BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam peradaban umat
Islam, Bani Abbasiyah merupakan salah satu bukti sejarah peradaban umat Islam
yang terjadi. Bani Abbasiyah merupakan masa pemerintahan umat Islam yang
memperoleh masa kejayaan yang gemilang. Pada masa ini banyak kesuksesan yang
diperoleh Bani Abbasiyah, baik itu peradaban maupun intelektual. Hal inilah
yang perlu untuk kita ketahui sebagai acuan semangat bagi generasi umat Islam
bahwa peradaban umat Islam itu pernah memperoleh masa keemasan yang melampaui
kesuksesan negara-negara Eropa.
Dengan kita
mengetahui bahwa dahulu peradaban umat Islam itu diakui oleh seluruh dunia,
maka akan memotivasi sekaligus menjadi ilmu pengetahuan kita mengenai sejarah
peradaban umat Islam sehingga kita akan mencoba untuk mengulangi masa keemasan
itu kembali nantinya oleh generasi umat Islam saat ini.
B. RUMUSAN MASALAH
Mengingat
luasnya materi yang berkenaan dengan Bani Abbasiyah, maka pada makalah ini kami
hanya membahas tentang faktor-faktor kehancuran Dinasti Abbasiyah yaitu :
1. Faktor
Internal
2. Faktor
Eksternal
C. TUJUAN PENULISAN
Adapun
tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui secara lebih rinci bagaimana Faktor-faktor
kehancuran Dinasti Abbasiyah dan serangan dari Khulagu Khan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. FAKTOR INTERNAL
Sebagaimana
terlihat dalam periodisasi khilafah Abbasiyah, masa kemunduran dimulai sejak
periode kedua. Namun demikian, faktor-faktor penyebab kemunduran itu tidak
datang secara tiba-tiba. Benih-benihnya sudah terlihat pada periode pertama,
hanya karena khalifah pada periode ini sangat kuat, benih-benih itu tidak
sempat berkembang. Dalam sejarah kekuasaan Bani Abbas terlihat bahwa apabila
khalifah kuat, para menteri cenderung berperan sebagai kepala pegawai sipil,
tetapi jika khalifah lemah, mereka akan berkuasa mengatur roda pemerintahan.
Puncak
runtuhnya dinasti ini terjadi kira-kira 656 H/1258 M pada akhir kekhalifahan
Al-Mu’tasim Billah,[1] diawali
dari para pembangkang dan para pemberontak yang tidak rela dan tidak terima
dengan kepemimpinan bani Abbasiyah, kelompok-kelompok separatis pun mulai ikut
bermunculan. Ditambah lagi dari serangan bangsa Mongol yang kejam dan ingin
menguasai wilayah dinasti Abbasiyah. Disamping kelemahan
khalifah, banyak faktor lain yang menyebabkan khilafah Abbasiyah menjadi
mundur, masing-masing faktor tersebut saling berkaitan satu sama lain. Beberapa
diantaranya adalah sebagai berikut:[2]
1. Pemberontakan
Zang
Revolusi
ini yang mengancam keberadaan dinasti Abbasiyah lebih dari ancaman Negara
Turki, revolusi atau pemberontakan ini terjadi di daerah ibukota Abbasiyah,
Baghdad. Pemberontakan ini terjadi karena sebab ekonomi, yaitu orang-orang
negro dari Afrika timur yang dipekerjakan oleh para pejabat pemerintah dan
orang-orang kaya tanpa upah, atau diberi tepung yang hanya cukup untuk makan
sekali. Sebenarnya mereka adalah kelompok yang sangat banyak, tapi kelemahan
ekonomilah yang membuat mereka diperlakaukan dengan tidak layak.[3]
Zang
mempunyai pemimpin yang bernama Muhammad bin ali ”bahbudz”, dia
sangat cerdik dalam berbagai strategi perang dan sangat hati-hati dalam
melakukan tindakan, dengan menempuh paham Khawarij Azariqah sebagai prinsipnya.
Tetapi dia sangat berlebihan dengan mengaku sebagai nabi, mengetahui hal ghaib,
memiliki kekuatan, dan wahyu. Pertama-tama yang dia lakukan adalah membangun
benteng di tepi barat sungai Abul Kashib dan menyerang pasukan Bashrah,
pemberontakan berlangsung kurang lebih empat belas tahun 870-883 M, dimulai
dari masa khalifah Al-Mu’tamid.
Lalu
ketika kekhalifah dilanjutkan oleh saudaranya, khalifah Al-Muwaffaq, khalifah
baru ini pun mengirim komandan Ja’lan untuk mengatasi pasukan Zang yang telah
membunuh setengah juta korban,[4] tetapi
komandan tersebut dan para pasukan kalah karena jumlah pasukan Zang lebih
besar. Pasukan Zang terus bergerak dengan menguasai Bashrah, Ahwaz, Wasith,
Ubullah, dan jalan-jalan di pinggiran kota Baghdad.[5]
Akhirnya
khalifah Al-Muwaffaq turun tangan dengan mengerahkan pasukan berjumlah besar
yang dipimpin sendiri, karena khalifah mengenal strategi pasukan Zang dengan
baik dan mengetahui sumber kekuatan mereka. Dengan memberi janji yang
muluk-muluk dan perlindungan kepada para tentara Zang yang mau menyerah,
strategi untuk membuat musuh frustasi ini berhasil, banyak diantara pasukan
Zang yang mau mendatangi khalifah dengan meminta jaminan keamanan, dari
orang-orang yang menyerah itu khalifah bisa mengetahui informasi kekuatan
musuh. Disamping itu, khalifah memerintah pasukannya untuk menyerang benteng
Zang dengan sembunyi-sembunyi dan menggunakan senjata ketapel dan busur panah.[6]
Pasukan Khalifah berhasil menghancurkan benteng Zang,
memberi perlindungan kepada yang mau menyerah dan meminta mereka menunjukkan
tempat-tempat persembunyian para komandan dan pemimpin pasukan Zang. Pemimpin
Zang “bahbudz” berhasil ditangkap dan dibunuh.
2. Persaingan
Antara Bangsa Persia Dan Abbasiyah
Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Bani Abbas atau
Al-Mansur 754 M, yang bersekutu dengan Persia, karena persamaan nasib diantara
kedua bangsa itu yang pada masa dinasti Umayyah sama-sama tertindas. Dan
setelah dinasti Abbasiyah berdiri kecenderungan untuk berkuasa diantara kedua
bangsa itu muncul.[7]
3. Memburuknya
Ekonomi Negara
Para menteri yang suka menghambur-hamburkan uang dan
mengambil keuntungan dari pungutan pajak uang rakyat, tanpa memberikannya pada
khalifah Al-Muqtadir 903-932 M. Sedangkan kebutuhan negara semakin meningkat,
tentara dan penjaga sangatlah banyak. Mereka menuntut gaji dan keadaan pun
semakin kacau.[8]
4. Konflik
Keagamaan
Fanatisme keagamaan juga mengakibatkan persoalan
kebangsaan mengalami perpecahan, berbagai aliran keagamaan seperti Mu’tazilah,
Syi’ah, Sunni, dan kelompok-kelompok garis keras yang menjadikan pemerintahan
Abbasiyah mengalami kesulitan untuk menyatukan fahamnya.[9]
5.
Gerakan-gerakan yang Memisahkan Diri
Sebab-sebab pecahnya dinasti dan pemisahan
dinasti-dinasti kecil karena penguasa bani Abbasiyah lebih mementingkan pada
pembinaan peradaban dan kebudayaaan dari pada politik, persaingan antar bangsa,
terutama Arab, Persia, dan Turki. Luasnya wilayah kekuasaan daulah Abbasiyah,
sementara komunikasi pusat dengan daerah sulit dilakukan, dan juga karena
dipengaruhi oleh paham keagamaan seperti Sunni, Syi’ah, Mu’tazilah, dan
lainnya. Akibat dari beberapa faktor itulah banyak provinsi-provinsi tertentu
di pinggiran mulai lepas dari kekuasaan Abbasiyah, diantaranya ialah[10]:
1)
Thahiriyah
di Khurasan, Persia (820-870 M)
Pada
masa khalifah Al-Ma’mun, terdapat jenderal yang bermata satu, yakni Thahir ibn
Al-Husain dari Khurasan yang secara gemilang berhasil mengalahkan balatentara
Al-Amin. Lalu, khalifah Al-Ma’mun mengangkatnya sebagai gubernur di
sebelah timur Baghdad, dengan pusat kekuasaannya di Khurasan pada tahun 820 M.
Setelah Thahir meninggal, para keturunannya yang memisahkan diri dari dinasti
Abbasiyah dan memperluas kekuasaan hingga India, dan memindahkan pusat ibukota
ke Naisabur.
2)
Safariyah
di Fars, Persia (868-901 M)
Dinasti
ini didirikan oleh Ya’qub ibn Al-Laits Al-Shaffar yang suka merampok dan
menjadi kegemarannya, dia berhasil memperluas wilayahnya hampir ke seluruh
Persia dan kawasan pinggiran India. Dinasti ini yang dihancurkan oleh dinasti
Thahiriyah.
3)
Samaniyah
di Transoxania (873-998 M)
Pendiri
dinasti ini adalah Nashr ibn Ahmad dan dia seorang yang menganut ajaran
Zoroaster dari Balkh, dari saudaranya Ismail dan putranya Nashr II dinasti ini
berhasil memperluas wilayah antara Bukhara, Samarkand, Tabaristan, dan Karman.
Dinasti ini juga yang berhasil menakhlukkan dinasti Safariyah.
4)
Thuluniyah
di Mesir (837-903 M)
Ahmad
ibn Thulun yang mendirikan dinasti ini, dan pada tahun 868 M Ahmad pergi ke
Mesir sebagai pimpinan tentara untuk gubernur Mesir, dan pada masa
pemberontakan Zang dia diminta untuk membantu khalifah Al-Muwaffaq
mengatasinya. Dari sini dia berusaha untuk memerdekakan diri dari dinasti
Abbasiyah, dan mendirikan kedaulatan di lembah sungai Nil, Mesir. Ibn Thulun
membentuk organisasi militer yang sangat ketat dan membangun pangkalan angkatan
laut di Acre. Dinasti Thulun juga berjasa atas kesejahteraan rakyat Mesir dan
ilmu pengetahuan, tetapi kemunculan dinasti ini diikuti oleh dinasti-dinasti di
wilayah Turki dan banyak para penyusup dari Turki, pada akhirnya dinasti Thulun
ini sedikit demi sedikit mulai melemah dan berhasil direbut oleh Abbasiyah
lagi.
5)
Ghazwaniyah
di Afghanistan (962-1189 M)
Alptigin
adalah seorang budak Turki yang dipromosikan sebagai gubernur di Khurasan oleh
penguasa Samaniyah, tetapi karena sudah tidak disukai oleh penguasa baru dia
pergi ke perbatasan sebelah timur kerajaan. Di sinilah dia memulai membentuk
pasukan dan mendirikan kerajaan yang kemudian berkembang menjadi dinasti
Ghazwaniyah yang kekuasaannya meliputi Afghanistan dan Punjab.
6)
Dinasti
Buwaihi di Iran (905-1004 M)
Dinasti ini dibangun oleh tiga bersaudara, yaitu Ali
bin Buwaihi, Hasan bin Buwaihi, dan Ahmad bin Buwaihi. Dinasti ini membentang
antara Irak dan Iran, perjalanan dinasti Buwaihi mengalami perkembangan pesat
ketika dinasti Abbasiyah mulai melemah, dan mengalami kemunduran dengan adanya
dinasti Saljuk.
7)
Dinasti
Saljuk (1055-1157 M)
Dari
kekacauan Sunni-Syiah, masuklah seorang kepala suku bernama Saljuk dari
Turkistan dan berfaham Sunni ke Bukhara, pelan-pelan Saljuk dan pasukannya
menakhlukkan Samaniyah, Ghazwaniyah, dan Khawarizm. Karena persenjataan pasukan
Turki yang semakin bertambah pesat, Saljuk memperluas wilayahnya sampai Asia
barat. Dan di bawah kekuasaan Maliksyah 1072-1092 M, wilayah kekuasaan Saljuk
membentang dari ujung Turki sampai Yerussalem, dan dari Konstantinopel hingga
laut Kaspia.
8)
Hamdaniyah
di Aleppo dan Musil (929-1002 M)
Dinasti
yang menganut Syi’ah ini didirikan oleh Hamdan ibn Hamdun dari suku Taghlib,
dinasti ini didirikan di Mesopotamia dan beribukota di Mosul. Kekuasaan ini
dipimpin oleh Syaif Ad-Daulah, dan dia mempunyai hubungan yang sangat baik
dengan penguasa Bizantium, sehingga Syaif Ad-Daulah bisa berhasil menguasai
Suriah utara dan merebut Aleppo dari kekuasaan Iksidiyah. Dinasti ini juga
berhasil mengembangkan ilmu pengetahuan. Tetapi putranya, Sa’id Ad-Daulah,
merupakan seorang pengikut Fatimiyah di Mesir, pada saat terjadi
perpecahan dalam negeri dan terjadi perebutan antara kerajaan Bizantium dan
dinasti Fatimiyah. Sa’id Ad-Daulah menyerahkan kekuasaannya kepada dinasti
Fatimiyah
9)
Ayyubiyah
di Kurdi (1167-1250 M)
Pusat
pemerintahan dinasti ini ada di kawasan Kairo, wilayah kekuasaannya meliputi
kawasan Mesir, Suriah, dan Yaman. Dinasti ini didirikan Shalahuddin Al-Ayyubi,
dia telah berhasil menakhlukkan kekhalifaan Fatimiyah dan mengusir tentara
salib dari Baitul Maqdis, dia juga yang mendorong kemajuan dibidang agama dan
pendidikan. Berakhirnya dinasti ini ditandai dengan meninggalnya Sultan
terakhir, Malik Al-Asyraf Muzaffrudin.
10) Mirdasiyah di
Aleppo (1023-1078 M)
11) Ukailiyah di
Mausil (996-1095 M)
12) Idrisiyiah di
Maroko (788-985 M)
13) Aghlabiyah di
Tunisia (800-900 M)
14) Abu Ali di
Kurdi (990-1095 M)
15) Al-Barzuqani di
Kurdi (959-1015 M)
16) Alawiyah di
Tabiristan (864-928 M)
17) Sajiyyah di
Azerbaijan (878-930 M)
18) Dulafiyah di
Kurdistan (825-898 M)
19) Mazyadiyah di
Hillah (1011-1150 M)
B. FAKTOR EKSTERNAL
Selain yang disebutkan
diatas, yang merupakan faktor-faktor internal kemunduran dan kehancuran
Khilafah bani Abbas. Ada pula faktor-faktor eksternal yang menyebabkan khilafah
Abbasiyah lemah dan akhirnya hancur.
1. Perang Salib
a)
Perang
salib pertama (1095-1147 M)
Pada tanggal 26 Nopember 1095 Paus Urbanus II
mengadakan pidato yang berapi-api dan menggemparkan seluruh umat Kristen di
Clermont Perancis dan menggema di seluruh Eropa “Tuhan menghendaki yang
demikian”, mendengar hal itu negara-negara Kristen mempersiapkan tentara
dengan persenjataan lengkap untuk pergi berperang merebut Palestina untuk
mendirikan Haekal Sulaiman, inilah pasukan yang disebut sebagai “Tentara
Salib” karena serangannya yang dinilai suci oleh seluruh umat Kristen
dan dipimpin oleh Godfrey.
Pada permulaan peperangan, tentara salib berhasil
mencapai Palestina, kemudian mereka menduduki daerah sekitarnya sehingga dapat
mendirikan benteng di Baitul Maqdis, Antiochia, Tripolisia, dan di Edessa.
Korban dari serangan tersebut tidak kurang dari 70.000 jiwa.[11] Mereka
juga sangat bangga atas prestasi yang dilakukan oleh para tentara salib dalam
merebut Baitul Maqdis.
Baru pada tahun 1127 M muncul seorang pahlawan islam
yang masyhur dan sekaligus sebagai gubernur di Mousul, yang bernama Imaduddin
Zanki, beliau dan pasukannya dapat mengalahkan tentara salib di kota Aleppo dan
Humah. Sejak saat itu tentara salib mulai merasakan kekalahan.[12]
b)
Perang
Salib Kedua (1147-1179 M)
Karena kekalahan yang pertama, Paus mengutus raja
Louis VII dari Perancis, kaisar Kourad dari Jerman, dan putra Roger dari
Sisilia. Dengan kedatangan tentara salib yang kedua putra Imaduddin Zanki,
Nuruddin Zanki, yang menyambut pasukan salib dengan kemampuan yang tak kalah
dengan ayahnya, dan berhasil menundukkan tentara salib.[13]
Merasa tidak mampu mengalahkan musuh, tentara salib
mengalihkan serangan ke arah Mesir. Di sana pasukan salib juga tidak bisa
berbuat banyak karena terdapat pahlawan yang masyhur yaitu Sultan Sholahuddin
Al-Ayyubi pemimpin dinasti Al-Ayyubiyah dan masih dibawah pengaruh dinasti
Abbasiyah yang kemudian memisahkan diri. Sultan Sholahuddin Al-Ayyubi juga
dapat merebut kembali Baitul Maqdis dari tangan pasukan salib.[14]
c)
Perang
Salib Ketiga (1189-1192 M)
Melihat kekalahan tentara salib, Eropa mengirim
pasukan yang dipimpin oleh Frederick raja Austria dan Jerman dengan membawa
200.000 pasukan, dan bantuan datang lagi dari Eropa yang dipimpin oleh Richard
“Si Hati Singa”. Sehingga tentara salib dapat merebut kota Okka dan
membantai 3000 orang dengan kejam.[15]
Tentara salib mencoba menyerbu kota Mesir, pusat
pemerintahan Sholahuddin Al-Ayyubi dan meninggalkan kota-kota yang mereka
kuasai seperti Kaisariya, Yaffa, dan Asqalan. Melihat kesempatan ini
Sholahuddin menyerbu musuh dari belakang dan dapat merebut kota tersebut dengan
mudah. Di sinilah terjadi kejadian yang menggemparkan di mana Sultan
Sholahuddin menyembuhkan Richard yang sedang sakit dengan sembunyi-sembunyi.
Dengan begitu Richard mengajukan gencatan senjata dan saling berdamai
pada tahun 1192 M, sultan Sholahuddin menyetujuinya. Setahun kemudian sultan
Sholahuddin Al-Ayyubi menghembuskan nafas terakhir saat beliau berumur 75
tahun.[16]
d)
Perang
Salib Keempat Dan Seterusnya
Paus Cylensius III mendengar berita meninggalnya
sultan Sholahuddin, kemudian dia menggerakkan tentara salib dari Eropa sebanyak
mungkin untuk menyerang kaum muslimin. Tetapi serangan tentara salib yang
keempat dan seterusnya tidak sedahsyat dan setangguh sebelumnya. Sebaliknya,
pasukan salib tidak berhasil dengan penyerbuan-penyerbuannya, akan tetapi
mereka nantinya akan terusir dari daerah timur pada tahun 1292 M.[17]
Sebab-sebab
Perang Salib[18]
:
1.
Faktor
Agama
Sejak umat muslim menduduki Baitul Maqdis pada tahun
1070 M, kaum Kristen merasa tidak leluasa menunaikan ibadahnya dan peraturan
pemerintah yang dianggap mempersulit mereka dalam menunaikan ibadah.
2.
Faktor
Politik
Kekalahan
Bizantium pada tahun 330 M yang mendorong penguasa Konstantinopel pada saat
itu, kaisar Alexius I Comnenus, meminta bantuan pada Paus Urbanus II dan
berjanji kerajaan akan tunduk di bawah kekuasaan gereja Roma dan menyatukan
gereja Yunani dan Roma. Karena pada waktu itu Paus memiliki kekuasaan dan pengaruh
yang sangat besar pada raja-raja di bawah kekuasaannya di daerah Eropa.
3.
Faktor
Ekonomi
Para
pedagang besar di kota Venesia, Genoa, dan Pisa, berambisi untuk menguasai
perdagangan di sepanjang pantai timur dan selatan laut tengah, yang pada waktu
itu masih dikuasai oleh umat muslim. Dan para pedagang tersebut berani
menanggung dana yang dibutuhkan saat perang salib, asalkan rute perdagangan
tersebut bisa menjadi milik para pedagang itu apabila pihak Kristen memperoleh
kemenangan.
2. Serangan Bangsa Mongol
Hulagu
Khan (cucu Jengis Khan) pemimpin penguasa Mongol dan sebagai pendiri kerajaan
mongol di Persia yang terbentang dari Amudarya sampai ke perbatasan Suriah dan
dari pegunungan Kaukakus sampai Samudra Hindia, dia mengundang khalifah
Al-Mu’tasim bekerjasama untuk menghancurkan kelompok Hasyasyim Ismailiyah,
tetetapi khalifah Al-Mu’tasim tidak memberikan jawaban.
Pada
tahun 1256 M sejumlah besar benteng Hasyasyim termasuk Alamut, berhasil
ditakhlukkan dan dihancur leburkan oleh pasukan Hulagu sendiri, bayi-bayi pun
disembelih dengan kejam. Pada tahun berikutnya Hulagu mengirim ultimatum kepada
khalifah agar menyerah, tetapi khalifah enggan memberikan jawaban.[19]
Akhirnya pada tahun 1258 M, Hulagu dan pasukannya
bergerak dengan efektif dan merangsek ke jantung kota, dan khalifah beserta
tiga ratus pejabat dan qadhi menawarkan penyerahan diri tanpa syarat. Tetapi
sepuluh hari berikutnya mereka dibunuh, kota-kota dijarah dan dibakar,
mayoritas penduduk dan keluarga khalifah dibantai habis, mayat-mayatnya tidak
dikubur tapi dibiarkan bergeletakan di jalanan.[20] Buku-buku
yang terkumpul di Baitul Hikmah dibakar dan dibuang ke Sungai Tigris sehingga
sungai yang jernih menjadi hitam kelam,[21] dan
sebagai salah satu faktor hilangnya karya-karya umat muslim dalam bidang ilmu
pengetahuan.
Tetapi
cicit dari Hulagu, Ghazan, seorang muslim yang taat dan nanti yang akan
berusaha mencurahkan waktu dan energi untuk memulihkan kembali peradaban islam.
Itulah akhir dari dinasti Abbasiyah yang besar akan wilayah kekuasaan, budaya,
dan ilmu pengetahuan, berakhir dengan kesedihan.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Sebagaimana terlihat
dalam periodisasi khilafah Abbasiyah, masa kemunduran dimulai sejak periode
kedua. Namun demikian, faktor-faktor penyebab kemunduran itu tidak datang
secara tiba-tiba. Benih-benihnya sudah terlihat pada periode pertama, hanya
karena khalifah pada periode ini sangat kuat, benih-benih itu tidak sempat
berkembang. Dalam sejarah kekuasaan Bani Abbas terlihat bahwa apabila khalifah
kuat, para menteri cenderung berperan sebagai kepala pegawai sipil, tetapi jika
khalifah lemah, mereka akan berkuasa mengatur roda pemerintahan. Disamping
kelemahan khalifah, banyak faktor lain yang menyebabkan khilafah Abbasiyah
menjadi mundur, masing-masing faktor tersebut saling berkaitan satu sama lain.
B. SARAN
Dari penjelasan di atas kita
sebagai umat Islam dapat mengambil pelajaran. Sebuah sistem yang teratur akan
menghasilkan pencapaian tujuan yang maksimal, seperti kisah pendirian dinasti
Abbasiyah. Mereka bisa mendirikan dinasti di dalam sebuah negara yang dikuasai
suatu dinasti yang menomorduakan mereka. Selain itu dari sejarah kekuasaan dinasti
Abbasiyah ini kita juga bisa mengambil manfaat yang bisa kita rasakan sampai
saat ini, yaitu perkembangan ilmu pengetahuan. Seharusnya kita yang hidup pada
zaman modern bisa meneruskan perjuangan para ilmuwan zaman daulah Abbasiyah
dahulu.
Sebaliknya, kita juga dapat belajar dari kekurangan-kekurangan yang ada pada dinasti besar ini agar tidak sampai terjadi pada diri kita dan anak cucu kita. Mereka telah dibutakan oleh kekuasaan, sehingga mereka tega membantai hampir seluruh keluarga dinasti Umayyah yang notabene adalah sesama umat Islam. Selain itu kecerobohan yang terjadi pada masa dinasti Umayyah terulang lagi pada masa dinasti Abbasiyah yang menyebabkan runtuhnya kekuasaan dinasti Abbasiyah. Kebiasaan penguasa berfoya-foya menyebabkan runtuhnya kekuasaan yang telah susah payah mereka dirikan.
Sebaliknya, kita juga dapat belajar dari kekurangan-kekurangan yang ada pada dinasti besar ini agar tidak sampai terjadi pada diri kita dan anak cucu kita. Mereka telah dibutakan oleh kekuasaan, sehingga mereka tega membantai hampir seluruh keluarga dinasti Umayyah yang notabene adalah sesama umat Islam. Selain itu kecerobohan yang terjadi pada masa dinasti Umayyah terulang lagi pada masa dinasti Abbasiyah yang menyebabkan runtuhnya kekuasaan dinasti Abbasiyah. Kebiasaan penguasa berfoya-foya menyebabkan runtuhnya kekuasaan yang telah susah payah mereka dirikan.
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Isy, Yusuf. 2007. Tarikh ‘Ashr Al-Khilafah Al-Abbasiyah,
Damaskus:
Darul Fikr
Amin, Samsul Munir. 2009 Sejarah Peradaban Islam, Jakarta:
Amzah
Armstrong, Karen. 2002. Islam: A Short History, Surabaya: Ikon
Teralitera
As-Suyuti, Jalaluddin. 2003. Tarikh Al-Khulafa’, Mansuroh:
Darul Yaqin
Biek, M. Al-Hadlori. 2003. Ad-Daulah Al-Abbasiyah, Kairo:
Muassasah
Al-Muhtar
Hitti, Philip K. 2010. History Of The Arabs, Jakarta: Serambi
Ilmu Semesta
Sunanto, Musyrifah. 20011. Sejarah Islam Klasik, Jakarta:
Kencana Prenada
Yatim, Badri. 2000. Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiayah II, Jakarta:
Raja Grapindo Persada
Tidak ada komentar:
Posting Komentar