Hadits adalah segala perkataan (sabda), perilaku dan
ketetapan dan persetujuan dari Nabi Muhammad SAW yang dijadikan ketetapan
ataupun hukum dalam agama Islam.
Secara umum pengertian Hadits Rasulullah SAW adalah catatan tentang:
- Segala sesuatu yang dikatakan oleh Nabi Muhammad SAW.
- Segala sesutu yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW.
- Perkataan atau perilaku Sahabat yang disetujui atau didiamkan saja oleh Nabi Muhammad SAW.
- Perkataan atau perilaku Sahabat yang dilarang atau dikomentari negatif oleh Nabi Muhammad SAW.
Keterangan:
Ada juga catatan khusus mengenai perkataan atau perilaku
beberapa Sahabat (secara pribadi dan independen tanpa melibatkan unsur
Rasulullah SAW) yang juga dicatat didalam kitab-kitab hadits. Hal tersebut
boleh dimanfaatkan sebagai petunjuk atau bimbingan, namun tidak bisa
dikategorikan sebagai Hadits Rasulullah SAW.
Hadits dijadikan sumber hukum dalam agama
Islam selain Al-Qur’an, Ijma Sahabat dan Qiyas Ulama, dimana dalam hal ini,
kedudukan hadits merupakan sumber hukum kedua setelah Al-Qur’an.
Dari para Imam periwayat hadits HANYA Imam Bukhari dan
Imam Muslim yang secara khusus hanya meriwayatkan hadits-hadits berderajat
shohih saja. Sedangkan selain beliau berdua, para Imam periwayat hadits juga mencatat
hadits-hadits yang derajatnya dibawah kriteria shohih, namun biasanya para Imam
tersebut selalu menyebutkan derajat hadits yang ditulis dalam kitab sunannya
apakah derajatnya shohih, atau dhoif, bahkan hadits palsu, dsb.
Bahkan ada imam ahli hadits yang secara
khusus menulis kitab yang hanya mengumpulkan dan membahas hadits-hadits palsu
saja (dengan tujuan sebagai
‘peringatan’ bagi pembaca agar berhati-hati jangan sampai menggunakan
hadits-hadits palsu tersebut).
SELAIN Hadits Qudsi (yang sengaja tidak dibahas secara
khusus disini, – yaitu salah satu jenis hadits dimana perkataan Nabi Muhammad
SAW disandarkan langsung kepada Allah atau dengan kata lain Nabi Muhammad SAW
meriwayatkan perkataan Allah), maka ada bermacam-macam derajat hadits seperti
yang diuraikan secara singkat di bawah ini.
HADITS YANG DILIHAT DARI BANYAK SEDIKITNYA PERAWI
1.
Hadits Mutawatir
2.
Hadits Ahad, terdiri dari:
·
Hadits Shahih
·
Hadits Hasan
·
Hadits Dha’if
MENURUT MACAM PERIWAYATANNYA
1. Hadits yang bersambung sanadnya: (yaitu disebut hadits Marfu’ atau hadits Maushul)
2. Hadits yang terputus sanadnya:
·
Hadits Mu’allaq
·
Hadits Mursal
·
Hadits Mudallas
·
Hadits Munqathi
·
Hadits Mu’dhol
HADITS-HADITS DHA’IF DISEBABKAN
OLEH CACAT PERAWI
1. Hadits Maudhu’
2. Hadits Matruk
3. Hadits Munkar
4. Hadits Mu’allal
5. Hadits Mudhthorib
6. Hadits Maqlub
7. Hadits Munqalib
8. Hadits Mudraj
9. Hadits Syadz
BEBERAPA PENGERTIAN DALAM ILMU
HADITS
I. HADITS YANG DILIHAT DARI BANYAK SEDIKITNYA PERAWI
A. Hadits Mutawatir
Yaitu hadits Rasulullah SAW (catatan tentang sesuatu hal yang dikatakan atau
dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW sendiri, HANYA oleh dan dari Beliau SAW, dan
TIDAK SELAIN Beliau SAW ) yang diriwayatkan oleh sekelompok orang dari beberapa
sanad yang tidak mungkin bersepakat untuk berdusta. Berita itu mengenai hal-hal
yang dapat dicapai oleh panca indera. Dan berita itu diterima dari sejumlah orang
yang semacam itu juga. Berdasarkan itu, maka ada beberapa syarat yang harus
dipenuhi agar suatu hadits bisa dikatakan sebagai hadits Mutawatir:
Hadits mutawatir mempunyai
empat syarat yaitu:
1. Rawi-rawinya tsiqat dan mengerti terhadap apa yang
dikabarkan dan (menyampaikannya) dengan kalimat bernada pasti. [Sifat
kalimatnya Qath'iy (pasti) dan tidak Dzanni (berdasarkan dugaan) ].
2. Sandaran penyampaiannya kepada sesuatu yang konkret,
yaitu perawinya menyaksikan secara langsung dengan matanya sendiri bahwa hal
itu dikatakan/dilakukan oleh Rasulullah SAW, atau mendengar secara langsung
dengan telinganya sendiri bahwa hal itu dikatakan/dilakukan oleh Rasulullah
SAW, seperti misalnya:
“sami’tu” = aku mendengar
“sami’na” = kami mendengar
“roaitu” = aku melihat
“roainaa” = kami melihat
“sami’na” = kami mendengar
“roaitu” = aku melihat
“roainaa” = kami melihat
3. Bilangan (jumlah) perawinya banyak, sehingga menurut adat
kebiasaan mustahil mereka berdusta secara berjamaah dan bersama-sama. Dan
kesemuanya menyampaikan dengan nada kalimat yang bersifat Qath’iy (pasti) dan
tidak Dzanni (berdasarkan dugaan).
4. Bilangan Perawi yang banyak ini tetap demikian dari mulai
awal sanad, pertengahan sampai akhir sanad. Rawi yang meriwayatkannya minimal
10 orang. Perawi2 tersebut terdapat pada semua generasi yang sama. Adanya
keseimbangan jumlah antara rawi-rawi dalam lapisan pertama dengan jumlah
rawi-rawi pada lapisan berikutnya. Misalnya, kalau ada suatu hadits yang diberi
derajat mutawatir itu diriwayatkan oleh 5 orang sahabat maka harus pula
diriwayatkan oleh 5 orang Tabi’in demikian seterusnya, bila tidak maka tidak
bisa dinamakan hadits mutawatir.
Catatan:
Apabila satu saja dari syarat-syarat di atas tidak terpenuhi maka TIDAK BISA digolongkan sebagai hadts mutawatir.
Apabila satu saja dari syarat-syarat di atas tidak terpenuhi maka TIDAK BISA digolongkan sebagai hadts mutawatir.
B. Hadits Ahad
Yaitu hadits yang diriwayatkan oleh seorang atau lebih
tetapi tidak mencapai tingkat mutawatir. Sifatnya atau tingkatannya adalah
“Dhonniy”. Sebelumnya para ulama ahli hadits membagi hadits Ahad menjadi dua
macam, yakni hadits Shahih dan hadits Dha’if. Namun Imam At Turmudzy kemudian
membagi hadits Ahad ini menjadi tiga macam, yaitu:
C. Hadits Shahih
Menurut imam ahli hadits Ibnu Sholah,
hadits shahih ialah hadits yang bersambung sanadnya. Ia diriwayatkan oleh orang
yang adil lagi dhobit (kuat ingatannya) hingga akhirnya tidak syadz (tidak
bertentangan dengan hadits lain yang lebih shahih) dan tidak mu’allal (tidak
cacat). Jadi hadits Shahih itu harus memenuhi beberapa syarat sebagai berikut :
1.
Kandungan isinya tidak bertentangan
dengan Al-Qur’an.
2.
Harus bersambung sanadnya
3.
Diriwayatkan oleh orang / perawi yang
adil.
4.
Diriwayatkan oleh orang yang dhobit
(kuat ingatannya)
5.
Tidak syadz (tidak bertentangan dengan
hadits lain yang lebih shahih)
6.
Tidak cacat walaupun tersembunyi.
D. Hadits Hasan
Ialah hadits yang banyak sumbernya atau
jalannya dan dikalangan perawinya tidak ada yang disangka dusta dan tidak
syadz.
E.
Hadits Dha’if
Ialah hadits yang tidak bersambung (terputus)
sanadnya dan diriwayatkan oleh orang yang tidak adil dan tidak dhobit, syadz
dan cacat.
II.
HADITS MENURUT KUALITAS PERIWAYATANNYA
A. Hadits yang bersambung sanadnya
Hadits ini adalah hadits yang bersambung sanadnya hingga Nabi Muhammad SAW. Hadits ini disebuthadits Marfu’ atau Maushul.
B. Hadits yang terputus sanadnya
1. Hadits
Mu’allaq
Hadits ini disebut
juga hadits yang “tergantung”, yaitu hadits yang permulaan sanadnya dibuang
oleh seorang atau lebih hingga akhir sanadnya, yang berarti termasuk hadits
dha’if.
2.
Hadits
Mursal
Disebut juga hadits yang ”dikirim”, yaitu hadits yang
diriwayatkan oleh para Tabi’in dari Nabi Muhammad SAW tanpa menyebutkan Sahabat
yang menerima hadits itu.
3.
Hadits
Mudallas
Disebut juga hadits yang ‘disembunyikan’ cacatnya. Yaitu
hadits yang diriwayatkan oleh sanad yang memberikan kesan seolah-olah tidak ada
cacatnya, padahal sebenarnya ada, baik dalam sanad ataupun pada gurunya. Jadi
hadits Mudallas ini ialah hadits yang ditutup-tutupi kelemahan sanadnya.
4.
Hadits
Munqathi
Disebut juga hadits yang terputus yaitu hadits yang gugur
atau hilang seorang atau dua orang perawi selain Sahabat dan Tabi’in.
5. Hadits Mu’dhol
Disebut juga hadits yang terputus sanadnya yaitu hadits
yang diriwayatkan oleh para Tabi’in dan Tabi’ut-Tabi’in dari Nabi Muhammad SAW
atau dari Sahabat tanpa menyebutkan Tabi’in yang menjadi sanadnya.
Kesemuanya itu dinilai dari ciri hadits Shahih tersebut
di atas. Apabila BERTENTANGAN dengan ciri-ciri hadits Shahih maka bisa
dikategorikan termasuk hadits-hadits dha’if.
III. HADITS-HADITS DHA’IF
(Lemah) DISEBABKAN OLEH CACAT PERAWI
A. Hadits
Maudhu’
Yang berarti ‘yang dilarang’, yaitu hadits yang dalam
sanadnya terdapat perawi yang pernah ketahuan berdusta atau dituduh suka
berdusta. Jadi hadits itu adalah hasil karangannya sendiri bahkan tidak pantas
disebut hadits alias hadits palsu.
B.
Hadits Matruk
Yang berarti ‘hadits yang ditinggalkan /
diabaikan’, yaitu hadits yang hanya diriwayatkan hanya oleh seorang perawi saja
sedangkan perawi itu pernah ketahuan berdusta atau dituduh suka berdusta. Jadi
hadits itu adalah hasil karangannya sendiri bahkan tidak pantas disebut hadits
alias hadits palsu.
C.
Hadits Munkar
Yaitu hadits yang hanya diriwayatkan oleh
perawi yang lemah yang bertentangan dengan hadits lain yang diriwayatkan oleh
perawi yang dikenal terpercaya / jujur. Maka hadits semacam ini tidak boleh
digunakan, dan sebagai gantinya harus menggunakan hadits dengan topik yang sama
namun yang diriwayatkan oleh perawi lain yang dikenal terpercaya / jujur.
D.
Hadits Mu’allal
Artinya hadits yang dinilai sakit atau cacat,
yaitu hadits yang didalamnya terdapat cacat yang tersembunyi. Menurut Al-Imam
Ibnu Hajar Al-Atsqalani bahwa hadis Mu’allal ialah hadits yang nampaknya baik
tetapi setelah diselidiki ternyata ada cacatnya. Hadits ini biasa disebut juga
dengan hadits Ma’lul (yang dicacati) atau disebut juga hadits Mu’tal (hadits
sakit atau cacat).
E.
Hadits Mudhthorib
Artinya hadits yang kacau, yaitu hadits yang
diriwayatkan oleh seorang perawi dari beberapa sanad dengan matan (isi) yang
kacau atau tidak sama dan berkontradiksi dengan yang dikompromikan.
F.
Hadits Maqlub
Artinya hadits yang ‘terbalik’, yaitu hadits
yang diriwayatkan oleh perawi yang didalamnya tertukar dengan mendahulukan yang
belakang atau sebaliknya baik berupa sanad (silsilah) maupun matan (isi).
G.
Hadits Munqalib
Yaitu hadits yang terbalik sebagian lafalnya
hingga pengertiannya berubah.
H.
Hadits Mudraj
Yaitu hadits yang diriwayatkan oleh seorang
perawi yang didalamnya terdapat tambahan yang bukan hadits, baik keterangan
tambahan dari perawi sendiri atau lainnya, sehingga mengurangi kualitas
keaslian hadits tersebut, atau bahkan merubah pengertian dari hadits tersebut.
I.
Hadits Syadz
Hadits yang ‘jarang’, yaitu hadits yang
diriwayatkan oleh perawi yang tsiqah (terpercaya), namun isinya bertentangan dengan
hadits lain yang diriwayatkan dari perawi-perawi (periwayat / pembawa) yang
terpercaya pula. Demikian menurut mayoritas ulama Hijaz sehingga hadits syadz
jarang dihapal ulama hadits. Sedang yang banyak dihapal ulama hadits disebut
juga hadits Mahfudz.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar