Indra tengah asik merapikan puluhan pasang sandal dekil dan berdebu di teras rumahnya, tak terlihat sedikitpun perasaan risih atau jijik meski tangannya kotor oleh debu dan juga kotoran lainnya yang menempel di bawah sandal-sandal itu.
Satu persatu ia menyusunnya dengan baik dan rapih agar nanti begitu para pemiliknya keluar rumah, mereka bisa menemukan dan memakain
ya dengan mudah tanpa sulit mencari atau bahkan tertukar. Saat masuk beberapa saat lalu, para pemilik sandal itu tak mempedulikan letak sandalnya, ada yang terpisah kanan dan kirinya, banyak yang menumpuk dan sudah pasti tak beraturan.
“Tumben Ayah mau pegang-pegang sandal kotor begitu…” suara isterinya memecah keasikannya bercengkerama dengan sandal-sandal berdebu. Sebagian besar bentuknya sudah jauh dari aslinya. Ada yang sudah hampir putus, bahkan ada yang sudah putus namun disambung tali rapiah.Ada yang saking seringnya dipakai sehingga sudah super tipis nyaris bolong.
Hampir semua sandal warnanya sudah pudar dan tak jelas lagi warna aslinya. Setelah dihitung, jumlah sandal yang ada tak sama dengan jumlah anak yang masuk ke dalam rumahnya. Hmm, berarti ada yang tak pakai sandal …
“Ooh, ya ampun karpet kita kotor donk yah …” lagi-lagi suara isterinya yang khawatir begitu tahu ada anak-anak yang tak memakai alas kaki masuk ke dalam rumahnya. Belum sempat isterinya beranjak mencaritahu anak-anak yang tak memakai sandal, Indra menangkap lengan isterinya, “Biarsaja, jangan ganggu keceriaan mereka.”
Biasanya, Indra memang terkenal resik dan enggan melihat sandal kotor berada di halaman atau lingkungan rumahnya yang mewah. Ia tak mengizinkan siapapun, termasuk para pembantunya memarkir sandal yang sudah usang di area tempat tinggalnya. Lebih baik ia memberi uang agar pembantunya membeli yang baru dan memintanya membuang sandal usangnya. Tetapi kali ini berbeda, puluhan sandal jepit dekil, kumal dan berdebu disentuhnya tanpa ragu.
“Sandal-sandal dekil ini mungkin yang akan memberikan kemuliaan kepada kita di akhirat nanti,” jelas Indra kepada isterinya. Indra mengerti betul bahwa memuliakan anak yatim, menghadirkan anak-anak yatim di rumahnya akan memberikan kemuliaan pada dirinya kelak. Ia ingin berdampingan bersama Rasulullah SAW di surga nanti seperti dua jari, begitu dekat, sangat dekat.
“Anak-anak yatim dengan pakaian usang, rambut yang bau matahari, tak beralas kaki dan mungkin aroma tubuh yang tak sesedap anak-anak kita, seketika akan membuat rumah kita tak nyaman. Karpet jadi kotor, halaman rumah kita berdebu. Tetapi kehadiran merekalah yang insya Allah memberikan kita tempat ternyaman di surge nanti,” kali ini isterinya mengangguk tersenyum.
Memang hari itu hanyalah satu kesempatan memberi santunan dan berbuka puasa bersama puluhananak-anak yatim di rumahnya. Berharap tak hanya hari itu saja ia dankeluarganya bisa memuliakan anak-anak kunci surgaitu. Tak hanya makanan berbuka, santunan uang, pakaian untuk berlebaran pun disiapkan, termasuk puluhan sandal baru untuk mereka tanpa bermaksud meminta mereka “membuang” sandal-sandal dekilnya.
Selama bulan Ramadhan ini, banyak terlihat sandal-sandal dekil berdebu masuk dan parkir di rumah mewah, di gedung perkantoran yang biasanya hanya dihiasi sepatu-sepatu mengkilap, di hotel-hotel yang hanya menerima tamu-tamu terhormat. Indahnya Ramadhan, memberikan kesempatan tempat-tempat yang tak biasa disinggahi anak-anak yatim untuk menebarkan kemuliaannya.
Semoga terus seperti itu anak-anak yatim dimuliakan, tak hanya di bulan Ramadhan. Karena mereka salah satu kunci surge buatkita, merekalah yang kelak memberikesaksian di hadapan Allah saat kita tak tahu lagi amal shalih yang mana yang bisa menyelamatkan kita dari api neraka. Boleh jadi, sandal-sandal dekil yang pernah mampir di halaman rumah kita itulah yang kelak memuluskan jalan masuk ke surga.
“Tumben Ayah mau pegang-pegang sandal kotor begitu…” suara isterinya memecah keasikannya bercengkerama dengan sandal-sandal berdebu. Sebagian besar bentuknya sudah jauh dari aslinya. Ada yang sudah hampir putus, bahkan ada yang sudah putus namun disambung tali rapiah.Ada yang saking seringnya dipakai sehingga sudah super tipis nyaris bolong.
Hampir semua sandal warnanya sudah pudar dan tak jelas lagi warna aslinya. Setelah dihitung, jumlah sandal yang ada tak sama dengan jumlah anak yang masuk ke dalam rumahnya. Hmm, berarti ada yang tak pakai sandal …
“Ooh, ya ampun karpet kita kotor donk yah …” lagi-lagi suara isterinya yang khawatir begitu tahu ada anak-anak yang tak memakai alas kaki masuk ke dalam rumahnya. Belum sempat isterinya beranjak mencaritahu anak-anak yang tak memakai sandal, Indra menangkap lengan isterinya, “Biarsaja, jangan ganggu keceriaan mereka.”
Biasanya, Indra memang terkenal resik dan enggan melihat sandal kotor berada di halaman atau lingkungan rumahnya yang mewah. Ia tak mengizinkan siapapun, termasuk para pembantunya memarkir sandal yang sudah usang di area tempat tinggalnya. Lebih baik ia memberi uang agar pembantunya membeli yang baru dan memintanya membuang sandal usangnya. Tetapi kali ini berbeda, puluhan sandal jepit dekil, kumal dan berdebu disentuhnya tanpa ragu.
“Sandal-sandal dekil ini mungkin yang akan memberikan kemuliaan kepada kita di akhirat nanti,” jelas Indra kepada isterinya. Indra mengerti betul bahwa memuliakan anak yatim, menghadirkan anak-anak yatim di rumahnya akan memberikan kemuliaan pada dirinya kelak. Ia ingin berdampingan bersama Rasulullah SAW di surga nanti seperti dua jari, begitu dekat, sangat dekat.
“Anak-anak yatim dengan pakaian usang, rambut yang bau matahari, tak beralas kaki dan mungkin aroma tubuh yang tak sesedap anak-anak kita, seketika akan membuat rumah kita tak nyaman. Karpet jadi kotor, halaman rumah kita berdebu. Tetapi kehadiran merekalah yang insya Allah memberikan kita tempat ternyaman di surge nanti,” kali ini isterinya mengangguk tersenyum.
Memang hari itu hanyalah satu kesempatan memberi santunan dan berbuka puasa bersama puluhananak-anak yatim di rumahnya. Berharap tak hanya hari itu saja ia dankeluarganya bisa memuliakan anak-anak kunci surgaitu. Tak hanya makanan berbuka, santunan uang, pakaian untuk berlebaran pun disiapkan, termasuk puluhan sandal baru untuk mereka tanpa bermaksud meminta mereka “membuang” sandal-sandal dekilnya.
Selama bulan Ramadhan ini, banyak terlihat sandal-sandal dekil berdebu masuk dan parkir di rumah mewah, di gedung perkantoran yang biasanya hanya dihiasi sepatu-sepatu mengkilap, di hotel-hotel yang hanya menerima tamu-tamu terhormat. Indahnya Ramadhan, memberikan kesempatan tempat-tempat yang tak biasa disinggahi anak-anak yatim untuk menebarkan kemuliaannya.
Semoga terus seperti itu anak-anak yatim dimuliakan, tak hanya di bulan Ramadhan. Karena mereka salah satu kunci surge buatkita, merekalah yang kelak memberikesaksian di hadapan Allah saat kita tak tahu lagi amal shalih yang mana yang bisa menyelamatkan kita dari api neraka. Boleh jadi, sandal-sandal dekil yang pernah mampir di halaman rumah kita itulah yang kelak memuluskan jalan masuk ke surga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar