan dengannya segala sesuatu diciptakan.
b.
Ta’dib adab al-Khidmah, pendidikan tata krama spiritual dalam pengabdian.
c.
Ta’dib adab al-Syari’ah, pendidikan tata krama yang tata caranya telah digariskan oleh Allah
memalui wahyu.
d.
Ta’dib adab al-shuhbah, pendidikan tata krama dalam persahabatan, berupa saling menghormati dan
saling tolong menolong.
3.
Tarbiyah
Dalam bahasa Arab, kata at-tarbiyah memiliki tiga akar kebakaan, yaitu :[12]
a.
Rabba, yarbu: yang memiliki makna tumbuh, bertambah, berkembang.
b.
Rabbi, yarba: yang memiliki makna tumbuh dan menjadi besar atau dewasa.
c.
Rabba, yarubbu: yang memiliki makna memperbaiki, mengatur, mengurus dan mendidik,
menguasai dan memimpin, menjaga dan memelihara.
Menurut Musthafa Al-Ghalayani, at-tarbiyah adalah penanaman etika
yang mulia pada anak yang sedang tumbuh dengan cara memberi petunjuk dan
nasihat, sehingga ia memiliki potensi dan kompetensi jiwa yang mantap, yang
dapat membuahkan sifat-sifat bijak, baik cinta akan kreasi, dan berguna bagi
tanah airnya.[13]
Tarbiyah (pendidikan) merupakan transformasi pengetahuan dari satu generasi
kegenerasi, atau dari orang tua kepada anaknya. Transformasi pengetahuan ini
dilakukan dengan penuh keseriusan agar peserta didik memiliki sikap dan
semangat yang tinggi dalam memahami dan menyadari kehidupannya, sehingga
terbentuk ketakwaan, budi pekerti, dan kepribadian yang luhur. Dengan
terbentuknya individu seperti itu maka suatu pendidikan dapat terealisasikan
tujuannya.
Dalam pendidikan (tarbiyah) ini mencakup ranah kognitif, afektif,
psikomotorik, ketiga ranah tersebut harus dimiliki peserta didik, agar apa yang
jadi visi misi lembaga institusi tertentu bisa terwujud tujuan pendidikannya,
untuk itu maka pendidik dalam mendidik harus memiliki rasa keseriusan,
keikhlasan dalam menjalankan tugas-tugasnya. Agar peserta didik menjadi sosok
yang diharapkan dan bisa bermanfaat bagi dirinya sendiri dan juga masyarakat.
Musthafa al-Maraghi membagi aktivitas al-tarbiyah menjadi dua macam:[14]
a.
Tarbiyah khalaqiyyah, yaitu pendidikan yang terkait dengan perumbuhan jasmani manusia, agar
dapat dijadikan sebagai sarana dalam pengembangan rohaninya.
b.
Tarbiyah diniyah tahdzibiyyah, pendidikan yang terkait dengan pembinaan dan pengembangan akhlak dan
agama manusia.
Dalam pengertian tarbiyah ini menunjukkan bahwa pendidikan islam tidak
sekedar menitik beratkan pada kebutuhan jasmani, tetapi diperlukan juga
pengembangan kebutuhan psikis, sosial, etika dan agama untuk kebahagiaan hidup
di dunia dan akhirat.
Pendidikan Islam yang dilakukan harus mencakup proses transformasi
kebudayaan, nilai dan ilmu pengetahuan dan aktualisasi terhadap seluruh potensi
yang dimiliki oleh peserta didik, agar mencetak peserta didik ke arah insan
kamil, yaitu insan sempurna yang tahu dan sadar akan diri dan lingkungan.
C.
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Pendidik dalam perspektif Islam mencakup tiga konsep, yaitu :
a.
Konsep ta’dib : Pendidikan yang mengedepankan aspek afektif, agar dapat
membentuk pribadi manusia beriman dan beramal shaleh.
Ta’dib terbagi menjadi 4 macam yaitu :
1)
Ta’dib adab al-haqq
2)
Ta’dib adab al-khidmah
3)
Ta’dib adab al-syari’ah
4)
Ta’dib adab al-shuhbah
b.
Konsep ta’lim: proses pendidikan yang mengarah pada aspek kognitif, dengan
cara mengembangkan kemampuan, keterampilan peserta didik,
c.
Konsep tarbiyah: proses pengajaran untuk mengembangkan, menumbuhkan yang mencakup
kognitif, afektif, dan psikomotorik.
2.
Saran
Dalam suatu pendidikan Islam
peserta didik harus mampu mengembangkan kemampuannya dalam ranah kognitif,
afektif, dan psikomotorik dan harus adanya keseimbangan antara ketiga ranah
tersebut, agar terwujudnya sosok pribadi yang bertaqwa dan berakal shaleh dan
agar menjalani insan kamil.
DAFTAR PUSTAKA
Abd
al-Fatah Jalal. Min al-Ushul al-Tarbawiyyah fi al-Islam. Mesir: Dar
al-Kutub
al-Mushriyyah.
1977.
Al-Abrasyi, Muhammad
Athiyah. al-Tarbiyyah al-Islāmiyah wa Falāsifatuhā,
Mishr:
Isa al-Babiy al-halabiy wa Syurakah.
Halim, Mahmud, Ali,
Abdul. Pendidikan Ruhani. Jakarta : Gema Insani Press.
2000.
Jalaludin. Teologi
Pendidikan. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. 2003.
Mujib, Abdul. Ilmu
Pendidikan Islam. Jakarta : Kencana Prenada Media. 2006.
Nasir, Ridlwan. Mencari
Tipologi Format Pendidikan Ideal. Yogyakarta : Pustaka
Pelajar. 2005.
Ramayulis. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta:
Kalam Mulia. 1991.
Tafsir, Ahmad. Ilmu
Pendidikan Dalam Perpektif Islam. Bandung : Remaja
Rosdakarya. 1984.
[3] Abd
al-Fatah Jalal. Min al-Ushul al-Tarbawiyyah fi al-Islam. Mesir: Dar
al-Kutub al-Mushriyyah, 1977. Hal. 17
[4] Ahmad Tafsir. Ilmu Pendidikan Dalam Perpektif
Islam. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1992). Hal. 31
[5] Ridlwan Nasir. Mencari Tipologi Format
Pendidikan Ideal. (Yogyakarta : Pustaka Belajar, 2005). Hal. 47
[6] Al-Abrasyi,
Muhammad Athiyah. al-Tarbiyyah al-Islāmiyah wa Falāsifatuhā, Mishr:
Isa al-Babiy al-halabiy wa Syurakah, t.th. Hal. 7
[7] Ridlwan
Nasir. Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal. (Yogyakarta:
Pustaka belajar. 2005). Hal.44
[9] Ahmad
Tafsir. Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam. (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 1992). Hal. 29
[10] Ahmad Tafsir. Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif
Islam. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1992). Hal. 52-53
[13] Ridlwan Nasir. Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal. (Yogyakarta:
Pustaka belajar, 2005). Hal. 47
Tidak ada komentar:
Posting Komentar