A. Pendahuluan
Pendidikan dalam islam merupakan sebuah
rangkaian proses pemberdayaan manusia menuju kedewasaan, baik secara akal,
mental maupun moral, untuk menjalankan fungsi kemanusiaan yang diemban sebagai
seorang hamba di hadapan khaliq-nya dan juga sebagai khalifatu fil ardh
(pemelihara) pada alam semesta ini. Dengan demikian, fungsi utama pendidikan
adalah mempersiapkan generasi penerus (peserta didik) dengan kemampuan dan
keahliannya (skill) yang diperlukan agar memiliki kemampuan dan kesiapan untuk
terjun ke tengah lingkungan masyarakat.
Dalam lintasan sejarah peradaban islam, peran
pendidikan ini benar-benar bisa diaktualisasikan dan diaplikasikan tepatnya
pada zaman kejayaan islam, yang mana itu semua adalah sebuah proses dari sekian
lama kaum muslimin berkecimpung dalam naungan ilmu-ilmu ke-islaman yang bersumber
dari quran dan sunnah. Hal ini dapat kita saksikan, di mana pendidikan
benar-benar mampu membentuk peradaban sehingga peradaban islam menjadi
peradaban terdepan sekaligus peradaban yang mewarnai sepanjang jazirah arab,
afrika, asia barat hingga eropa timur. Untuk itu, adanya sebuah paradigma
pendidikan yang memberdayakan peserta didik merupakan sebuah keniscayaan.
Kemajuan peradaban dan kebudayaan islam pada
masa ke-emasan sepanjang abad pertengahan, di mana kebudayaan dan peradaban
islam berhasil memberikan iluminatif (pencerahan) jazirah arab, afrika, asia
barat dan eropa timur, hal ini merupakan bukti sejarah yang tidak terbantahkan
bahwa peradaban islam tidak dapat lepas dari peran serta adanya sistem
pendidikan yang berbasis kurikulum samawi.
Saat ini dirasakan ada keprihatinan yang
sangat mendalam tentang dikotomi ilmu agama dengan ilmu umum. Kita mengenal dan
meyakini adanya sistem pendidikan agama dalam hal ini pendidikan islam dan
sistem pendidikan umum. Kedua sistem tersebut lebih dikenal dengan pendidikan
tradisional untuk yang pertama dan pendidikan modern untuk yang kedua.
Seiring dengan itu berbagai istilah yang
kurang sedap pun hadir ke permukaan, misalnya, adanya fakultas agama dan
fakultas umum, sekolah agama dan sekolah umum. Bahkan dikotomi itu menghasilkan
kesan bahwa pendidikan agama berjalan tanpa dukungan iptek, dan sebaliknya
pendidikan umum hadir tanpa sentuhan agama.
Usaha untuk mencari paradigma baru pendidikan
islam tidak akan pernah berhenti sesuai dengan zaman yang terus berubah dan
berkembang. Meskipun demikian tidak berarti bahwa pemikiran untuk mencari
paradigma baru pendidikan itu bersifat reaktif dan defensive, yaitu menjawab
dan membela kebenaran setelah adanya tantangan. Upaya mencari paradigma baru,
selain harus mampu membuat konsep yang mengandung nilai-nilai dasar dan
strategis yang a-produktif dan antisipatif, mendahului perkembangan masalah
yang akan hadir di masa mendatang, juga harus mampu mempertahankan nilai-nilai
dasar yang benar-benar diyakini untuk terus dipelihara dan dikembangkan.[1]makalah
ini berjudul rekonstruksi pendidikan islam di indonesia “paradigma baru dan
rekonstruksi pendidikan islam di era modern”.
Terminology paradigma dapat diartikan sebagai
berikut cara pandang dan cara berpikir. Paradigma sebagai dasar sistem
pendidikan adalah cara berpikir atau sketsa pandang menyeluruh yang
mendasari rancang bangunan suatu sistem pendidikan. Tuntutan masyarakat
terhadap kualitas pendidikan memang sangat terkait dengan perubahan cara
berpikir dan cara pandang dalam hidup dan masyarakat, karena pendidikan itu
berpengaruh dengan masa kini dan masa yang akan datang.
Paradigma baru pendidikan islam yang dimaksud
di sini adalah pemikiran yang terus menerus harus dikembangkan melalui
pendidikan untuk merebut kembali pendidikan iptek, akan tetapi tidak melupakan
pendidikan agama, sebagaimana zaman keemasan dulu. Pencarian paradigma baru
dalam pendidikan islam di mulai dari konsep manusia menurut islam, pandangan
islam terhadap iptek, dan setelah itu baru dirumuskan konsep atau sistem
pendidikan islam secara utuh.
Prinsip-prinsip lain dalam paradigma baru
pendidikan islam yang ingin dikembangkan adalah: tidak ada dikotomi antara ilmu
dan agama; ilmu tidak bebas nilai tetapi bebas di nilai; mengajarkan agama
dengan bahasa ilmu pengetahuan dan tidak hanya mengajarkan sisi tradisional,
melainkan sisi rasional.[2]
Masalah pendidikan memang tidak akan pernah
selesai dibicarakan oleh siapapun. Hal ini setidak-tidaknya didasarkan pada
beberapa alasan: pertama, merupakan fitrah orang bahwa mereka menginginkan
pendidikan yang lebih baik, sekalipun mereka kadang-kadang belum tahu
sebenarnya mana pendidikan yang lebih baik itu. Karena sudah fitrahnya,
sehingga sudah menjadi takdirnya pendidikan itu tidak pernah selesai.
Gagasan tentang no limit to
study atau life long educationmerupakan implikasi praktis
dari fitrah tersebut. Kedua, teori pendidikan akan selalu ketinggalan zaman,
karena ia dibuat berdasarkan kebutuhan masyarakat yang selalu berubah pada
setiap tempat dan waktu. Karena adanya perubahan itu maka masyarakat tidak
pernah puas dengan teori pendidikan yang ada. Ketiga, perubahan pandangan hidup
juga ikut berpengaruh terhadap ketidakpuasan seseorang akan pendidikan.[3]
Pendidikan dalam pengertian yang lebih luas
dapat diartikan sebagai suatu proses pembelajaran kepada peserta didik
(manusia) dalam upaya mencerdaskan dan mendewasakan peserta didik tersebut.[4]dalam
hubungannya ini dapat dipastikan bahwa pendidikan itu tidak hanya menumbuhkan,
melainkan mengembangkan ke arah tujuan akhir. Juga tidak hanya suatu proses
yang sedang berlangsung, melainkan suatu proses yang berlangsung ke arah
sasarannya. Sedangkan “pendidikan islam adalah ilmu pendidikan yang
berdasarkan islam. Islam adalah nama agama yang dibawa oleh nabi muhammad saw.
Islam berisi seperangkat ajaran tentang
kehidupan manusia, ajaran itu dirumuskan berdasarkan dan bersumber pada
al-qur’an dan hadits.”[5]ilmu
pendidikan islam dapat diartikan sebagai studi tentang proses kependidikan yang
didasarkan pada nilai-nilai filosofis ajaran berdasarkan al-qur`an dan sunnah
nabi muhammad saw.[6] dengan
redaksi yang sangat singkat, ilmu pendidikan islam adalah ilmu pendidikan yang
berdasarkan islam.[7]
Kata “islam” yang berada di belakang
“pendidikan” selain menjadi sumber motivasi, inspirasi, sublimasi dan integrasi
bagi pengembangan bagi ilmu pendidikan, juga sekaligus menjadi karakter dari
ilmu pendidikan islam itu sendiri. Ilmu pendidikan islam yang berkarakter islam
itu adalah ilmu pendidikan yang sejalan dengan nilai-nilai luhur yang terdapat
di dalam al-qur`an dan sunnah.[8]
Pendidikan islam adalah sebuah sarana atau
pun furshoh untuk menyiapkan masyarakat muslim yang
benar-benar mengerti tentang islam. Di sini para pendidik muslim mempunyai satu
kewajiban dan tanggung jawab untuk menyampaikan ilmu yang dimilikinya kepada
anak didiknya, baik melalui pendidikan formal maupun non formal.pendidikan
islam berbeda dengan pendidikan yang lain. Pendidikan islam lebih
mengedepankan nilai-nilai keislaman dan tertuju pada terbentuknya manusia yang
ber-akhlakul karimah serta taat dan tunduk kepada allah semata. Sedangkan
pendidikan selain islam, tidak terlalu memprioritaskan pada unsur-unsur dan
nilai-nilai keislaman, yang menjadi prioritas hanyalah pemenuhan kebutuhan
inderawi semata.[9]
Pendidikan islam ke depan harus lebih memprioritaskan
kepada ilmu terapan yang sifatnya aplikatif, bukan saja dalam ilmu-ilmu agama
akan tetapi juga dalam bidang teknologi. Bila dianalisis lebih jeli selama ini,
khususnya sistem pendidikan islam seakan-akan terkotak-kotak antara urusan
duniawi dengan urusan ukhrowi, ada pemisahan antara keduanya. Sehingga dari
paradigma yang salah itu, menyebabkan umat islam belum mau ikut andil atau
berpartisipasi banyak dalam agenda-agenda yang tidak ada hubungannya dengan
agama, begitu juga sebaliknya.
Agama mengasumsikan atau melihat suatu
persoalan dari segi normatif (bagaimana seharusnya), sedangkan sains
meneropongnya dari segi objektifnya (bagaimana adanya). Sebagai permisalan
tentang sains, sering kali umat islam phobia dan merasa sains bukan urusan
agama begitu juga sebaliknya. Dalam hal ini ada pemisahan antara urusan agama
yang berorientasi akhirat dengan sains yang dianggap hanya berorientasi dunia
saja. Di sini sangat jelas pemisahan dikotomi ilmu tersebut.
Islam bukanlah agama sekuler yang memisahkan
urusan agama dan dunia. Dalam islam, agama mendasari aktivitas dunia, dan
aktivitas dunia dapat menopang pelaksanaan ajaran agama. Islam bukan hanya
sekedar mengatur hubungan manusia dengan tuhan sebagaimana yang terdapat pada
agama lain, melainkan juga mengatur hubungan manusia dengan manusia dan manusia
dengan dunia. Islam adalah agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan allah kepada
manusia melalui nabi muhammad saw sebagai rasul. Islam pada hakikatnya, membawa
ajaran-ajaran yang bukan hanya mengatur satu segi, tetapi mengenai berbagai
segi kehidupan manusia. Sumber dari ajaran-ajaran yang mengambil berbagai aspek
itu ialah al-qur`an dan al-sunnah.[10]
Apabila ingin merekonstruksi pendidikan islam
di era modern ini, persoalan pertama yang harus di tuntaskan adalah persoalan
“dikotomi”. Artinya harus berusaha mengintegrasikan kedua ilmu tersebut baik
secara filosofis, kurikulum, metodologi, pengelolaan, bahkan sampai pada
departementalnya. Perubahan orientasi pendidikan islam harus dilakukan yaitu
“bukan hanya bagaimana membuat manusia sibuk mengurusi dan memuliakan tuhan
dengan melupakan eksistensinya, tetapi bagaimana memuliakan tuhan dengan sibuk
memuliakan manusia dengan eksistensinya di dunia ini.[11] artinya,
bagaimana pendidikan islam harus mampu mengembangkan potensi manusia seoptimal
mungkin sehingga menghasilkan manusia yang memahami eksistensinya dan dapat
mengelola dan memanfaatkan dunia sesuai dengan kemampuannya.
Dengan dasar ini, maka materi pendidikan
islam harus di desain untuk dapat mengakomodasi persoalan-persoalan yang
menyangkut dengan kebutuhan manusia, yaitu mengembangkan pengetahuan dan
keterampilan, teknologi, seni serta budaya, sehingga mampu melahirkan manusia
yang berkualitas, handal dalam penguasaan ilmu pengetahuan, keterampilan,
unggul dalam moral yang di dasarkan pada nilai-nilai ilahiah sebagai produk
pendidikan islam.[12]dengan
kata lain pendidikan dalam hal ini pendidikan islam, akan menghasilkan ilmuan
yang tidak hanya unggul dalam ilmu sains akan tetapi juga ilmuan yang tahu
posisinya sebagai khalifah di muka bumi, yang bertakwa kepada allah swt, serta
menjalankan apa yang diperintah dan menjauhkan apa yang dilarang oleh-nya.
Dalam kehidupan sosial, institusi pendidikan
baik umum maupun islam, mendapat tugas suci untuk mengemban misi mulia agar membenahi
kualitas hidup manusia jadi lebih baik. Suatu misi (risalah) kemanusiaan yang
sangat bermanfaat dalam rangka membentuk sikap mental lulusan yang berperadaban
dan menjunjung tinggi nilai insani.
Pendidikan islam harus menjadi kekuatan
(power) yang ampuh untuk menghadapi wacana kehidupan yang lebih krusial.
Refleksi pemikiran dan rumusan persoalan pendidikan islam harus bernafaskan
kekinian (up to date). Jika dipandang secara historis, memang adanya suatu
kejadian yang telah lalu, dapat dijadikan sebuah pelajaran untuk menjadi lebih
baik lagi, tapi jangan sampai melupakan perhatian yang perlu diberikan di masa
kini dan masa mendatang.
Pendidikan islam harus menjadi terobosan baru
untuk membentuk pola hidup umat yang lebih maju dan terbebas dari kebodohan dan
kemiskinan. Sebab secara filosofi yang sudah tidak asing lagi untuk diketahui
bahwa antara kebodohan dan kemiskinan itu merupakan dua sifat manusia yang
mengkristal dan menjadi musuh bebuyutan pendidikan.
C. Kesimpulan
1. Dengan adanya persoalan baru di atas
harus dituntaskan adalah dikotomis, yaitu berusaha
mengintegrasi-interkoneksi kedua ilmu tersebut baik pada tingkat metode,
kurikulum, filosofinya baik pada departemennya.
2. Pendidikan harus mempunyai prinsip
kesetaraan antara sektor pendidikan dengan sektor lain.
3. Pendidikan islam harus berorientasi
kepada pembangunan dan pembaruan, pengembangan kreativitas, intelektualitas,
keterampilan, kecakapan penalaran yang dilandasi dengan keluhuran moral dan
kepribadian, sehingga pendidikan mampu mempertahankan relevansinya di tengah-tengah
laju pembangunan dan pembaruan paradigma saat ini, sehingga mampu melahirkan
manusia yang belajar terus, mandiri, disiplin, terbuka, inovatif, mampu
memecahkan masalah kehidupan, serta berdaya guna bagi kehidupan diri sendiri
maupun masyarakat.
4. Diharapkan pendidikan yang dikelola
lembaga-lembaga islam sudah harus diupayakan untuk mengalihkan paradigma yang
berorientasikan ke masa lalu (abad pertengahan) ke paradigma yang berorientasi
ke masa depan, yaitu mengalihkan dari paradigma pendidikan yang hanya mengawetkan
kemajuan, ke paradigma pendidikan yang merintis kemajuan. Demi tegaknya
peradaban islam yang lebih kokoh. Jangan hanya mengingat kejayaan islam masa
lalu, karena mengingat kejayaan islam masa lalu, sama saja seperti obat bius
dalam dunia medis yang menghilangkan rasa sakit untuk sesaat, akan tetapi tidak
menyembuhkan sakit itu sendiri.
Daftar Pustaka
Mastuhu, memberdayakan
sitem pendidikan islam, cet, ii ciputat: logos wacana ilmu, 1999
Abuddin
nata, rekonstruksi pendidikan islam, jakarta: rajawali press, 2009
Ahmad
tafsir, ilmu pendidikan dalam persfektif islam, cet. I. Bandung;
remaja rosdakarya, 1994
Lihat
h.m. arifin, ilmu pendidikan islam suatu tinjauan teoritis dan praktis
berdasarkan pendekatan interdisipliner, jakarta: bumi aksara, 1991, cet i
Abuddin
nata, ilmu pendidikan islam dengan pendekatan multidisipliner, jakarta:
rajawali pers, 2009
Opini rekonstruksi
pendidikan islam di era modern, yang telah diterbitkan oleh harian serambi
indonesia, yang penulisnya adalah pemakalah sendiri.
Hujair
ah. Sanaky, paradigma pendidikan islam, yogyakarta: safira
insania press, 2003
Catatan
kaki:
[1] mastuhu, memberdayakan
sitem pendidikan islam, cet, ii (ciputat: logos wacana ilmu, 1999),
hal. 3
[3] ahmad tafsir, ilmu
pendidikan dalam persfektif islam, cet. I. (bandung; remaja rosdakarya,
1994), hal. 121.
[6] lihat h.m. arifin,
ilmu pendidikan islam suatu tinjauan teoritis dan praktis berdasarkan
pendekatan interdisipliner, (jakarta: bumi aksara, 1991), cet i, dikutip dari
buku abuddin nata, ilmu pendidikan islam dengan pendekatan
multidisipliner, (jakarta: rajawali pers, 2009), hal. 13.
[7] ahmad tafsir, ilmu
pendidikan dalam perspektif islam, (bandung: remaja rosda karya,
1994), cet. Ii, hal. 12
[8] abuddin nata, ilmu
pendidikan islam dengan pendekatan multidisipliner, (jakarta: rajawali
pers, 2009), hal. 15
[9] diangkat dari opini rekonstruksi
pendidikan islam di era modern, yang telah diterbitkan oleh harian serambi
indonesia, yang penulisnya adalah pemakalah sendiri.
[11] hujair ah. Sanaky, paradigma
pendidikan islam, (yogyakarta: safira insania press, 2003), hal. 98.
Dikutip dari abdul munir mulkan, pendidikan kehilangan akar religi, dari:
http://aliansi.hypermart.net/1999/11/forum.htm.5/4/2002
Tidak ada komentar:
Posting Komentar