Lahirnya agama Islam yang
dibawa oleh Rasulullah SAW, pada abad ke-7 M, menimbulkan suatu tenaga
penggerak yang luar biasa, yang pernah dialami oleh umat manusia. Islam
merupakan gerakan raksasa yang telah berjalan sepanjang zaman dalam pertumbuhan
dan perkembangannya.
Masuk dan berkembangnya Islam ke Indonesia dipandang dari segi historis dan sosiologis sangat kompleks dan terdapat banyak masalah, terutama tentang sejarah perkembangan awal Islam. Ada perbedaan antara pendapat lama dan pendapat baru. Pendapat lama sepakat bahwa Islam masuk ke Indonesia abad ke-13 M dan pendapat baru menyatakan bahwa Islam masuk pertama kali ke Indonesia pada abad ke-7 M. (A.Mustofa,Abdullah,1999: 23). Namun yang pasti, hampir semua ahli sejarah menyatakan bahwa daerah Indonesia yang mula-mula dimasuki Islam adalah daerah Aceh.(Taufik Abdullah:1983)
Datangnya Islam ke Indonesia dilakukan secara damai, dapat dilihat melalui jalur perdagangan, dakwah, perkawinan, ajaran tasawuf dan tarekat, serta jalur kesenian dan pendidikan, yang semuanya mendukung proses cepatnya Islam masuk dan berkembang di Indonesia.
Kegiatan pendidikan Islam di Aceh lahir, tumbuh dan berkembang bersamaan dengan berkembangnya Islam di Aceh. Konversi massal masyarakat kepada Islam pada masa perdagangan disebabkan oleh Islam merupakan agama yang siap pakai, asosiasi Islam dengan kejayaan, kejayaan militer Islam, mengajarkan tulisan dan hapalan, kepandaian dalam penyembuhan dan pengajaran tentang moral.(Musrifah,2005: 20).
Konversi massal masyarakat kepada Islam pada masa kerajaan Islam di Aceh tidak lepas dari pengaruh penguasa kerajaan serta peran ulama dan pujangga. Aceh menjadi pusat pengkajian Islam sejak zaman Sultan Malik Az-Zahir berkuasa, dengan adanya sistem pendidikan informal berupa halaqoh. Yang pada kelanjutannya menjadi sistem pendidikan formal. Dalam konteks inilah, pemakalah akan membahas tentang pusat pengkajian Islam pada masa Kerajaan Islam dengan membatasi wilayah bahasan di daerah Aceh, dengan batasan masalah, pengertian pendidikan Islam, masuk dan berkembangnya Islam di Aceh, dan pusat pengkajian Islam pada masa tiga kerajaan besar Islam di Aceh.
Pendidikan Islam
Secara etimologis pendidikan diterjemahkan ke dalam bahasa Arab “Tarbiyah”dengan kata kerjanya “Robba” yang berarti mengasuh, mendidik, memelihara.(Zakiyah Drajat, 1996: 25)
Menurut pendapat ahli, Ki Hajar Dewantara pendidikan adalah tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, maksudnya pendidikan adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. (Hasbullah,2001: 4)
Pendidikan adalah segala usaha orang dewasa
dalam pergaulan dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan
rohaninya ke arah kedewasaan. (Ngalim Purwanto, 1995:11). HM. Arifin
menyatakan, pendidikan secara teoritis mengandung pengertian “memberi makan”
kepada jiwa anak didik sehingga mendapatkan kepuasan rohaniah, juga sering
diartikan dengan menumbuhkan kemampuan dasar manusia.(HM.Arifin, 2003: 22)
Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan
Nasional (Sisdiknas) Bab 1 pasal 1 ayat 1, pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. (UU Sisdiknas No. 20, 2003)
Pendidikan memang sangat berguna bagi setiap
individu. Jadi, pendidikan merupakan suatu proses belajar mengajar yang
membiasakan warga masyarakat sedini mungkin menggali, memahami, dan mengamalkan
semua nilai yang disepa kati sebagai nilai terpuji dan dikehendaki, serta
berguna bagi kehidupan dan perkembangan pribadi, masyarakat, bangsa dan negara.
Pendidikan Islam menurut Zakiah Drajat
merupakan pendidikan yang lebih banyak ditujukan kepada perbaikan sikap mental
yang akan terwujud dalam amal perbuatan, baik bagi keperluan diri sendiri
maupun orang lain yang bersifat teoritis dan praktis. (Zakiah Drajat,1996: 25)
Dengan demikian, pendidikan Islam berarti
proses bimbingan dari pendidik terhadap perkembangan jasmani, rohani, dan akal
peserta didik ke arah terbentuknya pribadi muslim yang baik (Insan Kamil).
Pusat Keunggulan Pengkajian
Islam Pada Masa Kerajaan Islam di Aceh
a. Masuk dan Berkembangnya
Islam di Aceh
Hampir semua ahli sejarah menyatakan bahwa dearah Indonesia yang mula-mula di masuki Islam ialah daerah Aceh.(Taufik Abdullah, 1983: 4). Berdasarkan kesimpulan seminar tentang masuknya Islam ke Indonesia yang berlangsung di Medan pada tanggal 17 – 20 Maret 1963, yaitu:
a. Islam untuk pertama kalinya
telah masuk ke Indonesia pada abad ke-7 M, dan langsung dari Arab.
b. Daerah yang pertama kali
didatangi oleh Islam adalah pesisir Sumatera, adapun kerajaan Islam yang
pertama adalah di Pasai.
c. Dalam proses pengislaman
selanjutnya, orang-orang Islam Indonesia ikut aktif mengambil peranan dan
proses penyiaran Islam dilakukan secara damai.
d. Keterangan Islam di
Indonesia, ikut mencerdaskan rakyat dan membawa peradaban yang tinggi dalam
membentuk kepribadian bangsa Indonesia.(Taufik Abdullah, 1983: 5)
Masuknya Islam ke Indonesia
ada yang mengatakan dari India, dari Persia, atau dari Arab. (Musrifah, 2005:
10-11). Dan jalur yang digunakan adalah:
a. Perdagangan, yang mempergunakan sarana
pelayaran
b. Dakwah, yang dilakukan oleh
mubaligh yang berdatangan bersama para pedagang, para mubaligh itu bisa
dikatakan sebagai sufi pengembara.
c. Perkawinan, yaitu perkawinan antara
pedagang muslim, mubaligh dengan anak bangsawan Indonesia, yang menyebabkan
terbentuknya inti sosial yaitu keluarga muslim dan masyarakat muslim.
d. Pendidikan. Pusat-pusat perekonomian
itu berkembang menjadi pusat pendidikan dan penyebaran Islam.
e. Kesenian. Jalur yang banyak sekali
dipakai untuk penyebaran Islam terutama di Jawa adalah seni.
Bentuk agama Islam itu sendiri mempercepat
penyebaran Islam, apalagi sebelum masuk ke Indonesia telah tersebar terlebih
dahulu ke daerah-daerah Persia dan India, dimana kedua daerah ini banyak
memberi pengaruh kepada perkembangan kebudayaan Indonesia. Dalam perkembangan
agama Islam di daerah Aceh, peranan mubaligh sangat besar, karena mubaligh
tersebut tidak hanya berasal dari Arab, tetapi juga Persia, India, juga dari
Negeri sendiri.
Ada dua faktor penting yang
menyebabkan masyarakat Islam mudah berkembang di Aceh, yaitu:
a. Letaknya sangat strategis
dalam hubungannya dengan jalur Timur Tengah dan Tiongkok.
b. Pengaruh Hindu – Budha dari
Kerajaan Sriwijaya di Palembang tidak begitu berakar kuat dikalangan rakyat
Aceh, karena jarak antara Palembang dan Aceh cukup jauh.(A.Mustofa, Abdullah,
1999: 53)
Sedangkan Hasbullah mengutip pendapat Prof.
Mahmud Yunus, memperinci faktor-faktor yang menyebabkan Islam dapat cepat
tersebar di seluruh Indonesia (Hasbullah, 2001: 19-20), antara lain:
a. Agama Islam tidak sempit
dan berat melakukan aturan-aturannya, bahkan mudah ditiru oleh segala golongan
umat manusia, bahkan untuk masuk agama Islam saja cukup dengan mengucap dua
kalimah syahadat saja.
b. Sedikit tugas dan kewajiban
Islam
c. Penyiaran Islam itu
dilakukan dengan cara berangsur-angsur sedikit demi sedikit.
d. Penyiaran Islam dilakukan
dengan cara bijaksana.
e. Penyiaran Islam dilakukan
dengan perkataan yang mudah dipahami umum, dapat dimengerti oleh golongan bawah
dan golongan atas.
Konversi massal masyarakat
Nusantara kepada Islam pada masa perdagangan terjadi karena beberapa sebab
(Musrifah, 2005: 20-21), yaitu:
1. Portilitas (siap pakai) sistem
keimanan Islam.
2. Asosiasi Islam dengan
kekayaan.
Ketika penduduk pribumi Nusantara bertemu dan berinteraksi dengan orang muslim
pendatang di pelabuhan, mereka adalah pedagang yang kaya raya. Karena kekayaan
dan kekuatan ekonomi, mereka bisa memainkan peranan penting dalam bidang
politik dan diplomatik.
3. Kejayaan militer. Orang muslim dipandang
perkasa dan tangguh dalam peperangan.
4. Memperkenalkan tulisan. Agama Islam
memperkenalkan tulisan ke berbagai wilayah Asia Tenggara yang sebagian besar
belum mengenal tulisan.
5. Mengajarkan penghapalan
Al-Qur’an.
Hapalan menjadi sangat penting bagi penganut baru, khususnya untuk kepentingan
ibadah, seperti sholat.
6. Kepandaian dalam
penyembuhan.
Tradisi tentang konversi kepada Islam berhubungan dengan kepercayaan bahwa
tokoh-tokoh Islam pandai menyembuhkan. Sebagai contoh, Raja Patani menjadi
muslim setelah disembuhkan dari penyakitnya oleh seorang Syaikh dari Pasai.
7. Pengajaran tentang moral. Islam menawarkan
keselamatan dari berbagai kekuatan jahat dan kebahagiaan di akhirat kelak.
Melalui faktor-faktor dan sebab-sebab
tersebut, Islam cepat tersebar di seluruh Nusantara sehingga pada gilirannya
nanti, menjadi agama utama dan mayoritas negeri ini.
b. Pusat Keunggulan
Pengkajian Islam Pada Tiga Kerajaan Islam di Aceh.
1. Zaman Kerajaan Samudra
Pasai
Kerajaan Islam pertama di Indonesia adalah
kerajaan Samudra Pasai, yang didirikan pada abad ke-10 M dengan raja pertamanya
Malik Ibrahim bin Mahdum. Yang kedua bernama Al-Malik Al-Shaleh dan yang
terakhir bernama Al-Malik Sabar Syah (tahun 1444 M/ abad ke-15 H). (Mustofa
Abdullah, 1999: 54)
Pada tahun 1345, Ibnu Batutah dari Maroko sempat singgah di Kerajaan Pasai pada zaman pemerintahan Malik Az-Zahir, raja yang terkenal alim dalam ilmu agama dan bermazhab Syafi’i, mengadakan pengajian sampai waktu sholat Ashar dan fasih berbahasa Arab serta mempraktekkan pola hidup yang sederhana. (Zuhairini,et.al, 2000: 135)
Keterangan Ibnu Batutah tersebut dapat
ditarik kesimpulan pendidikan yang berlaku di zaman kerajaan Pasai sebagai
berikut:
a. Materi pendidikan dan
pengajaran agama bidang syari’at adalah Fiqh mazhab Syafi’i
b. Sistem pendidikannya secara
informal berupa majlis ta’lim dan halaqoh
c. Tokoh pemerintahan
merangkap tokoh agama
d. Biaya pendidikan bersumber
dari negara.(Zuhairini, et.al., 2000: 136)
Pada zaman kerajaan Samudra Pasai mencapai
kejayaannya pada abad ke-14 M, maka pendidikan juga tentu mendapat tempat
tersendiri. Mengutip keterangan Tome Pires, yang menyatakan bahwa “di Samudra
Pasai banyak terdapat kota, dimana antar warga kota tersebut terdapat
orang-orang berpendidikan”.(M.Ibrahim, et.al, 1991: 61)
Menurut Ibnu Batutah juga, Pasai pada abad
ke-14 M, sudah merupakan pusat studi Islam di Asia Tenggara, dan banyak
berkumpul ulama-ulama dari negara-negara Islam. Ibnu Batutah menyatakan bahwa
Sultan Malikul Zahir adalah orang yang cinta kepada para ulama dan ilmu
pengetahuan. Bila hari jum’at tiba, Sultan sembahyang di Masjid menggunakan
pakaian ulama, setelah sembahyang mengadakan diskusi dengan para alim
pengetahuan agama, antara lain: Amir Abdullah dari Delhi, dan Tajudin dari
Ispahan. Bentuk pendidikan dengan cara diskusi disebut Majlis Ta’lim atau
halaqoh. Sistem halaqoh yaitu para murid mengambil posisi melingkari guru. Guru
duduk di tengah-tengah lingkaran murid dengan posisi seluruh wajah murid
menghadap guru.
2. Kerajaan Perlak
Kerajaan Islam kedua di Indonesia adalah
Perlak di Aceh. Rajanya yang pertama Sultan Alaudin (tahun 1161-1186 H/abad 12
M). Antara Pasai dan Perlak terjalin kerja sama yang baik sehingga seorang Raja
Pasai menikah dengan Putri Raja Perlak. Perlak merupakan daerah yang terletak
sangat strategis di Pantai Selat Malaka, dan bebas dari pengaruh
Hindu.(Hasbullah, 2001: 29)
Kerajaan Islam Perlak juga memiliki pusat
pendidikan Islam Dayah Cot Kala. Dayah disamakan dengan Perguruan Tinggi,
materi yang diajarkan yaitu bahasa Arab, tauhid, tasawuf, akhlak, ilmu bumi,
ilmu bahasa dan sastra Arab, sejarah dan tata negara, mantiq, ilmu falaq dan
filsafat. Daerahnya kira-kira dekat Aceh Timur sekarang. Pendirinya adalah
ulama Pangeran Teungku Chik M.Amin, pada akhir abad ke-3 H, abad 10 M. Inilah
pusat pendidikan pertama.
Rajanya yang ke enam bernama Sultan Mahdum Alaudin Muhammad Amin yang memerintah antara tahun 1243-1267 M, terkenal sebagai seorang Sultan yang arif bijaksana lagi alim. Beliau adalah seorang ulama yang mendirikan Perguruan Tinggi Islam yaitu suatu Majlis Taklim tinggi dihadiri khusus oleh para murid yang sudah alim. Lembaga tersebut juga mengajarkan dan membacakan kitab-kitab agama yang berbobot pengetahuan tinggi, misalnya kitab Al-Umm karangan Imam Syafi’i.(A.Mustofa, Abdullah, 1999: 54)
Rajanya yang ke enam bernama Sultan Mahdum Alaudin Muhammad Amin yang memerintah antara tahun 1243-1267 M, terkenal sebagai seorang Sultan yang arif bijaksana lagi alim. Beliau adalah seorang ulama yang mendirikan Perguruan Tinggi Islam yaitu suatu Majlis Taklim tinggi dihadiri khusus oleh para murid yang sudah alim. Lembaga tersebut juga mengajarkan dan membacakan kitab-kitab agama yang berbobot pengetahuan tinggi, misalnya kitab Al-Umm karangan Imam Syafi’i.(A.Mustofa, Abdullah, 1999: 54)
Dengan demikian pada kerajaan Perlak ini
proses pendidikan Islam telah berjalan cukup baik.
3. Kerajaan Aceh Darussalam
Proklamasi kerajaan Aceh Darussalam adalah
hasil peleburan kerajaan Islam Aceh di belahan Barat dan Kerajaan Islam Samudra
Pasai di belahan Timur. Putra Sultan Abidin Syamsu Syah diangkat menjadi Raja
dengan Sultan Alaudin Ali Mughayat Syah (1507-1522 M).
Bentuk teritorial yang terkecil dari susunan
pemerintahan Kerajaan Aceh adalah Gampong (Kampung), yang dikepalai oleh
seorang Keucik dan Waki (wakil). Gampong-gampong yang letaknya berdekatan dan
yang penduduknya melakukan ibadah bersama pada hari jum’at di sebuah masjid
merupakan suatu kekuasaan wilayah yang disebut mukim, yang memegang peranan
pimpinan mukim disebut Imeum mukim.(M. Ibrahim, et.al., 1991: 75)
Jenjang pendidikan yang ada di Kerajaan Aceh
Darussalam diawali pendidikan terendah Meunasah (Madrasah). Yang berarti tempat
belajar atau sekolah, terdapat di setiap gampong dan mempunyai multi fungsi
antara lain:
1. Sebagai tempat belajar
Al-Qur’an
2. Sebagai Sekolah Dasar,
dengan materi yang diajarkan yaitu menulis dan membaca huruf Arab, Ilmu agama,
bahasa Melayu, akhlak dan sejarah Islam.
Fungsi lainnya adalah sebagai berikut:
1. Sebagai tempat ibadah sholat
5 waktu untuk kampung itu.
2. Sebagai tempat sholat
tarawih dan tempat membaca Al-Qur’an di bulan puasa.
3. Tempat kenduri Maulud pada
bulan Mauludan.
4. Tempat menyerahkan zakat
fitrah pada hari menjelang Idhul Fitri atau bulan puasa
5. Tempat mengadakan
perdamaian bila terjadi sengketa antara anggota kampung.
6. Tempat bermusyawarah dalam
segala urusan
7. Letak meunasah harus
berbeda dengan letak rumah, supaya orang segera dapat mengetahui mana yang
rumah atau meunasah dan mengetahui arah kiblat sholat. (M. Ibrahim, 1991: 76)
Selanjutnya
sistem pendidikan di Dayah (Pesantren) seperti di Meunasah tetapi materi yang
diajarkan adalah kitab Nahu, yang diartikan kitab yang dalam Bahasa Arab,
meskipun arti Nahu sendiri adalah tata bahasa (Arab). Dayah biasanya dekat
masjid, meskipun ada juga di dekat Teungku yang memiliki dayah itu sendiri,
terutama dayah yang tingkat pelajarannya sudah tinggi. Oleh karena itu orang
yang ingin belajar nahu itu tidak dapat belajar sambilan, untuk itu mereka
harus memilih dayah yang agak jauh sedikit dari kampungnya dan tinggal di dayah
tersebut yang disebut Meudagang.
Di
dayah telah disediakan pondok-pondok kecil mamuat dua orang tiap rumah. Dalam
buku karangan Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, istilah
Rangkang merupakan madrasah seringkat Tsanawiyah, materi yang diajarkan yaitu
bahasa Arab, ilmu bumi, sejarah, berhitung, dan akhlak. Rangkang juga diselenggarakan
disetiap mukim. (Hasbullah, 2001: 32)
Bidang
pendidikan di kerajaan Aceh Darussalam benar-benar menjadi perhatian. Pada saat
itu terdapat lembaga-lembaga negara yang bertugas dalam bidang pendidikan dan
ilmu pengetahuan yaitu:
1. Balai Seutia Hukama,
merupakan lembaga ilmu pengetahuan, tempat berkumpulnya para ulama, ahli pikir
dan cendikiawan untuk membahas dan mengembangkan ilmu pengetahuan.
2. Balai Seutia Ulama,
merupakan jawatan pendidikan yang bertugas mengurus masalah-masalah pendidikan
dan pengajaran.
3. Balai Jama’ah Himpunan
Ulama, merupakan kelompok studi tempat para ulama dan sarjana berkumpul untuk
bertukar fikiran membahas persoalan pendidikan dan ilmu pendidikannya.
Aceh
pada saat itu merupakan sumber ilmu pengetahuan dengan sarjana-sarjananya yang
terkenal di dalam dan luar negeri. Sehingga banyak orang luar datang ke Aceh
untuk menuntut ilmu, bahkan ibukota Aceh Darussalam berkembang menjadi kota
Internasional dan menjadi pusat pengembangan ilmu pengetahuan.
Kerajaan
Aceh telah menjalin suatu hubungan persahabatan dengan kerajaan Islam terkemuka
di Timur Tengah yaitu kerajaan Turki. Pada masa itu banyak pula ulama dan
pujangga-pujangga dari berbagai negeri Islam yang datang ke Aceh. Para ulama
dan pujangga ini mengajarkan ilmu agama Islam (Theologi Islam) dan berbagai
ilmu pengetahuan serta menulis bermacam-macam kitab berisi ajaran agama.
Karenanya pengajaran agama Islam di Aceh menjadi penting dan Aceh menjadi
kerajaan Islam yang kuat di nusantara. Diantara para ulama dan pijangga yang
pernah datang ke kerajaan Aceh antara lain Muhammad Azhari yang mengajar ilmu
Metafisika, Syekh Abdul Khair Ibn Syekh Hajar ahli dalam bidang pogmatic dan
mistik, Muhammad Yamani ahli dalam bidang ilmu usul fiqh dan Syekh Muhammad
Jailani Ibn Hasan yang mengajar logika. (M.Ibrahim,et.al., 1991: 88)
Tokoh
pendidikan agama Islam lainnya yang berada di kerajaan Aceh adalah Hamzah
Fansuri. Ia merupakan seorang pujangga dan guru agama yang terkenal dengan
ajaran tasawuf yang beraliran wujudiyah. Diantara karya-karya Hamzah Fansuri
adalah Asrar Al-Aufin, Syarab Al-Asyikin, dan Zuiat Al-Nuwahidin. Sebagai
seorang pujangga ia menghasilkan karya-karya, Syair si burung pungguk, syair
perahu.
Ulama penting lainnnya adalah Syamsuddin As-Samathrani atau lebih dikenal dengan Syamsuddin Pasai. Ia adalah murid dari Hamzah Fansuri yang mengembangkan paham wujudiyah di Aceh.
Ulama penting lainnnya adalah Syamsuddin As-Samathrani atau lebih dikenal dengan Syamsuddin Pasai. Ia adalah murid dari Hamzah Fansuri yang mengembangkan paham wujudiyah di Aceh.
Kitab
yang ditulis, Mir’atul al-Qulub, Miratul Mukmin dan lainnya.
Ulama dan pujangga lain yang pernah datang ke kerajaan Aceh ialah Syekh Nuruddin Ar-Raniri. Ia menentang paham wujudiyah dan menulis banyak kitab mengenai agama Islam dalam bahasa Arab maupun Melayu klasik. Kitab yang terbesar dan tertinggi mutu dalam kesustraan Melayu klasik dan berisi tentang sejarah kerajaan Aceh adalah kitab Bustanul Salatin.
Ulama dan pujangga lain yang pernah datang ke kerajaan Aceh ialah Syekh Nuruddin Ar-Raniri. Ia menentang paham wujudiyah dan menulis banyak kitab mengenai agama Islam dalam bahasa Arab maupun Melayu klasik. Kitab yang terbesar dan tertinggi mutu dalam kesustraan Melayu klasik dan berisi tentang sejarah kerajaan Aceh adalah kitab Bustanul Salatin.
Pada
masa kejayaan kerajaan Aceh, masa Sultan Iskandar Muda (1607-1636) oleh
Sultannya banyak didirikan masjid sebagai tempat beribadah umat Islam, salah
satu masjid yang terkenal Masjid Baitul Rahman, yang juga dijadikan sebagai
Perguruan Tinggi dan mempunyai 17 daars (fakultas).
Dengan
melihat banyak para ulama dan pujangga yang datang ke Aceh, serta adanya
Perguruan Tinggi, maka dapat dipastikan bahwa kerajaan Aceh menjadi pusat
studi Islam. Karena faktor agama Islam merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat Aceh pada periode berikutnya. Menurut B.J. Boland, bahwa seorang Aceh adalah seorang Islam.(M.Ibrahim,et.al., 1991: 89)
studi Islam. Karena faktor agama Islam merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat Aceh pada periode berikutnya. Menurut B.J. Boland, bahwa seorang Aceh adalah seorang Islam.(M.Ibrahim,et.al., 1991: 89)
C. KESIMPULAN
Pendidikan merupakan suatu proses belajar
mengajar yang membiasakan kepada warga masyarakat sedini mungkin untuk
menggali, memahami dan mengamalkan semua nilai yang disepakati sebagai nilai
yang terpujikan dan dikehendaki, serta berguna bagi kehidupan dan perkembangan
ciri pribadi, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan Islam sendiri adalah
proses bimbingan terhadap peserta didik ke arah terbentuknya pribadi muslim
yang baik (insan kamil).
Keberhasilan dan kemajuan pendidikan di masa
kerajaan Islam di Aceh, tidak terlepas dari pengaruh Sultan yang berkuasa dan
peran para ulama serta pujangga, baik dari luar maupun setempat, seperti peran
Tokoh pendidikan Hazah Fansuri, Syamsudin As-Sumatrani, dan Syaeh Nuruddin
A-Raniri, yang menghasilkan karya-karya besar sehingga menjadikan Aceh sebagai
pusat pengkajian Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah,
Taufik. Ed. Agama dan Perubahan Sosial, Jakarta : CV. Rajawali, 1983
Arifin, HM., Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2003
Drajat, Zakiah, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara, 1996
Gunawan, Ary H, Sosiologi Pendidikan, Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2000
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2001, cet. 4
Ibrahim, M, et.al., Sejarah Daerah Propinsi Daerah Istimewa Aceh, Jakarta : CV. Tumaritis, 1991, cet 2
Mustofa.A, aly, Abdullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Untuk Fakultas Tarbiyah, Bandung : CV. Pustaka Setia, 1999
Purwanto, M. Ngalim, Ilmu Pendidikan Teoritis, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,1992
Redaksi Penerbit Asa Mandiri, Standar Nasional Pendidikan (NSP), Jakarta: Asa Mandiri, 2006
Sunanto, Musrifah, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2005
Tafsir, Ahmad, Sumbangan Islam Kepada Ilmu dan Kebudayaan, Bandung : Pustaka, 1986
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Dirasah Islamiyah II, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1993
Zauharini, et.al., Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2000, set 6
Arifin, HM., Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2003
Drajat, Zakiah, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara, 1996
Gunawan, Ary H, Sosiologi Pendidikan, Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2000
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2001, cet. 4
Ibrahim, M, et.al., Sejarah Daerah Propinsi Daerah Istimewa Aceh, Jakarta : CV. Tumaritis, 1991, cet 2
Mustofa.A, aly, Abdullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Untuk Fakultas Tarbiyah, Bandung : CV. Pustaka Setia, 1999
Purwanto, M. Ngalim, Ilmu Pendidikan Teoritis, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,1992
Redaksi Penerbit Asa Mandiri, Standar Nasional Pendidikan (NSP), Jakarta: Asa Mandiri, 2006
Sunanto, Musrifah, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2005
Tafsir, Ahmad, Sumbangan Islam Kepada Ilmu dan Kebudayaan, Bandung : Pustaka, 1986
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Dirasah Islamiyah II, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1993
Zauharini, et.al., Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2000, set 6
Tidak ada komentar:
Posting Komentar