Masya Allah…, bagaimana cium tangan dikatakan
Bid’ah sedangkan para sahabat
menciumi tangannya Rasul saw bahkan
mengusapkannya ke wajah mereka.
Sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Jahiifah ra kulihat para sahabat mengambil kedua tangan
beliau dan mengusapkannya
kewajah mereka, maka kuambil pula tangan beliau dan kututupkan kewajahku, maka sungguh tangan itu lebih
sejuk dari es dan lebih lembut dari sutra” (Shahih Bukhari 3289 Bab
Manaqib).
Berkata Hujjatul Islam Al Imam Ibn Hajar Al
Asqalaniy :
ا خْألَْذ بِالْيَدِ هُوَ مُبَالَغَة الْمُصَافَحَة وَذَلِكَ مُسْتَحَبّ عِنْد
الْعُلَمَاء ، وَإِنَّمَا اِخْتَلَفُوا فِي تَقْبِيل الْيَد فَأَنْكَرَهُ :
مَالِك وَأَنْكَرَ
مَا رُوِيَ فِيهِ ، وَأَجَازَهُ آخَرُونَ وَاحْتَجُّوا بِمَا رُوِيَ عَنْ عُمَر
أَنَّهُمْ “ لَمَّا رَجَعُوا مِنْ الْغَزْو
حَيْثُ فَرُّوا
قَالُوا نَحْنُ الْفَرَّارُونَ ، فَقَالَ : بَلْ أَنْتُمْ الْعَكَّارُونَ أَنَا
فِئَة الْمُؤْمِنِينَ ، قَالَ فَقَبَّلْنَا يَده “ قَالَ “
وَقَبَّلَ أَبُو
لُبَابَة وَكَعْب بْن مَالِك وَصَاحِبَاهُ يَد النَّبِيّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ حِين تَابَ اللَّه عَلَيْهِمْ “ ذَكَرَهُ
ا بْألَْهَرِيّ ،
وَقَبَّلَ أَبُو عُبَيْدَة يَد عُمَر حِين قَدِمَ ، وَقَبَّلَ زَيْد بْن ثَابِت
يَد اِبْن عَبَّاس حِين أَخَذَ اِبْن عَبَّاس
بِرِكَابِهِ ، قَالَ
ا بْألَْهَرِيّ : وَإِنَّمَا كَرِهَهَا مَالِك إِذَا كَانَتْ عَلَى وَجْه
التَّكَبُّر وَالتَّعَظُّم ، وَأَمَّا إِذَا كَانَتْ عَلَى
وَجْه الْقُرْبَة
إِلَى اللَّه لِدِينِهِ أَوْ لِعِلْمِهِ أَوْ لِشَرَفِهِ فَإِنَّ ذَلِكَ جَائِز .
قَالَ اِبْن بَطَّال : وَذَكَرَ التِّرْمِذِيّ مِنْ حَدِيث
صَفْوَان بْن
عَسَّال “ أَنَّ يَهُودِيَّيْنِ أَتَيَا النَّبِيّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَسَأَلَاهُ عَنْ تِسْع آيَات “ الْحَدِيث
وَفِي آخِره “
فَقَبَّلَا يَده وَرِجْله “ قَالَ التِّرْمِذِيّ حَسَن صَحِيح قُلْت : حَدِيث
اِبْن عُمَر أَخْرَجَهُ الْبُخَارِيّ
فِي “ ا دْألََب
الْمُفْرَد “ وَأَبُو دَاوُدَ ، وَحَدِيث أَبِي لُبَابَة أَخْرَجَهُ
الْبَيْهَقِيُّ فِي “ الدَّلَائِل “ وَابْن الْمُقْرِي ،
وَحَدِيث كَعْب
وَصَاحِبَيْهِ أَخْرَجَهُ اِبْن الْمُقْرِي ، وَحَدِيث أَبِي عُبَيْدَة أَخْرَجَهُ
سُفْيَان فِي جَامِعه ، وَحَدِيث
اِبْن عَبَّاس
أَخْرَجَهُ الطَّبَرِيُّ وَابْن الْمُقْرِي ، وَحَدِيث صَفْوَان أَخْرَجَهُ
أَيْضًا النَّسَائِيُّ وَابْن مَاجَهْ وَصَحَّحَهُ
الْحَاكِم . وَقَدْ
جَمَعَ الْحَافِظ أَبُو بَكْر بْن الْمُقْرِي جُزْءًا فِي تَقْبِيل الْيَد
سَمِعْنَاهُ ، أَوْرَدَ فِيهِ أَحَادِيث كَثِيرَة
وَآثَارًا ، فَمِنْ
جَيِّدهَا حَدِيث الزَّارِع الْعَبْدِيّ وَكَانَ فِي وَفْد عَبْد الْقَيْس قَالَ “
فَجَعَلْنَا نَتَبَادَر مِنْ رَوَاحِلنَا
فَنُقَبِّل يَد
النَّبِيّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَرِجْله “ أَخْرَجَهُ أَبُو دَاوُدَ
، وَمِنْ حَدِيث مَزِيدَة الْعَصَرِيّ مِثْله
، وَمِنْ حَدِيث
أُسَامَة بْن شَرِيك قَالَ “ قُمْنَا إِلَى النَّبِيّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَقَبَّلْنَا يَده “ وَسَنَده قَوِيّ
وَمِنْ حَدِيث
جَابِر “ أَنَّ عُمَر قَامَ إِلَى النَّبِيّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَقَبَّلَ يَده “ وَمِنْ حَدِيث بُرَيْدَةَ فِي
قِصَّة ا
عْألَْرَابِيّ وَالشَّجَرَة فَقَالَ “ يَا رَسُول اللَّه اِئْذَنْ لِي أَنْ
أُقَبِّل رَأَسَك وَرِجْلَيْك فَأَذِنَ لَهُ “ وَأَخْرَجَ
الْبُخَارِيّ فِي “
ا دْألََب الْمُفْرَد “ مِنْ رِوَايَة عَبْد الرَّحْمَن بْن رَزِين قَالَ “
أَخْرَجَ لَنَا سَلَمَة بْن ا كْألَْوَع كَفًّا
لَهُ ضَخْمَة
كَأَنَّهَا كَفّ بَعِير فَقُمْنَا إِلَيْهَا فَقَبَّلْنَاهَا “ وَعَنْ ثَابِت
أَنَّهُ قَبَّلَ يَد أَنَس ، وَأَخْرَجَ أَيْضًا أَنَّ عَلِيًّا
قَبَّلَ يَد
الْعَبَّاس وَرِجْله ، وَأَخْرَجَهُ اِبْن الْمُقْرِي ، وَأَخْرَجَ مِنْ طَرِيق
أَبِي مَالِك ا شْألَْجَعِي قَالَ : قُلْت لِابْنِ
أَبِي أَوْفَى
نَاوِلْنِي يَدك الَّتِي بَايَعْت بِهَا رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَنَاوَلَنِيهَا فَقَبَّلْتهَا . قَالَ النَّوَوِيّ
: تَقْبِيل يَد
الرَّجُل لِزُهْدِهِ وَصَلَاحه أَوْ عِلْمه أَوْ شَرَفه أَوْ صِيَانَته أَوْ نَحْو
ذَلِكَ مِنْ ا مْألُُور الدِّينِيَّة لَا يُكْرَه
بَلْ يُسْتَحَبّ ،
فَإِنْ كَانَ لِغِنَاهُ أَوْ شَوْكَته أَوْ جَاهه عِنْد أَهْل الدُّنْيَا
فَمَكْرُوه شَدِيد الْكَرَاهَة وَقَالَ أَبُو سَعِيد
. الْمُتَوَلِّي :
لَا يَجُوز
Berkata Hujjjatul Islam Al Imam Ibn Hajar Al
Asqalaniy : Berkata Imam Ibn
Battal : mengambil tangan adalah
bermakna bersalaman, dan hal itu adalah hal yang baik dilakukan demikian dijelaskan para ulama, dan
sungguh berbeda pendapat mengenai mencium tangan, hal ini diingkari oleh Imam Malik dan ia mengingkari apa
- apa yang diriwayatkan dalam
hal ini, dan yang lainnya memperbolehkannya, mereka berdalil dengan yang diriwayatkan Umar ra bahwa ketika
diantara para sahabat pulang dari peperangan, dan dikatakan pada mereka : Kalian lari dari
peperangan!, maka Umar ra berkata : Bahkan kalian ‘akkaaruun, akulah pimpinan orang orang mukmin, maka kamipun
mencium tangan beliau.
Dan dikatakan bahwa
Abu Lubabah dan Ka’ab bin Malik dan sahabat mereka
mencium tangan Nabi saw ketika Allah menerima taubat mereka, dan dikatakan
oleh Al Abhariyy bahwa Abu Ubaidah ra
mencium tangan Umar ra ketika datang. Dan Zeyd bin Tsabit ra mencium tangan Ibn Abbas ra ketika Ibn Abbas ra
memegang tali kudanya, dan
berkata Al Abhariy bahwa Imam Malik mengingkarinya jika disebabkan kesombongan dan kecongkakan, namun jika
disebabkan kedekatannya pada Allah swt, karena kuatnya imannya, atau karena ilmunya, atau karena kehormatannya
maka hal itu diperbolehkan,
dijelaskan oleh Imam Ibn Battal bahwa Imam Tirmidziy menukil riwayat hadits shafwan bin Assal, bahwa orang - orang
Yahudi datang dan menanyakan pada Nabi saw akan 9 ayat, dan pada akhir hadits mereka mencium tangan Nabi
saw dan kaki beliau saw, dan
berkata Imam Tirmidziy bahwa hadits ini hasan shahih.
Kukatakan
(menanggapi hal ini) dengan hadits Ibn Umar ra yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam kitabnya Al Adabul Mufrad dan Imam Abu Dawud, dan
Hadits riwayat Abi Lubabah yg
diriwayatkan oleh Imam Baihaqi dalam kitabnya Addalail, dan hadits Ka’ab dan kedua sahabatnya yang dikeluarkan
oleh Ibn Al Muqriyy, dan hadist Abi
Ubaidah yang diriwayatkan Sufyan dalam Jami’ nya, dan hadits Ibn Abbas ra yang
diriwayatkan Imam Attabariy dan Ibnul
Muqriy, dan hadtist Shafwan yang diriwayatkan pula olehnya dan oleh Imam Nasa’iy dan Imam Ibn Majah dan dishahihkan
oleh Imam Hakim, dan telah
dilkumpulkan oleh Al Hafidh Abubakar Ibnul Muqriyy dalam sebuah bab khusus tentang “Cium tangan” dan telah ia
riwayatkan dalam hadits yang banyak dan perbuatan para sahabat.
Dan dari hadits
yang Jayyid (bagus sanadnya) adalah riwayat Azzari’ Al’abdiy, ketika wafd abdulqeis berkata : kami berebutan turun dari tunggangan kami, dan
kami mencium tangan Nabi saw dan
kaki beliau saw. Diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud, dan dari hadits riwayat Mazidah Al Ashriy drngan
riwayat yang sama, dan dari hadits Usamah bin Syariik, berkata kami berdiri untuk mencium tangan Nabi saw, dan sanadnya
kuat.
Dan dari hadis Ibn Umar ra bahwa Umar ra berdiri kepada Nabi saw dan mencium
tangan beliau saw, dan dari
hadits buraidah dalam kisah seorang dusun dan pohon, seraya berkata: Wahai
Rasulullah (saw), izinkan aku untuk mencium dahimu dan kedua kakimu!, maka Rasul saw mengizinkannya, dan
diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam kitabnya Al Aadabul Mufrad dari riwayat Abdurrahman
bin Waziin, berkata : diriwayatkan pada kami oleh Salmah bin Al Uku’ ra bahwa ia mengeluarkan telapak tangannya
yang kasar dan besar seperti
telapak tangan unta, (tanganku ini membai’at tangan Nabi saw), maka kami berdiri dan menciumnya. Dan dari tsabit
ra bahwa ia sungguh mencium tangan Anas ra. Dan dikeluarkan pula bahwa Sungguh Ali kw mencium tangan Abbas
ra dan kedua kakinya.
Dan diriwayatkan
oleh Imam Ibnul Muqriyy, dan diriwayatkan dari Abi Malik Al Asyja’iyy berkata : kukatakan pada Ibn Abi Awfa : ulurkan
tanganmu yang kau berbai’at
dengannya pada Nabi saw, maka ia mengulurkannya dan aku menciumnya. Berkata Hujjatul Islam Al Imam Nawawi :
Mencium tangan orang karena zuhudnya (sederhana dalam hidup karena keshalihannya), atau karena shalihnya, atau
karena ilmunya, atau karena
kemuliaannya, atau kebaikannya atau yang semisalnya dari kemuliaan pada agama bukanlah hal makruh
bahkan hal yang baik, namun jika karena kekayaannya atau kejahatannya atau karena kedudukannya pada ahli dunia
maka sangat makruh, dan berkata
Abu Sa’id ALmutawalli hal itu dilarang. (Fathul Baari Bisyarah Shahih
Bukhari oleh Hujjatul Islam Al Imam Ibn Hajar Al Asqalaniy Bab Al Akhdz
bilyadayn Juz 8 hal 1).
وَقَدْ صَنَّفَ الْحَافِظ
أَبُو بَكْر ا صْألَْبَهَانِيّ الْمُقْرِي جُزْءًا فِي الرُّخْصَة فِي تَقْبِيلِ
الْيَد ذَكَرَ فِيهِ حَدِيث اِبْن
عُمَر وَابْن
عَبَّاس وَجَابِر بْن عَبْد اللَّه وَبُرَيْدَةَ بْن الْحُصَيْبِ وَصَفْوَان بْن
عَسَّال وَبُرَيْدَةَ الْعَبْدِيُّ وَالزَّارِع
بْن عَامِر
الْعَبْدِيُّ وَذَكَرَ فِيهِ آثَارًا صَحِيحَة عَنْ الصَّحَابَة وَالتَّابِعِينَ
رَضِيَ اللَّه عَنْهُمْ ، وَذَكَرَ بَعْضهمْ أَنَّ
. مَالِكًا
أَنْكَرَهُ وَأَنْكَرَ مَا رُوِيَ فِيهِ وَأَجَازَهُ آخَرُونَ
وَقَالَ ا
بْألَْهَرِيّ إِنَّمَا كَرِهَهَا مَالِك إِذَا كَانَتْ عَلَى وَجْه التَّكَبُّر
وَالتَّعْظِيم لِمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ بِهِ ، فَأَمَّا إِذَا قَبَّلَ
إِنْسَانٌ يَدَ
إِنْسَانٍ أَوْ وَجْهَهُ أَوْ شَيْئًا مِنْ بَدَنِهِ مَا لَمْ يَكُنْ عَوْرَةً
عَلَى وَجْهِ الْقُرْبَة إِلَى اللَّه لِدِينِهِ أَوْ لِعِلْمِهِ
أَوْ لِشَرَفِهِ
فَإِنَّ ذَلِكَ جَائِز ، وَتَقْبِيل يَد النَّبِيّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يُقَرِّبُ إِلَى اللَِّه وَمَا كَانَ مِنْ ذَلِكَ تَعْظِيمًا
لِدُنْيَا أَوْ
لِسُلْطَانٍ أَوْ لِشَبَهِهِ مِنْ وُجُوه التَّكَبُّر فَلَا يَجُوز اِنْتَهَى
كَلَام الْمُنْذِرِيِّ
Dijelaskan pada kitab Aunul Ma’bud : Dan Al Hafidh Abu Bakar Al Ashbahaniy Almuqriyy
telah menulis sebuah risalah sebuah Bab
dalam dibolehkannya mencium tangan, menyebut padanya hadits Ibn Umar ran dan Ibn Abbas ra dan Jabir bin
Abdillah ra dan Buraidah bin Al
Hashab ra, dan Shafwan bin Assal ra dan Buraidah Al Abdiy, dan Azzari
bin Amir Al Abdiy, dan Azzari bin Amir
Al Abdiy, dan menyebutkan padanya perbuatan sahabat yang shahih dan para Tabi’in Radhiyallahu’anhum, dan sebagian
dari mereka menyebutkan bahwa
Imam Malik mengingkarinya, dan mengingkari riwayatnya, dan dibolehkan oleh yang lainnya.
Dan berkata Imam Al
Abhariy sungguh Imam Malik mengingkarinya hanya jika untuk kesombongan dan pengagungan yang berlebihan bagi yang melakukannya, namun
jika seorang manusia mencium
tangan manusia lainnya atau wajahnya, atau badannya, yang selain auratnya semata mata ingin dekat
pada Allah swt, karena keimanan orang tsb pada agamanya, atau ilmunya, atau kemuliaannya (disisi Allah swt)
maka hal itu diperbolehkan, dan
mencium tangan Nabi saw mendekatkan diri kepada Allah swt, dan itu sungguh bukan memuliakan keduniawian atau
kekuasaan, atau menyerupai bentuk bentuk kesombongan, jika untuk kesombongan dan keduniawian maka tidak
dibolehkan.
Selesai ucapan Imam
Almundziry. (Aunul
Ma’bud, Bab Qublatul Yad Juz ii hal 259).
Demikian pendapat para Muhadditsin, para Imam,
dan Para sahabat, yang diajarkan oleh Rasul saw.
Wallahu a’lam
Sumber
: (Kenalilah Aqidahmu 2)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar