A. Pendahuluan
Pada permulaan abad ke-19 imperium Mughal
di anak Benua Indo-Pakistan secara pasti memasuki fase keruntuhan. Walaupun
nama dan bayangannya masih tetap nampak, khususnya di Delhi untuk
setengah abad kemudian, namun kekuasaanya yang riil telah musnah.
Kerajaan-kerajaan kecil, seperti Rajput, Jat, Maratha, Sikh serta lainnya, yang
muncul akibat kerapuhan para emperor Mughal setelah Awrangzeb, secara bertahap
dilindas oleh East India Company yang mulai membentuk koloninya di
Indo – Pakistan pada tahun 1757. Setelah pemberontakan 1857, imperium Mughal
secara resmi bertekuk lutut di bawah penjajahan Inggris.
Dengan runtuhnya imperium Mughal,
masyarakat Muslim Indo-Pakistan pun ikut runtuh. Kemegahan budaya, intelektual
dan kekuasaan mereka memudar dengan cepat. Sebaliknya, orang-orang Hindu, yang
pada masa kejayaan Islam di anak benua Indiamerupakan masyarakat kelas bawah,
kecuali pada Akbar, kini mulai mendominasi seluruh lapangan kehidupan. Hal ini
memang bertentangan dengan sejarah masa lalu mereka.
Akan tetapi, “penganakemasan” orang Hindu
oleh Inggeris serta kurangnya respons kaum muslimin terhadap kekuasaan dan
institusi-institusi Inggeris, ditambah lagi dengan ketidakmampuan warisan
keagamaan tradisional dalam menjawab tantangan zaman mengakibatkan tenggelamnya
masyarakat Muslim Indo-Pakistan. Inilah yang menandai mulainya sejarah
kontemporer umat Muslim di anak benua India. Pergantian rezim ini menggerakkan
beberapa kekuatan yang menimbulkan perubahan sejumlah praktek keagamaan dan
struktur sosio politik umat Muslim di anak benua ini dan pada
ujungnya mengantarkan pada pembentukan tiga negara nasional, dua di antaranya
didominasi oleh mayoritas Muslim, sedang satu di antaranya umat Muslim berada
pada posisi minoritas.
Dalam peta pembaharuan di anak Benua India
ini muncullah “dewa-dewa penyelamat” yang mengajak kaum Muslimin kembali kepada
semangat asli Islam untuk merebut kejayaan yang pernah dimiliki serta menjawab
tantangan-tantangan zaman yang dihadapi khususnya yang datang dari Barat.
Implementasi ajakan ini berupa reorientasi dan reformasi pemahaman terhadap
warisan-warisan keagamaan yang dimiliki kaum Muslimin pada Bangsa
Indo-Pakistan. Salah seorang tokoh pembaruan yang terkenal di anak benua adalah
Sayyid Ahmad Khan, yang terkenal lewat Gerakan Madrasah Aligarh yang
melahirkan tokoh-tokoh pembaharu selanjutnya.
B. Sayyid Ahmad Khan dan Ide Pembaharuannya
1. Riwayat Hidup Sayyid Ahmad Khan
Sayyid Ahmad Khan lahir di Delhi pada tahun
1817 dan menurut keterangan ia berasal dari keturunan Husein, cucu Nabi
Muhammad melalui Fatimah dan Ali. Neneknya Sayyid Hadi adalah Pembesar Istana
di zaman Alamghir II (1754- 1759). Ia mendapat didikan tradisional dalam
pengetahuan agama dan di samping Bahasa Arab ia juga belajar Bahasa Persia.
Sayyid Ahmad Khan adalah orang yang rajin membaca. Ketika usianya 18 tahun ia
bekerja pada Serikat India Timur, kemudian bekerja pula sebagai hakim,
tetapi pada tahun 1846 ia pulang kembali ke Delhi untuk
meneruskan studi.
Pada masa Pemberontakan 1857 ia berusaha
mencegah terjadinya kekerasan dan banyak menolong orang Inggris dari
pembunuhan. Pihak Inggeris menganggap ia telah banyak berjasa dan ingin
membalas jasa tersebut, tetapi hadiah yang dianugerahkan Inggeris ditolaknya,
ia hanya menerima Gelar Sir dari pemerintahan Inggeris dari berbagai hadiah
yang ditawarkan tersebut. Hubungannya dengan pihak Inggeris sangat baik dan
inilah yang dipergunakannya untuk kepentingan ummat Islam India.
Ahmad Khan berpendapat bahwa usaha
peningkatan kedudukan dan kesejahteraan ummat Islam India dapat diwujudkan
melalui kerja sama dengan Inggeris sebagai penguasa di India. Dalam fikirannya,
menentang kekuasaan Inggeris tidak akan membawa kebaikan bagi ummat Islam India
tetapi akan menjadikan umat Islam semakin mundur serta akan jauh ketinggalan
dari masyarakat Hindu India. Selain itu dasar ketinggian dan kekuatan Barat,
termasuk di dalamnya Inggeris, adalah ilmu pengetahuan dan teknologi modern.
Sehingga untuk mendapatkan kemajuan, ummat Islam harus pula menguasai ilmu
pengetahuan dan teknologi modern itu. Jalan yang harus ditempuh ummat Islam
memperoleh ilmu pengetahuan dan teknologi yang diperlukan itu bukanlah bekerja
sama dengan Hindu dalam menentang Inggeris tetapi memperbaiki dan memperkuat
hubungan baik dengan Inggris.
Untuk mewujudkan cita-citanya, ia
menerbitkan majalah “Tahzib al-Akhlak”. Pada tahun 1875, ia mendirikan lembaga
pendidikan Muhammedan Anglo Oriental College (MAOC) yang kemudian berkembang
menjadi Universitas Aligarh. Untuk mengukuhkan ide-idenya ia mendirikan All
India Muhammadan Education Conference (1886). Ia juga tercatat sebagai anggota
parlemen di Legislatif Council selama empat tahun (1878 – 1882).
Beberapa hasil karya Sayyid Ahmad Khan
adalah Atsar al-Sanadid (1874) yang merupakan hasil penelitiannya tentang
arkeologi di Delhi dan sekitarnya, Essay on life of Muhammad (1870), Tafsir
al-Qur’an sebanyak 6 jilid, Ibthal al-Ghulami (1890) dan Tabyin al-Kalam
(1860). Selain itu juga menulis dua buku Tarikh Sarkhasi Bignaur (1858) dan
Asbab Baghawad Hind (1858). Dari hasil karyanya ini terihat pula bahwa Sayyid
Ahmad Khan termasuk penulis yang produktif.
Atas usaha usahanya dan atas sikap kooperatif
yang ditunjukkannya terhadap Inggeris, Sayyid Ahmad Khan akhirnya berhasil
dalam merobah pandangan Inggeris terhadap ummat Islam India. Sementara itu
kepada ummat Islam dianjurkan agar tidak bersikap melawan tetapi sikap berteman
dan bersahabat dengan Inggeris. Cita citanya untuk menjalin hubungan baik
antara Inggeris dan ummat Islam dimaksudkan agar ummat Islam dapat merobah
nasib dari kemunduran. Keinginan ini telah dapat diwujudkan Sir Sayyid pada
masa hidupnya.
Ahmad Khan mengakhiri perjuangannya dengan
berpulangnya ke rahmatullah pada tanggal 27 Maret 1898 setelah menderita sakit
beberapa lama dalam usia 81 tahun, dan dimakamkan di Aligarh.
2. Ide-Ide Pembaharuannya
Sayyid Ahmad Khan melihat bahwa ummat Islam
India mundur karena tidak mengikuti perkembangan zaman. Ummat Islam tidak
menyadari bahwa peradaban Islam masa klasik telah runtuh dan digantikan
peradaban modern yang berasal dari dunia Barat. Dasar peradaban baru ini ialah
ilmu pengetahuan dan tekhnologi sebagai pondasi kokoh bagi kemajuan dan
kekuatan orang Barat modern yang berasal dari hasil pemikiran manusia. Oleh
karena itu akal bagi Sayyid Ahmad Khan mendapat penghargaan tinggi, namun bagi
sebahagian kalangan ummat Islam tradisional pada masanya berpegang teguh bahwa
kekuatan akal bukan tidak terbatas.
Oleh karena itu, Ahmad Khan percaya pada
kekuatan dan kebebasan akal, sungguhpun mempunyai batas, ia percaya pada
kebebasan dan kemerdekaan manusia dalam menentukan kehendak dan melakukan
perbuatan. Dengan kata lain, ia mempunyai faham qa¬dariah (free will and free
act) dan tidak faham jabariah atau fatalisme. Manusia menurutnya dianugerahi
Tuhan daya daya, seperti daya berfikir, yang disebut akal, dan daya fisik untuk
mewujudkan kehendaknya. Manusia mempunyai kebebasan untuk mempergunakan daya
daya yang diberikan Tuhan kepadanya itu.
Ahmad Khan menolak pula faham taklid bahkan
tidak segan segan menyerang faham ini. Sumber ajaran Islam menurut pendapatnya
hanyalah al-Qur’an dan Hadis. Pendapat ulama di masa lampau tidak mengikat bagi
ummat Islam dan di antara pendapat mereka ada yang tidak sesuai lagi dengan
zaman modern.
Secara sederhana bentuk-bentuk ide
pembaharuan Sayyid Ahmad Khan dapat pula dikembangkan sebagai berikut :
a. Bidang Keagamaan
Salah satu warisan keagamaan yang ditinjau
dan diperbaharui kembali, dan sangat fundamental serta mencakup seluruh aspek
Islam, adalah tafsir al-Qur’an. Untuk kegiatan ini, anak benua Indo-Pakistan
dapat berbangga diri, karena amat produktif dalam menelorkan mufassir liberal
dan radikal semisal Sayyid Ahmad Khan ini.
Pembaharuan penafsiran al-Qur’an yang
dilakukan adalah berusaha mengadaptasikan ajaran-ajaran al-Qur’an dengan
tuntutan-tuntutan zaman modern. Ini terwujud dengan terbitnya volume pertama
dari enam jilid tafsir karya Ahmad Khan pada tahun 1880.
Sayyid Ahmad Khan berpendapat bahwa
al-Qur’an dan hadis merupakan sumber hukum Islam. Ia sangat selektif dalam
menerima hadis. Dengan munculnya hadis-hadis palsu, ia berpandangan bahwa tugas
kaum muslimin sekarang dalam memelihara hadis adalah merumuskan “standar
penilaian modern terhadap hadis-hadis” ia tidak menjelaskan standar tersebut.
Oleh karena itu, ia hanya menerima hadis yang sesuai dengan nash dan ruh
al-Qur’an, yang sesuai dengan akal dan pengalaman manusia, dan yang tidak
bertentangan dengan hakikat-hakikat sejarah.
Berkaitan dengan pembagian hadis kepada
Mutawatir, Masyhur dan Ahad, ia berpendapat bahwa hadis Mutawatir dapat
diterima, hadis Masyhur tidak dapat diterima kecuali setelah diadakan
penelitian, sedangkan hadis Ahad tidak dapat diterima sama sekali. Menurut
Sayyid Ahmad Hadis yang dapat diterima tersebut dibagi kepada dua bagian yaitu
hadis yang berkaitan dengan agama dan hadis yang berkaitan dengan dunia. Hadis
yang berkaitan dengan ruang lingkup agama bersifat mengikat dan wajib diikuti,
sedangkan hadis yang berkaitan dengan perkara dunia, tidak termasuk tugas
kerasulan secara mutlak dan hanya berlaku khusus bagi kondisi dan keadaan
bangsa Arab pada masa nubuwwah, dan tidak mengikat bagi seluruh kaum muslimin.
Berkaitan dengan permasalahan fiqh, Sayyid
Khan mempunyai pandangan tersendiri yang mendekatkan antara perkara-perkara dan
dengan pemahaman peradaban barat, antara lain dalam masalah jihad, bunga bank,
poligami dan had.
Dalam masalah jihad, ia memandang bahwa jihad hanya disyari’atkan untuk membela diri dan hanya dalam satu keadaan, yaitu ketika orang-orang kafir menyerang kaum muslimin dengan tujuan mengubah agama (mengkafirkan). Apabila penyerangan kaum kafir ini bertujuan lain seperti pendudukan wilayah, dan tidak bertujuan mengubah agama, maka jihad tidak disyari’atkan. Sepertinya inilah yang mendorong Sayyid Khan untuk mengadakan hubungan persahabatan dengan Inggeris, karena menurutnya jalan inilah yang mencegah kehancuran umat Muslim India pada masa itu.
Dalam masalah jihad, ia memandang bahwa jihad hanya disyari’atkan untuk membela diri dan hanya dalam satu keadaan, yaitu ketika orang-orang kafir menyerang kaum muslimin dengan tujuan mengubah agama (mengkafirkan). Apabila penyerangan kaum kafir ini bertujuan lain seperti pendudukan wilayah, dan tidak bertujuan mengubah agama, maka jihad tidak disyari’atkan. Sepertinya inilah yang mendorong Sayyid Khan untuk mengadakan hubungan persahabatan dengan Inggeris, karena menurutnya jalan inilah yang mencegah kehancuran umat Muslim India pada masa itu.
Dalam masalah riba, Sayyid Ahmad Khan
berpendapat bahwa riba yang diharamkan ialah riba yang berlipat ganda, yang
dibayarkan oleh orang fakir sebagai imbalan atas hutangnya, sebagaimana adat
yang tersebar di kalangan Bangsa Arab. Adapun bunga yang jumlahnya sedikit
dalam mu’amalah perdagangan sekarang dan yang terdapat pada perbankan, bukanlah
riba yang diharamkan. Adapun masalah poligami, ia berpandangan bahwa pada
dasarnya Islam mengatur perkawinan dengan satu wanita, dan mensyari’atkan
keadilan bagi poligami. Berhubungan keadilan itu tidak mudah, maka poligami
tidak diperbolehkan kecuali pada kondisi pengecualian, seperti istri sulit
mendapatkan keturunan. Dalam masalah had (hukuman), Sayyid Ahmad Khan menolak
hukum rajam bagi pezina. Dia bersandar pada dua dalil, yaitu pertama, rajam
tidak disebutkan dalam al-Qur’an. Kedua, hadis-hadis tentang rajam hanyalah
menceritakan tentang kebiasaan yang tersebar pada saat itu mengikuti Yahudi.
Berdasarkan alasan itu pulalah, dia memandang bahwa diyat (denda) tidak lain
hanyalah kebiasaan Bangsa Arab Kuno dan tidak sesuai lagi dengan kondisi masa
sekarang.
b. Bidang Pendidikan
Sebagai telah disebut di atas, Sayyid Ahmad
Khan beranggapan bahwa jalan bagi ummat Islam India untuk melepaskan diri dari
kemunduran dan selanjutnya mencapai kemajuan, adalah dengan memperoleh ilmu
pengetahuan dan teknologi modern Barat. Untuk mencapai tujuan ini maka sikap
mental ummat yang kurang percaya kepada kekuatan akal, kurang percaya pada
kebebasan manusia dan kurang percaya pada adanya hukum alam, harus dirobah
terlebih dahulu. Perobahan sikap mental itu diusahakannya melalui
tulisan-tulisan dalam bentuk buku dan artikel artikel dalam majalah Tahzib Al
Akhlaq. Usaha melalui pendidikan juga tidak dilupakannya, bahkan pada akhirnya
ke dalam lapangan inilah dicurahkannya perhatian dan usahanya. Salah satu jalan
yang efektif untuk merobah sikap mental suatu bangsa menurut Sir Sayyid
haruslah melalui pendidikan.
Pada tahun 1861 Sayyid Ahmad Khan
mendirikan Sekolah Inggeris di Muradabad. Di tahun 1876 ia mengundurkan diri
sebagai pegawai Pemerintah Inggeris dan sampai akhir hayatnya di tahun 1898, ia
mementing¬kan pendidikan ummat Islam India. Di tahun 1878, ia mendirikan
sekolah Muhammedan Anglo Oriental College (MAOC) di Aligarh yang merupakan
karyanya yang bersejarah dan berpengaruh dalam upaya memajukan ummat Islam
India. Sekolah itu mempunyai peranan penting dalam kebangkitan ummat Islam
India, dan sekiranya tidak karena lembaga pendidikan tersebut ummat Islam India
di Pakistan sekarang akan lebih jauh lagi ketinggalan dari ummat-ummat
lain.
MAOC dibentuk sesuai dengan model sekolah
di Inggeris dan bahasa yang dipakai di dalamnya ialah Bahasa Inggeris. Direkturnya
berbangsa Inggeris sedang guru dan staffnya banyak terdiri atas orang Inggeris.
Ilmu pengetahuan modern merupakan sebahagian besar dari mata pelajaran yang
diberikan dengan tidak mengabaikan pendidikan agama. Sedangkan pada sekolah
Inggeris yang diasuh Pemerintah pendidikan agama tidak diajarkan. Dalam sistem
pendidikan di MAOC pendidikan agama Islam dan ketaatan siswa menjalankan ajaran
agama mendapat prioritas yang utama. Keistimewaan lainnya, sekolah tersebut
terbuka bagi seluruh lapisan masyarakat, baik Hindu, Parsi dan Kristen, bukan
hanya bagi orang Islam.
Sebelumnya pada tahun 1869/1870 Sayyid
Ahmad Khan telah berkunjung ke Inggeris, untuk mempelajari sistem pendidikan
Barat. Sekembalinya dari kunjungan itulah ia membentuk Panitia Peningkatan
Pendidikan Ummat Islam. Salah satu tujuan panitia tersebut adalah menyelidiki
sebab-sebab ummat Islam India sedikit sekali memasuki sekolah sekolah
Pemerintah. Di samping itu dibentuk pula Panitia Dana Pembentukan Perguruan
Tinggi Islam.
Di tahun 1886 ia juga membentuk Muhammedan Educational Conference dalam usaha mewujudkan pendidikan nasional yang seragam bagi ummat Islam India. Program dari lembaga ini yakni menyebarluaskan pendidikan Barat di kalangan ummat Islam, menyelidiki pendidikan agama yang diberikan di sekolah sekolah Inggeris yang didirikan oleh kalangan Islam serta menunjang pendidikan agama yang diberikan di sekolah sekolah swasta. Pada tahun itu juga diterbitkan pula jurnal mingguan “Aligarh Institut” yang menyebarluaskan informasi dan problematika mengenai seputar pengetahuan, pendidikan dan kebudayaan, serta lembaga ini juga melakukan kegiatan penterjemahan buku Inggeris ke Bahasa India.
Di tahun 1886 ia juga membentuk Muhammedan Educational Conference dalam usaha mewujudkan pendidikan nasional yang seragam bagi ummat Islam India. Program dari lembaga ini yakni menyebarluaskan pendidikan Barat di kalangan ummat Islam, menyelidiki pendidikan agama yang diberikan di sekolah sekolah Inggeris yang didirikan oleh kalangan Islam serta menunjang pendidikan agama yang diberikan di sekolah sekolah swasta. Pada tahun itu juga diterbitkan pula jurnal mingguan “Aligarh Institut” yang menyebarluaskan informasi dan problematika mengenai seputar pengetahuan, pendidikan dan kebudayaan, serta lembaga ini juga melakukan kegiatan penterjemahan buku Inggeris ke Bahasa India.
Pada tahun 1920 MAOC ini berkembang menjadi
Universitas Aligarh yang secara berlanjut meneruskan tradisi sebagai pusat
gerakan pembaharuan Islam India. Universitas inilah yang menjadi penggerak
utama terwujudnya pembaharuan di kalangan umat Islam India. Dalam bidang
pendidikan ini upaya-upaya yang dilakukan oleh Sayyid Ahmad Khan merupakan
usaha yang luar biasa untuk kemajuan umat Islam India.
c. Bidang Sosial Politik
Dalam bidang politik ide Sayyid Ahmad Khan
ini merupakan refleksi dari gejolak sosial politik yang terjadi antara umat
Islam dan Inggris pada tahun 1857. Pemikirannya inilah yang dituangkan dalam
buku karangannya Asbab Baghawat Hind yang berisi tentang usaha Sayyid Ahmad
Khan untuk meyakinkan pihak Inggris, bahwa umat Islam tidak terlibat
pemberontakan itu.
Dalam usahanya, ia meyakinkan pihak
Inggeris bahwa dalam Pemberontakan 1857 ummat Islam tidak memainkan peranan utama,
Ahmad Khan mengeluarkan pamflet yang berisikan penjelasan tentang faktor
penyebab pecahnya pemberontakan tersebut. Di antara faktor penyebab tersebut
adalah :
1. Intervensi Inggeris dalam soal keagamaan
seperti pendidikan agama Kristen yang diberikan kepada yatim piatu di panti
panti yang diasuh oleh orang Inggeris, pembentukan sekolah sekolah missi
Kristen, dan penghapusan pendidikan agama dari perguruan perguruan tinggi.
2. Tidak turut sertanya orang orang India,
baik Islam maupun Hindu, dalam lembaga lembaga perwakilan rakyat, sehingga
berakibat :
a) Rakyat India tidak mengetahui tujuan dan
niat Inggeris yang sebenarnya dan menganggap Inggeris datang untuk merobah agama
mereka menjadi Kristen.
b) Pemerintah Inggeris tidak mengetahui keluhan
keluhan rakyat India.
c) Pemerintah Inggeris tidak berusaha mengikat
tali persahabatan dengan rakyat India, sedang kestabilan dalam pemerintahan
bergantung pada hubungan baik dengan rakyat. Sikap tidak menghargai dan tidak
menghormati rakyat India membawa akibat yang tidak baik.
Lebih lanjut, Sayyid Ahmad Khan menyatakan
bahwa di antara golongan Islam yang ikut serta dalam pemberontakan 1857 adalah
mereka yang kerap kali melakukan perbuatan tidak baik dan tercela serta
perbuatan kriminal. Dan jika hanya segelintir ummat Islam yang bersalah
tidaklah pada tempatnya pula untuk menetapkan keseluruhan ummat Islam India
bertanggung jawab terhadap pemberontakan tersebut. Dengan demikian tidak pada
tempatnya Pihak Inggeris menaruh rasa curiga terhadap ummat Islam India.
Sikap Sayyid dalam bidang politik terlihat
pula pada pertengahan kedua dari abad ke-19, ketika rasa nasionalisme India
telah mulai timbul dan terbentuknya Partai Kongres Nasional India di tahun
1885. Sayyid Ahmad Khan menjauhkan diri dari gerakan ini, dengan alasan bahwa
bahasa yang dipakai Kongres terhadap Pemerintah Inggris kurang sopan. Menurut
Rayendra Prasadia, ia pada mulanya adalah penyokong nasionalisme India. la
pemah menerangkan bahwa Hindustan merupakan negara bagi orang Hindu dan dalam
kategori Hindu termasuk orang India Islam dan orang India Kristen.
Tetapi akhimya ia dipengaruhi oleh Mr.
Back, salah satu Direktur MAOC yang berpendapat bahwa pendidikan ummat Islam
India belum sampai ke taraf yang membuat mereka akan dapat mengambil keuntungan
dari permainan dalam bidang politik. Sebaliknya turut campur dalam bidang
politik akan merugikan ummat Islam India.
Sayyid Ahmad Khan memang berpendapat bahwa
pendidikanlah satu satunya jalan bagi ummat Islam India untuk mencapai
kemajuan. Kemajuan tidak akan dicapai melalui jalan politik. Oleh karena itu ia
menganjurkan supaya ummat Islam India jangan turut campur dalam agitasi politik
yang dilancarkan Partai Kongres. Usaha usaha untuk merobah sikapnya terhadap
Partai Kongres tidak berhasil. Ia berkeyakinan bahwa anggota kasta kasta dan
pemeluk agama agama yang berlainan di India tidak bisa disatukan menjadi satu
bangsa. Tujuan dan cita cita mereka saling berlainan. Wujud Partai Kongres
Nasional India sebenarnya tidak mempunyai dasar. Gerakan yang dijalankan Partai
Kongres, demikian ia selanjutnya menjelaskan, bukan hanya akan merugikan bagi
ummat Islam, tetapi juga bagi seluruh India.
Dalam ide politik yang ditimbulkan Sayyid
Ahmad Khan di atas telah kelihatan pengertian bahwa ummat Islam merupakan satu
ummat yang tidak dapat membentuk suatu negara dengan ummat Hindu. Umat Islam
harus mempunyai negara tersendiri. Bersatu dengan ummat Hindu dalam satu negara
akan membuat minoritas Islam yang rendah kemajuannya, akan lenyap dalam
mayoritas Hindu yang lebih tinggi kemajuannya. Di sini telah dapat dilihat
bibit dari ide Pakistan yang muncul kemudian di abad ke-20.
Dari usaha-usaha pembaharuan Sayyid Ahmad
Khan terlihat yang paling menonjol adalah dalam bidang pendidikan. Terlihat
sikapnya terhadap pendidikan ummat Islam memang terlihat sangat mengagumkan,
namun pengaruh tersebut tidak terbatas dalam bidang pendidikan saja. Melalui
buku karangannya dan tulisan¬-tulisannya Tahzib al-Akhlaq ide ide pembaharuan
yang dicetuskannya menarik perhatian golongan terpelajar Islam India.
Penafsiran penafsiran baru yang diberikannya terhadap ajaran-ajaran Islam lebih
dapat diterima golongan terpelajar ini dari pada tafsiran tafsiran lama.
C. Aligarh Dan Pengaruhnya Bagi Pembaharuan Indo-Pakistan
Malapetaka hebat yang melanda India, yaitu
Pemberontakan tahun 1857 telah berlalu. Pemberontakan itu merupakan akibat dari
keinginan akan adanya pendidikan di India, dan akibat dari kenyataan bahwa
Bangsa India tidak memahami hak Pemerintah, yang sasarannya adalah kita ini,
terhadap kita dan tidak mengerti tentang kewajiban kita terhadapnya. Selain ini
semua, juga terdapat keinginan akan adanya hubungan antara para penguasa dan
rakyat dalam hal keinginan untuk memperoleh pendidikan itu. Pada saat ini,
universitas universitas yang didirikan di India dengan tujuan mendirikan
pendidikan tingkat ting¬gi. Kebanyakan para negarawan menyetujui adanya
pendidikan tingkat tinggi itu dan menganggapnya sebagai kewajiban pemerintah,
sementara sebagian kecil di antara mereka bersikap menentangnya. Akan tetapi,
tak seorang pun yang berfikir bahwa bersamaan dengan pendidikan itu, latihan
yang baik pun diperlukan, sebab tak seorang pun dapat meningkatkan dirinya
sebagai manusia (beradab) hanya dengan pendidikan semata mata, demikian juga
dengan pendidikan itu saja sikap moralnyapun tidak dapat ditingkatkan, bahkan dia
akan menjadi semacam kuda bengal yang tidak mau dikendalikan oleh
penunggangnya.
Demikianlah keadaan masyarakat India masa
itu, tidak dipungkiri walaupun dengan berbagai ide pembaharuan yang ditelorkan
oleh pembaharu-pembaharu seperti Sir Sayyid dan rekan-rekannya, namun sikap
mental tak bisa sepenuhnya terpengaruh dengan ide pembaruaan tersebut. Hal ini
akan terbukti dengan sejarah Aligarh selanjutnya pasca Sir Sayyid. Setelah Sir
Sayyid wafat pada tanggal 24 Maret tahun 1898, ide ide pembaharuan yang
dicetuskan Sir Sayyid Ahmad Khan dianut dan disebarkan selanjutnya oleh
pengikut dan pada akhirnya lahirlah sebuah gerakan yang disebut Gerakan Aligarh
yang berpusat MAOC sendiri.
Ada beberapa tokoh Aligarh yang berpengaruh
dan melanjutkan ide-ide pembaharuan yang dicetuskan Sayyid Ahmad Khan, di
antaranya:
1.
Nawab Muhsin al-Muluk
Setelah Sayyid Ahmad Khan wafat, maka
kepemimpinan Aligarh pindah ke tangan Sayyid Mahdi Ali, yang dikenal dengan
nama Nawab Muhsin Al Mulk (1837 1907). Pada mulanya ia adalah pegawai Serikat
India Tiffluk, kemudian menjadi pembesar di Hyderabad. Ia pernah berkunjung ke
Inggeris untuk keperluan Pemerintah Hyderabad. Di tahun 1863 ia berkenalan
dengan Sayyid Ahmad Khan dan antara keduanya terjalin tali persahabatan yang
erat. la banyak rnenulis artikel Tahzib Al Akhlaq dan kemudian juga di majalah
yang diterbitkan MAOC la pindah ke Aligarh dan menetap di sana mulai pari tahun
1893.
Pada tahun 1897 ia menggantikankan kedudukan Sayyid Ahmad Khan di MAOC Ia mempunyai jasa yang besar dalam menyebarkan ide ide Sayyid Ahmad Khan yang dilakukannya melalui Muhammedan Educational Conference. Jasanya dalam memajukan MAOC terlihat dengan bertambah banyaknya jumlah murid lembaga pendidikan tersebut.
Pada tahun 1897 ia menggantikankan kedudukan Sayyid Ahmad Khan di MAOC Ia mempunyai jasa yang besar dalam menyebarkan ide ide Sayyid Ahmad Khan yang dilakukannya melalui Muhammedan Educational Conference. Jasanya dalam memajukan MAOC terlihat dengan bertambah banyaknya jumlah murid lembaga pendidikan tersebut.
Muhsin al-Mulk berhasil membuat golongan
ulama India merobah sikap keras terhadap Gerakan Aligarh. Sebagaimana diketahui
bahwa Deoband yang banyak menghasilkan ulama ulama India tradisional, mempunyai
sikap yang tidak kooperatif dengan Inggeris, sedang Sayyid Ahmad Khan terkenal
dengan sikap pro Inggeris. Jadi antara MAOC terdapat perbedaan bukan hanya
dalam soal-soal keagamaan saja tetapi, juga mengenai sikap politik.
Muhsin al-Mulk tidak hanya membawa para
ulama dekat dengan Aligarh, lebih jauh ia mampu menarik beberapa lawan politik
pendiri Perguruan Tinggi tersebut. Ia adalah orang yang paling cinta damai,
namun ia dihadapkan juga kepada kontraversi Hindu-Urdu yang telah ada sejak
akhir-akhir kehidupan Sayyid Ahmad. Inilah yang pada akhirnya menyebabkan ia
mengundurkan dari Perguruan Tinggi tersebut. Ia wafat 16 Oktober 1907, dan
dikuburkan di samping kuburan Sir Sayyid di Aligarh.
2. Viqar al-Mulk
Pemimpin lain yang berpengaruh ialah Viqar
al Mulk (1841 1917). Ia semenjak muda telah menjadi pembantu dan pengikut
Sayyid Ahmad Khan. Di tahun 1907 ia menggantikan Nawab Muhsin AI Mulk dalam
pimpinan MAOC. Masa inilah terjadinya perubahan-perubahan besar dalam
adminsitrasi Perguruan Tinggi Aligarh, bahkan dalam kebijaksanaan politik umat
muslim India.
Viqar al-Mulk bernama Mushtaq Hussain yang lahir 1841, di Distrik Moradabad, United Pravinces. Ia adalah rekan Sayyid Ahmad Khan dan juga Muhsin al-Mulk. Bersama dengan Muhsin al-Mulk ia selalu bekerja sama dalam masalah administrasi Aligarh. Dan setelah Muhsin al-Mulk meninggal pada tahun 1907, ia dipilih menjadi Sekretaris Badan Pendiri.
Viqar al-Mulk bernama Mushtaq Hussain yang lahir 1841, di Distrik Moradabad, United Pravinces. Ia adalah rekan Sayyid Ahmad Khan dan juga Muhsin al-Mulk. Bersama dengan Muhsin al-Mulk ia selalu bekerja sama dalam masalah administrasi Aligarh. Dan setelah Muhsin al-Mulk meninggal pada tahun 1907, ia dipilih menjadi Sekretaris Badan Pendiri.
Pada masa Viqar ini terjadi pertentangan
antara Viqar al Mulk dengan Mr. Archbold yang menjadi Direktur MAOC di waktu
itu. Dalam pertentangan ini Gubernur Daerah menyebelah Archbold sedang Viqar al
Mulk disokong oleh Agha Khan serta Amir Ali dan selanjutnya oleh masyarakat
Islam di luar. Archbold akhirnya terpaksa mengundurkan diri. Kekuasaan Iriggris
di MAOC dari semenjak itu mulai berkurang.
Pada masa Viqar inilah berakhirnya
kontraversi tentang administrasi Perguruan Tinggi, dan mulainya era baru bagi
perjalanan Aligarh. Ia cukup tangguh dalam membina kebijaksanaan politik Muslim
India.
Viqar AI Mulk, sebagai seorang ulama, keras pendirian dan pegangannya terhadap agama, hidup keagamaan di MAOC diperkuatnya. Pelaksanaan ibadat, terutama shalat dan puasa, diperketat pengawasannya. Lulus dalam ujian agama menjadi syarat untuk dapat naik tingkat. Hal hal tersebut di atas membuat MAOC menjadi lebih populer di kalangan ulama India.
Viqar AI Mulk, sebagai seorang ulama, keras pendirian dan pegangannya terhadap agama, hidup keagamaan di MAOC diperkuatnya. Pelaksanaan ibadat, terutama shalat dan puasa, diperketat pengawasannya. Lulus dalam ujian agama menjadi syarat untuk dapat naik tingkat. Hal hal tersebut di atas membuat MAOC menjadi lebih populer di kalangan ulama India.
Dalam pandangan politik, ia pada mulanya
sependapat dengan Sayyid Ahmad Khan. Ia menegaskan bahwa ummat Islam India yang
hanya berjumlah seperlima dari ummat Hindu, kalau India telah ditinggalkan
Inggeris akan hidup tertindas oleh mayoritas Hindu. Nyawa, harta, kehormatan
dan agama ummat Islam akan dalam keadaan bahaya. Kelanjutan wujud ummat Islam
India akan dapat terjamin dengan berlanjutnya kekuasaan Inggeris di India.
Tetapi setelah rencana pembahagian Bengal
menjadi dua daerah pemilihan, daerah pemilihan Islam dan daerah pemilihan Hindu
dibatalkan, ia merobah pandangan politiknya. Inggeris bukan lagi tempat orang
Islam menggantungkan nasib, masa untuk itu telah berlalu. Sikap Inggeris untuk
membatalkan pembahagian Bengal, demikian ia menjelaskan, adalah seperti meriam
yang menggiling tubuh ummat Islam, Inggeris tidak peduli lagi apakah masih
terdapat nyawa di dalamnya dan tidak diperdulikan apakah ummat Islam merasa
sakit atau tidak. Di masa pimpinan Viqar al Mulk ini terlihat bahwa
ketergantungan Gerakan Aligarh kepada Inggeris telah mulai berkurang dan tidak
lagi sekeras di zaman Sayyid Ahmad Khan.
3.
Altaf Husain Hali
Tokoh India lainnya yang terkenal sebagai
penyebar ide ide pembaharuan Sayyid Ahmad Khan adalah Altaf Husain Hali (1837
1914). Ia pernah bekerja sebagai penerjemah di kantor Pemerintah Inggeris di
Lahore, tetapi kemudian pindah ke Delhi. Di sinilah ia berkenalan dengan Sayyid
Ahmad Khan dan keduanya menjadi teman baik. Hali terkenal sebagai seorang
penyair, tetapi ia juga menulis karangan karangan untuk Tahzib Al Akhlaq. Atas
permintaan Sayyid Ahmad Khan ia menulis syair tentang peradaban Islam di Zaman
Klasik.
Keluarlah di tahun 1879 apa yang terkenal
dengan nama Musaddas. Syair itu antara lain juga mengandung ide ide Aligarh.
Musaddas sangat berpengaruh terhadap ummat Islam India, sehingga dikatakan
bahwa di samping MAOC dan Muhammedan Educaional Conference Musdddas lah yang
mempunyai jasa besar dalam mempopulerkan Gerakah Aligarh. Terhadap pendidikan
wanita ia lebih progressif dari Sayyid Ahmad Khan yang memandang bahwa kaum
wanita belum perlu mendapat pendidikan sebagai kaum lelaki.
Dalam soal politik ia juga berpendapat
bahwa ummat Islam India merupakan suatu kesatuan tersendiri di samping ummat
Hindu. Tetapi ia tidak bersikap anti Hindu, ia menganjurkan supaya
penulis-penulis Islam India juga mempelajari bahasa Hindu. Semangat
patriotisme Hali ini terlihat dalam Syairnya: Jika Anda ingin kebaikan dari negerimu. Maka janganlah menganggap
sebagai orang asing sesama patriot dari tanah airmu, Apakah ia Muslim atau Hindu,
Apakah Budhis atau Brahma, Pandanglah mereka dengan mata persahabatan yang
syahdu, mereka seperti bagian hitam dari matamu.
Masa Sayyid Ahmad telah diramalkan akibat
dari gerakan anti bahasa urdu pada tahun 1867. Sir Sayyid telah mengungkapkan
pandangan bahwa bahasa sangat penting dalam membina nasionalitas bersama. Hal
inilah yang diserukan oleh Hali bahwa aspek bahasa memegang peranan penting
dalam penyelesaian konflik antara Hindu dan Urdu, juga antara Hindu dengan umat
Islam. bahwa orang Hindu hendaknya memakai Bahasa Urdu. Juga orang Islam
hendaknya menjauhi kata-kata Arab dan Parsi, dan beralih ke memperhatikan Hindi
dan Sanskerta. Ia menekankan bahwa yang akan dicapai adalah Bahasa Delhi yang
sederhana yang dipergunakan oleh orang-orang Hindu dan Muslim.
4.
Muhammad Syibli Nu’mani
Muhammad Syibli Nu’mani (1857 1914)
diangkat pada tahun 1883 sebagai Asisten Profesor Bahasa Arab di Aligarh. Ia
mempunyai pendidikan madrasah tradisional dan pernah pergi ke Mekah dan Medinah
memperdalam pengetahuannya tentang agama Islam. Setelah Sayyid Ahmad Khan wafat
meninggalkan MAOC.
Ketika di MAOC ia berjumpa dengan ide ide
baru yang dikemukakan oleh Gerakan Aligarh dan tertarik padanya. Latar belakang
pendidikan madrasahnya, membuat ia tidak mempunyai sikap se-liberal Sayyid
Ahmad Khan. Tetapi ia tidak menentang pemakaian akal dalam soal-soal agama;
mempelajari falsafat barat yakin bukanlah haram. Ulama-ulama zaman klasik juga
mempelajari dan mengetahui falsafat. Mereka, demikian argumennya lebih lanjut,
menyetujui pelajaran falsafat. Pemikiran modern dalam bentuk moderat dapat
diterimanya.
Pada tahun 1894 ia mendirikan “Nadwah
Ulama” yang diawali dengan semangat yang tinggi. Sehingga, Suleman Nadwi,
pengganti Syibli menyatakan bahwa “banyak orang percaya bahwa hal ini akan
membawa kepada berdirinya pemerintahan ulama”. Inilah
nampaknya gerakan tandingan yang pada akhirnya membawa Aligarh kepada
kemunduran.
Banyak kritik-kritik yang dilontarkan
Syibli kepada Aligarh, dia tidak terkesan dengan hasil-hasil intelektual
pendidikan modern, karena perlakuan yang ia terima sebagai Asisten Profesor
bahasa. Pada akhirnya ia meninggalkan MAOC dan pergi ke Lucknow untuk memimpin
perguruan tinggi Nadwat al-Ulama. Pemikiran modern moderat yang dianutnya
membawa perobahan pada perguruan tinggi ini. Salah satu dari muridnya yang
kemudian menjadi pemimpin pembaharuan di abad kedua puluh ialah Abdul Kalam
Azad.
Kritik Syibli yang membawa kepada sikap
meninggalkan Aligarh adalah bahwa sejak masa Sayyid Ahmad Khan telah terjadi
pemisahan agama dari politik. Walaupun pada kenyataannya Sir Sayyid sangat
memperhatikan agama, Syibli percaya bahwa agama sebagai bantuan untuk
tujuan-tujuan duniawi. Ini barangkali obsesi masa lalu ketika para ulama
memegang kekuasaan spiritual sekaligus duniawi. Pada masa inilah, gaung
Aligarh mulai memudar, namun ide-ide pembaharuan yang dicetuskan melalui
lembaga ini terus dikembangkan oleh tokoh-tokoh yang lahir kemudian.
D. Penutup
Sayyid Ahmad Khan adalah pencetus pembaruan
India. Berbagai pemikiran pembaruan yang ditelornya sangat berpengaruh bagi
kemajuan rakyat India selanjutnya. Ide-ide pembaharuannya baik dalam
pendidikan, keagamaan, juga dalam bidang politik merupakan refleksi dari
gejolak sosial masa itu.
Dalam bidang keagamaan, Sir Sayyid menemukan penafsiran-penafsiran baru tentang ajaran agama. Dalam bidang politik Sir Sayyid berusaha meyakinkan Inggris – penguasa India – agar Inggris mau bekerja sama dengan umat Islam dalam memajukan India. Sedangkan dalam bidang pendidikan merupakan usaha yang sangat fundamental bagi kemajuan India selanjutnya. MAOC di Aligarh yang merupakan cikal bakal bagi lahirnya tokoh-tokoh pembaharu India yang akan mengantar India kepada kemajuan pasca keterpurukan – kekalahan Mughal dan penguasaan Inggris di India.
Dalam bidang keagamaan, Sir Sayyid menemukan penafsiran-penafsiran baru tentang ajaran agama. Dalam bidang politik Sir Sayyid berusaha meyakinkan Inggris – penguasa India – agar Inggris mau bekerja sama dengan umat Islam dalam memajukan India. Sedangkan dalam bidang pendidikan merupakan usaha yang sangat fundamental bagi kemajuan India selanjutnya. MAOC di Aligarh yang merupakan cikal bakal bagi lahirnya tokoh-tokoh pembaharu India yang akan mengantar India kepada kemajuan pasca keterpurukan – kekalahan Mughal dan penguasaan Inggris di India.
Aligarh melahirkan tokoh-tokoh yang terus
mengembangkan ide-ide pembaharuan Sir Sayyid, seperti Muhsin Al-Mulk, Viqar
al-Mulk, dan lain-lain. Dalam perkembangan selanjutnya MAOC berkembang menjadi
Universitas Aligarh yang pada akhirnya melahirkan tokoh-tokoh penting, seperti
Amir Ali, Muhammad Iqbal, dam Maulana Abul Kalam Azad.
DAFTAR PUSTAKA
Ira. M. Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam, terj.
Ghufran A. Mas’adi, judul asli:
A History of Islamic Societies, Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 1999,
Jilid ke-3
Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dab Gerakan,
Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dab Gerakan,
Jakarta: Bulan Bintang, 1994
Taufik Adman Amal, Pembaharuan Penafsiran al-Qur’an di Indo-Pakistan, Jurnal
Taufik Adman Amal, Pembaharuan Penafsiran al-Qur’an di Indo-Pakistan, Jurnal
Ulumul Qur’an, Vol. III, No. 1, Th 1992
Dewan Editor, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van
Dewan Editor, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van
Hoeve, 2002
Busthami Muhammad Sa’id, Gerakan Pembaharuan Agama Antara Modernisme
Busthami Muhammad Sa’id, Gerakan Pembaharuan Agama Antara Modernisme
dan
Tajdiduddin, terj. Ibn Marjan, judul asli: Mafhum Tajdid al-Din,
Bekasi: PT. Wacana Lazuardi Amanah, 1995
Departemen Agama RI, Ensiklopedi Islam Indonesia, Jakarta: CV. Anda Utama,
Departemen Agama RI, Ensiklopedi Islam Indonesia, Jakarta: CV. Anda Utama,
1993
M. Th. Houstma, Firt Encyclopedia of Islam, London: EJ. Brill, 1987
Jhon J. Donohue dan John L. Esposito, Islam dan Pembaharuan: Ensiklopedi
M. Th. Houstma, Firt Encyclopedia of Islam, London: EJ. Brill, 1987
Jhon J. Donohue dan John L. Esposito, Islam dan Pembaharuan: Ensiklopedi
Masalah-Masalah, terj. Machnun Husein,
Judul Asli: Islam in Transition,
Muslim Perspectives, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 1994
Mukti Ali, Alam Pikiran Islam Modern di India dan Pakistan, Bandung: Mizan,
Mukti Ali, Alam Pikiran Islam Modern di India dan Pakistan, Bandung: Mizan,
1993
Tidak ada komentar:
Posting Komentar