A. Pengertian Munasabah Al Qur'an
Tanasub dan munasabat berasal dari akar kata
yang sama, yaitu al-munasabat, al-muqarabah, al-musyakalah mengandung arti
berdekatan, bermiripan,atau keserupaan. Oleh karena itu ungkapan (انها مجموعة
مشابهة لمجموعات أخرى من) bemakna sipulan itu mirip dengan pula yang
lain, dua orang bersaudara disebut dengan satu nasib (: keturunan) karena
keduanya bermiripan.[1] Dari kata itu lahir pula kata “an-nasib”
berarti kerabat yang mempunyai hubungan seperti dua orang bersaudara. Istilah
munasabah digunakan dalam ‘illat dalam bab qiyas yang berarti Al-wash
Al-muqarib li Al-hukm ( gambaran yang berhubungan dengan hukum).[2]
Menurut pengertian terminologi, munasabah dapat didefenisikan
sebagai berikut :
سخيف
هو الشيء الذي لا يمكن فهمه. عندما واجه السبب، لا بد من قبول هذا السبب.
Artinya : munasbah adalah suatu hal yang dapat dipahami. Tatkala
dihadapakan kepada akal, pasti akal itu akan menerimanya.
2. Menurut manna’ Al-qathan
سخيف هو الرابط بين بعض العبارات في فقرة، أو بين
الفقرات في بضع فقرات، أو بين الحروف
Artinya : munasabah adalah sisi keterikatan antara beberapa
ungkapan didalam suatu ayat, atau antar ayat pada beberapa ayat, atau antar
surat (didalam Al-quran).
[1] Al-zarkasyi,al-burhan fi’ulum al-quran,
ed. Muhammad abu al-fadhl ibrahim, isa al-bab al-halabi,cet.ke2, t.t.,I,h.35
[2] Ibid
[3] Ibid
3. Menurt Ibnu Al-‘Arabi
سخيف هو المرفق إلى آيات من القرآن الكريم حتى كما
لو أنه هو تعبير عن أن لديها وحدة المعنى وتحرير النظام. سخيف هو العلم الذي هو
كبير.
Artinya : munasabah adalah keterikatan ayat-ayat Al-quran sehingga
seolah-olah merupakan satu ungkapan yang mempunyai kesatuan makna dan
keteraturan redaksi. Munasabah merupakan ilmu yang sangat agung.
4. Menurut Al-Biqa’i
Munasabah adalah suatu ilmu yang mencoba mengetahui alasan-alasan
dibalik susunan atau urutan bagian –bagian Al-quran, baik ayat dengan ayat,
atau surat dengan surat.
Jadi, dalam konteks ‘Ulum Al-quran, munasabah
berarti menjelaskan korelaksi antar ayat atau antar surat, baik kolerasi itu
bersifat umum maupun khusus : rasional (‘aqli), persepsi (hassiy) atau
imajinatif (hayal) : atau korelasi atau berupa sebab akibat ,’llat dan Ma’lul,
perbandingan dan perlawanan.[4]
Dari beberapa pengertian diatas dapat kami simpulkan bahwa
munasabah al-quran adalah kemiripan kemiripan yang terdapat pada hal-hal
tertentu dalam al-quran baik surat maupun ayat-ayatnya yang menghubungkan
uraian satu dengan yang lainnya.
B. Tinjauan Historis
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwwwa ilmu
munasabat termasuk kajian yang penting dalam ruang lingkup ‘ulumul al-alqur’an.
Dengan demikian, tidak mengherankan jika banyak pakar tafsir di masa lampau
mencurah kan perhaatian terhadap kajian ini.
Sebenarnya tidak diketahui secara pasti tanggal mulai lahirnya
ilmu tanasub ini,namun dari literatur yang ditemukan,para ahli cendrung
berpendapat bahwa kajian jini pertama kali dimunculkan oleh al-imam abu bakr
‘abd allah bin muhammad al-nasyaburi(w.324 H) di kota baghdad. Sebagaimana
diakui oleh syaykh abu al-hasan al-syahrabanni
[4] Muhammad bin ‘Alawi Al-maliki Al-Husni,
Mutiara ilmu-ilmu Al-quran, terj.Rosihan Anwar, pustaka setia,
bandung,1999,hal.305
seperti dikutip al-ma’i. Al-Syuyuthi juga berpendapat serupa itu,
dan dan satra. Jika pendapat ini diterima itu berarti pembahasan terhadap
permasalahan tanasub ayat-ayat dan surat-surat dalam Al-quran
telah mulai menjadi objek studi dikalangan ulama tafsir sejak abad keempat H.
Namun timbul pertanyaan kenapa baru pada abad
keempat itu ulama memperhatikan permasalahan tanasub ini
secara serius?, jika diamati perkembangan ilmu keislaman , memang terjadi
lonjakan yang amat berarti pad abad-abad satu sampai dengan empat. Setelah
abad-abad tersebut perkembangan tidak lagi sepesat seperti abad-abad
sebelumnya.
Apabila kajian tanasub ini berkembang pada abad
ke 4, itu berarti dalam masa keemasan meskipun masa tiga abad sebelumnya
penbahasan mengenai ini belum menonjol, tapi tidak berarti ulam tafsir tidak tahu
tentang ini sebab pada permulaan islam datang, nabi telah memberikan isyarat
tentang adanya keserasian atau kaitan antara satu ayat dengan ayat yang lain,
dalam al-quran seperti penafsiran Rasul Allah SAW terhadap lafal zhulm dalam
ayat 82 dari surat Al-an’am. Pensiran nabi seperti ini jelas tak luput dari
pembahasan kitab tafsir bi Al-ma’tsur seperti tafsir Al-tharabi (w.310 H) dalam
buku itu dapat disimpulakna bahwa penafsuran terhadap ayat-ayat yang mempunyai
tanasub sudah dilakukan oleh nabi, kemudian dilanjutkan oleh sahabat-sahabat
dan ulama tafsir berikutnya.
C. Cara Mengetahui Munasabah
Para ulama menjelaskan bahwa pengetahuan tentang
munasabah bersifat ijtihadi. Artinya, pengetahuan tentangnya ditetapkan
berdasarakan ijtihad karena tidak ditemukan riwayat, baik dari nabi maupun dari
para sahabatnya. Oleh karena itu tidak ada keharusan mencari munasabah pada
setiap ayat. Alasannya, Al;-quran diturunka secara berabsur-ansur mengukuti
berbagai kejadian dan peristiwa yang ada. Terkadang seorang musafir menemukan
keterkaitan suatu ayat dengan yang lainnya dan terkadang tidak. Ketika tidak
menemukan keterkaitan itu, ia tidak diperkenankan untuk memaksakan diri.
Falam hal ini syekh Izzuddin Bin ‘Abd as-salam
berkata : Munasabah adalah sebuah ilmu yang baik, tetapi kaitan antar
kalam mensyartkan adanya kesatuan dan keterkaitan bagian awal dengan bagian
akhirnya. Dengan demikian, apabila terjadi p[ada berbagai sebab yang
berbeda, keterkaitan salah satu dengan yang lainnya tidak menjadi syarat. Orang
yang mengaitkan tersebut berarti mengada-adakan apa yang tidak dikuasainya.
Kalupun itu terjadi, ia mengaitkan hanya dengan ikatan-ikatan lemah yang
pembicaraan yang baik saja pasti terhindar darinya, apalagi kalam yang terbaik.[5]
Untuk meneliti keserasian susunan ayat dan surat (munasabah) dalam
al-quran diperlukan ketelitian dan pemikiran yang mendalam. As-Suyuthi
menjelaskan ada beberapa langkah yang perlu diperhatiakan untuk menemukan
munasabah ini, yaitu :
1.
Harus diperhatiakan
tujuan pembahasan suatu surat yang menjadi objek pencarian.
2.
Memperhatikan uraian
ayat-ayat yang sesuai dengan tujuan yang dibahas dalam surat.
3.
Menentukan tingkatan
uraian-uaraian itu, apakah ada hubungannya atau tidak.
4.
Dalam mengambil
kesimopulannya, hendaknya memperhatikan ungkapan-ungkapan bahasanya dengan
benar dan tidak berlebihan.[6]
D. Macam-macam Munasabah
1. Munasabah antar surat dengan surat sebelumnya
As-suyuthi menyimpulkan bahwa munasabah antar
satu surat dengan surat sebelumnya berfungsi menerangkan atau menyempurnakan
ungkapan pada surat sebelumnya.
Sebagai contoh, dalam surat Al-Fatihah ayat satu
ada ungkapan Alhamdulillah. Ungkapan ini berkolerasi dengan surat
Al-Baqarah ayat 152 dan 186 :
þÎTrãä.ø$$sù öNä.öä.ør& (#rãà6ô©$#ur Í< wur Èbrãàÿõ3s? ÇÊÎËÈ
152. Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya aku ingat
(pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.
[5] Qathan,op.cit.hal.98
[6] As-Suyuthi,Al-itqan…,hal.110
[7] Rosihan Anwar,Ulum Al-quran,pustaka
setia,2008,cet.I,hal.84
#sÎ)ur y7s9r'y Ï$t6Ïã ÓÍh_tã ÎoTÎ*sù ë=Ìs% ( Ü=Å_é& nouqôãy Æí#¤$!$# #sÎ) Èb$tãy ( (#qç6ÉftGó¡uù=sù Í< (#qãZÏB÷sãø9ur Î1 öNßg¯=yès9 crßä©öt ÇÊÑÏÈ
186. Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku,
Maka (jawablah), bahwasanya aku adalah dekat. aku mengabulkan permohonan orang
yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi
(segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu
berada dalam kebenaran.
Ungkapan “Rabb Al-‘Alamin” dalam surat Al-Fatihah berkorelasi
denagn surat Al-Baqarah ayat 21-22 :
$pkr'¯»t â¨$¨Y9$# (#rßç6ôã$# ãNä3/u Ï%©!$# öNä3s)n=s{ tûïÏ%©!$#ur `ÏB öNä3Î=ö6s% öNä3ª=yès9 tbqà)Gs? ÇËÊÈ Ï%©!$# @yèy_ ãNä3s9 uÚöF{$# $V©ºtÏù uä!$yJ¡¡9$#ur [ä!$oYÎ/ tAtRr&ur z`ÏB Ïä!$yJ¡¡9$# [ä!$tB ylt÷zr'sù ¾ÏmÎ/ z`ÏB ÏNºtyJ¨V9$# $]%øÍ öNä3©9 ( xsù (#qè=yèøgrB ¬! #Y#yRr& öNçFRr&ur cqßJn=÷ès? ÇËËÈ
21.
Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang
sebelummu, agar kamu bertakwa,
22. Dialah yang menjadikan bumi sebagai
hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari
langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki
untukmu; karena itu janganlah kamu Mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, Padahal
kamu mengetahui.
Didalam surat Al-Baqarah ditegaskan ungkapan “dzaalik al kitab laa
raibaafih”. Ungakapan ini berkorelasi dengan surat Ali-Imran ayat 3 :
Demikian pula, apa yang oleh surat Al-Baqarah diungkapakan secara
global, yaitu ungkapan “wa ma unzila min qoblika”, dirinci lebih jauh oleh
surat surat Ali-Imran ayat 3 :
A¨tR øn=tã |=»tGÅ3ø9$# Èd,ysø9$$Î/ $]%Ïd|ÁãB $yJÏj9 tû÷üt/ Ïm÷yt tAtRr&ur sp1uöqG9$# @ÅgUM}$#ur ÇÌÈ
Dia menurunkan Al kitab (Al Quran)
kepadamu dengan sebenarnya; membenarkan kitab yang telah diturunkan sebelumnya
dan menurunkan Taurat dan Injil,
Berkaitan dengan munasabah macam ini, ada uraian yang baik yang
dikemukakan nasr Abu Zaid. Ia menjelaskan bahwa hubungan khusus surat
Al;-fatihah dengan surat Al-Baqwarah merupakan hubungan stilistika kebahasaan.
Sementara hubungan-hubungan umum lebuh berkaitan dengan isi dan kandungan.
2. Munasabah antar nama surat dan tujuan turunnya
Setiap surat mempunyai tema pembicaraan yang menonjol, dan itu
tercermin pada namanya masing-masing,seperti surat Al-Baqarah,Yunus,An-Naml,
dan surat Al-Jin. Lihatlah firman Allah surat Al-Baqarah ayat 67-71 :
øÎ)ur tA$s% 4ÓyqãB ÿ¾ÏmÏBöqs)Ï9 ¨bÎ) ©!$# ôMä.âßDù't br& (#qçtr2õs? Zots)t/ ( (#þqä9$s% $tRäÏGs?r& #Yrâèd ( tA$s% èqããr& «!$$Î/ ÷br& tbqä.r& z`ÏB úüÎ=Îg»pgø:$# ÇÏÐÈ (#qä9$s% äí÷$# $uZs9 y7/u ûÎiüt7ã $uZ©9 $tB }Ïd 4 tA$s% ¼çm¯RÎ) ãAqà)t $pk¨XÎ) ×ots)t/ w ÖÚÍ$sù wur íõ3Î/ 8b#uqtã ú÷üt/ y7Ï9ºs ( (#qè=yèøù$$sù $tB crãtB÷sè? ÇÏÑÈ (#qä9$s% äí÷$# $oYs9 /u ûÎiüt6ã $oY©9 $tB $ygçRöqs9 4 tA$s% ¼çm¯RÎ) ãAqà)t $pk¨XÎ) ×ots)t/ âä!#tøÿ|¹ ÓìÏ%$sù $ygçRöq©9 Ý¡s? úïÌÏ໨Z9$# ÇÏÒÈ (#qä9$s% äí÷$# $uZs9 y7/u ûÎiüt7ã $uZ©9 $tB }Ïd ¨bÎ) ts)t6ø9$# tmt7»t±s? $uZøn=tã !$¯RÎ)ur bÎ) uä!$x© ª!$# tbrßtGôgßJs9 ÇÐÉÈ tA$s% ¼çm¯RÎ) ãAqà)t $pk¨XÎ) ×ots)t/ w ×Aqä9s çÏVè? uÚöF{$# wur Å+ó¡s? y^öptø:$# ×pyJ¯=|¡ãB w spuÏ© $ygÏù 4 (#qä9$s% z`»t«ø9$# |M÷¥Å_ Èd,ysø9$$Î/ 4 $ydqçtr2xsù $tBur (#rß%x. cqè=yèøÿt ÇÐÊÈ
67.
Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: "Sesungguhnya Allah
menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina." mereka berkata:
"Apakah kamu hendak menjadikan Kami buah ejekan?" Musa menjawab:
"Aku berlindung kepada Allah agar tidak menjadi salah seorang dari
orang-orang yang jahil".
68. Mereka menjawab: " mohonkanlah
kepada Tuhanmu untuk Kami, agar Dia menerangkan kepada kami; sapi betina Apakah
itu." Musa menjawab: "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina
itu adalah sapi betina yang tidak tua dan tidak muda; pertengahan antara itu;
Maka kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu".
69. Mereka berkata: "Mohonkanlah
kepada Tuhanmu untuk Kami agar Dia menerangkan kepada Kami apa warnanya".
Musa menjawab: "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah
sapi betina yang kuning, yang kuning tua warnanya, lagi menyenangkan orang-orang
yang memandangnya."
70. Mereka berkata: "Mohonkanlah
kepada Tuhanmu untuk Kami agar Dia menerangkan kepada Kami bagaimana hakikat
sapi betina itu, karena Sesungguhnya sapi itu (masih) samar bagi Kami dan
Sesungguhnya Kami insya Allah akan mendapat petunjuk (untuk memperoleh sapi
itu)."
71. Musa berkata: "Sesungguhnya Allah
berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang belum pernah dipakai
untuk membajak tanah dan tidak pula untuk mengairi tanaman, tidak bercacat,
tidak ada belangnya." mereka berkata: "Sekarang barulah kamu
menerangkan hakikat sapi betina yang sebenarnya". kemudian mereka
menyembelihnya dan hampir saja mereka tidak melaksanakan perintah itu.
Cerita tentang lembu betina dalam surat Al-Baqarah diatas
merupakan inti pembicaraannya, yaitu kekuasaan Tuhan membangkitkan orang mati
dengan perkataan lain, tujuan surat ini adalah menyangkut kekuasaan tuhan dan
keimanna kepada hari kemudian.
3. Munasabah antar bagian suatu ayat
Munasabah antar bagian surat sering sering berbentuk pola
munasabah al-thadhodat (perlawanan) seperti terlihat dalam surah Al-Hadid ayat
4 :
uqèd Ï%©!$# t,n=y{ ÏNºuq»yJ¡¡9$# uÚöF{$#ur Îû ÏpGÅ 5Q$r& §NèO 3uqtGó$# n?tã ĸóyêø9$# 4 ÞOn=÷èt $tB ßkÎ=t Îû ÇÚöF{$# $tBur ßlãøs $pk÷]ÏB $tBur ãAÍ\t z`ÏB Ïä!$uK¡¡9$# $tBur ßlã÷èt $pkÏù ( uqèdur óOä3yètB tûøïr& $tB öNçGYä. 4 ª!$#ur $yJÎ/ tbqè=uK÷ès? ×ÅÁt/ ÇÍÈ
4.
Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa: kemudian Dia
bersemayam di atas ´arsy Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa
yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik
kepada-Nya . dan Dia bersama kamu di mama saja kamu berada. dan Allah Maha
melihat apa yang kamu kerjakan.
Antara kata “auliju”(masuk) dengan kata “yakhruju”(keluar)
4. Munasabah antarayat yang letaknya berdampingan
Munasabah antarayat yang letaknya berdampingan sering terlihat
dengan jelas, tetapi sering pula terlihat tidak jelas. Munasabah antarayat yang
terlihat dengan jelas umunnya menggunakan pola ta’kid (penguat), tafsir
(penjelas), i’tiradh(bantahan), dan tasydid(penegasan).
Munasabah antarayat yang menggunakan pola ta’kid yaitu apabila
salah satu ayat atau bagian ayat memperkuat makna ayat atau bagian ayat yang
terletak di sampingnya. Contoh firman Allah dalam suratb al-fatihah ayat 1-2:
ÉOó¡Î0 «!$# Ç`»uH÷q§9$# ÉOÏm§9$# ÇÊÈ ßôJysø9$# ¬! Å_Uu úüÏJn=»yèø9$# ÇËÈ
1.
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang
2. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta
alam
Ungkapan “rabb al-alamin”pada ayat kedua
memperkuat kata “ar-rahman” dan “ar-rahim” pada ayat
pertama.
Munasabah antarayat menggunakan pola tafsir, apabila satu ayat
atau bagian ayat tertentu ditafsirkan maknanya oleh ayat atau bagian ayat di
sampingnya. Contoh firman Allah dalam surat al-baqarah ayat 2-3:
y7Ï9ºs Ü=»tGÅ6ø9$# w |=÷u ¡ ÏmÏù ¡ Wèd z`É)FßJù=Ïj9 ÇËÈ tûïÏ%©!$# tbqãZÏB÷sã Í=øtóø9$$Î/ tbqãKÉ)ãur no4qn=¢Á9$# $®ÿÊEur öNßg»uZø%yu tbqà)ÏÿZã ÇÌÈ
2.
Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang
bertaqwa
3. (yaitu) mereka yang beriman kepada yang
ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami
anugerahkan kepada mereka.
makna”mutaqin”pada ayat kedua ditasirkan oleh ayat
ketiga.dengan demikian,orang yang bertaqwa adalah orang yang mengimani hal-hal
yang ghaib,mengerjakan sholat,dan seterusnya.munasabah antar ayat menggunakan
pola i’tiradh apabila terletak satu kalimat atau lebih tidak ada kedudukannya
dalam i’rab(struktut kalimat), baik dipertengahan kalimat atau diantara dua kalimat
yang berhubungan maknanya.
Contohnya firman Allah dalam surat an-nahl ayat 57:
tbqè=yèøgsur ¬! ÏM»oYt7ø9$# ¼çmoY»ysö7ß Nßgs9ur $¨B cqåktJô±t ÇÎÐÈ Adapun munasabah antar ayat
57. Dan mereka menetapkan bagi Allah anak-anak perempuan[831].
Maha suci Allah, sedang untuk mereka sendiri (mereka tetapkan) apa yang mereka
sukai (Yaitu anak-anak laki-laki).
[831] Mereka mengatakan bahwa Allah mempunyai anak perempuan Yaitu
malaikat-malaikat karena mereka sangat benci kepada anak-anak perempuan sebagaimana
tersebut dalam ayat berikutnya.
menggunakan pola tasydid apabila satu ayat atau bagian ayat
mempertegas arti ayat yang terletak disampingnya. Contihnya Frirma Allah dalam
surat Al-Fatihah ayat 6-7 :
$tRÏ÷d$# xÞºuÅ_Ç9$# tLìÉ)tGó¡ßJø9$# ÇÏÈ xÞºuÅÀ tûïÏ%©!$# |MôJyè÷Rr& öNÎgøn=tã Îöxî ÅUqàÒøóyJø9$# óOÎgøn=tæ wur tûüÏj9!$Ò9$# ÇÐÈ
6.
Tunjukilah Kami jalan yang lurus,
7. (yaitu) jalan orang-orang yang telah
Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan
(pula jalan) mereka yang sesat
Ungkapan Ashiratal mustaqim pada ayat 6 dipertegas ileh ungkapan
“shirotollaazdi na…” antara kedua ungkapan yang saling memperkuat itu terkadang
ditandai dengan huruf “Atthaf” (langsung) dan terkadang pula tidak diperkuat
olehnya (tidak langsung).
5. Musnasabah antar suatu kelompok ayat dan kelompok ayat
disampingnya
Dalam surat Al-Baqarah ayat 1-20, misalnya Allah memulai
penjelasannya tentang kebenaran dan ungsi Al-quran bagi orang-orang yang
bertaqwa. Dalam kelom[opk ayat-ayat berikutnya dibicarakan tiga kelompok
manusia dan sifat-sifat mereka yang berbeda, yaitu mukmin,kafir, dan minafik.
6. Munasabah antar fashilah (pemisah) dan isi ayat
Bacaan munasabah ini mengandung tujuan-tujuan tertentu.
Diantaranya adalah untuk menguatkan (tamkin) makna yang terkandung dal;am suatu
ayat. Misalnya, dalam surat Al-Ahzab ayat 25 :
¨uur ª!$# tûïÏ%©!$# (#rãxÿx. öNÎgÏàøtóÎ/ óOs9 (#qä9$uZt #Zöyz 4 s"x.ur ª!$# tûüÏZÏB÷sßJø9$# tA$tFÉ)ø9$# 4 c%x.ur ª!$# $Èqs% #YÍtã ÇËÎÈ
25.
Dan Allah menghalau orang-orang yang kafir itu yang Keadaan mereka penuh
kejengkelan, (lagi) mereka tidak memperoleh Keuntungan apapun. dan Allah
menghindarkan orang-orang mukmin dari peperangan. dan adalah Allah Maha kuat
lagi Maha Perkasa.
Dalam ayat ini, Allah menghindarkan orang mukmin dari peperangan
bukan karena lemah, melainkan karena Allah maha kuat dan maha perkasa. Jadi,
adnya fashilah diantara kedua penggalan ayat diatas dimaksudkan agar pemahaman
terhadap ayat tersebut menjadi lurus dan sempurna. Tujuan lain dari fashilah
adalah memberi penjelasan tambahan yang meskipun tanpa faashilah sebenarnya,
makna ayat sudah jelas. Misalnya dalam surat An-Naml ayat 80 :
y7¨RÎ) w ßìÏJó¡è@ 4tAöqyJø9$# wur ßìÏJó¡è@ §MÁ9$# uä!%tæ$!$# #sÎ) (#öq©9ur tûïÌÎ/ôãB ÇÑÉÈ
80.
Sesungguhnya kamu tidak dapat menjadikan orang-orang yang mati mendengar dan
(tidak pula) menjadikan orang-orang yang tuli mendengar panggilan, apabila
mereka telah berpaling membelakang.
Kalimat” idza walau mudbirin” merupakan penjelasan tambahan
terhadap makna orang tuli.
7. Munasabah antar awal surat dan akhir surat yang sama
Tentang munasabah semacam ini, As-Suyuthi telah mengarang sebuah
buku yang berjudul “Marasit Al-mathali fi tanasub Al-maqati’ wa al-madhali”
contih munasabah ini tedapat dalam surat Al-Qashas yang bermula dengan
menjelaskan pejuangan nabi Musa as. Dalam berhadapan dengan kekejaman Fir’aun.
Atas perintah dan pertolongan Allah nabi Musa berhasil keluar dari Mesir dengan
penuh tekanan.diakhir surat Allah menyampaikan kabar gembira kepada Nabi
Muhammad yang mengahdap tekanan dari kaumnya dan janji Allah atas kemenanganny.
Kemudian, jika diawal surat dikemukakan bahwa nabi Musa tidak akan menolong
orang kafir. Munasabah disini terletak dasri sisi kesamaan kondisi yang
dihadapi oleh kedua nabi tersebut.
8. Munasabah antar penutup suatu surat denagna awal surat
berikutnya
Jika diperhatika pada setiap pembukaan surat, akan dijumpai
munasabah dengan akhir surat sebelumnya sekalipun tidak mudah untuk mencarinya.
Misalnya, pada permulaan surat Al-Hadid ayat 1 :
yx¬7y ¬! $tB Îû ÏNºuq»uK¡¡9$# ÇÚöF{$#ur ( uqèdur âÍyèø9$# ãLìÅ3ptø:$# ÇÊÈ
“Semua yang berada di langit dan yang berada di bumi bertasbih
kepada Allah (menyatakan kebesaran Allah). dan Dialah yang Maha Perkasa lagi
Maha Bijaksana”
Ayat ini bermunasabah dengan akhir surat sebelumnya, Al-waqi’ah
ayat 96 yang memerintahkan bertasbih :
ôxÎm7|¡sù ËLô$$Î/ y7În/u ËLìÏàyèø9$# ÇÒÏÈ
“Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama Rabbmu yang Maha besar”
Kemudian, permulaan surat Al-Baqarah ayat 1-2, ayat ini
bermunasabah dengan akhir surat Al-Fatihah ayat 7 :
E. Kegunaan Mempelajari Munasabah
Kegunaan mempelajari ilmu munasabah adalah:
1.
Dapat
mengembangkan bagian anggapan orang bahwa tema-tema Al-quran kehilangan
relefansi antar satu bagian dengan bagian yang lainnya.
2.
Mengetahui hubungan
antara bagia Al-quran, baik antara kalimat atau ayat maupun antar surat,
sehingga lebih memperdalam pengetahuan dan pengenalan terhadap kitab Al-quran.
3.
Dapat diketahui mutu dan
tingkat kebalghahan bahasa Al-quran dan konteks kalimat-kalimatnya yang satu
dengan yang lainnya, serta persesuaian ayat atau surat yang satu dari yang
lain.
4.
Dapat membantu dalam
menfsirka ayat-ayat Al-quran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar