Para sahabat seluruhnya bersifat adil, baik yang
terlibat dalam fitnah maupun tidak,dan hal ini menjadi kesepakatan para ahli
hadis. Makna keadilan mereka adalah jauhnya mereka dari kesengajaan berbuat
dusta dalam meriwayatkan hadis, dari melakukan penukaran (pemutar balikan)
hadis dan dari perbuatan-perbuatan lain yang menyebabkan tidak diterimanya
riwayat mereka.
Dengan demikian disimpulkan bahwa semua riwayat
sahabat dapat diterima tanpa meneliti lebih dalam tentang keadilan mereka, dan
sahabat yang terlibat fitnah maka persoalan ini dikembalikan pada ijtihad
mereka, dimana mereka tetap mendapat pahala atas dasar husnuzan, karena
mereka adalah orang-orang yang membawa shari<‘at dan sebaik-baik generasi.
M. Alawi Al Ma,
menjelaskan bahwa yang dimaksud sahabat itu orang-orang yang adil bukan
berarti mereka itu orang orang yang terpelihara dari kemaksiatan atau mustahil
melakukan maksiat. Akan tetapi, yang dimaksud di sini adalah adil dalam konteks
riwayat mereka dapat diterima tanpa persharatan- persharatan adil dan meyakini
mereka sebagai orang-orang yang bersih tanpa ada prasangka mereka melakukan
sesuatu yang tercela.
Hal ini sejalan dengan pengertian ‘adalah
yang dikemukakan oleh Komaruddin Amin, yakni sebuah karakter yang selalu
menuntun seseorang untuk selalu berperilaku taat dan selalu mencegah untuk
melakukan hal-hal yang tidak baik.
Penjelasan serupa juga disampaikan oleh al
Maudu, ungkapan “para sahabat Nabi SAW semuanya adil” bukan berarti bahwa
mereka semuanya tidak mungkin berbuat kesalahan dan setiap individu dari mereka
tidak tersentuh kelemahan atau kekurangan-kekurangan manusiawi sedikitpun.
Tetapi yang dimaksud adalah para sahabat
Nabi SAW tidak pernah melampaui kebenaran dan ketulusan dalam meriwayatkan dari
Rasul sebagaimana dikutip oleh Juynboll menyatakan bahwa telah dibuktikan dalam
sejarah bahwa para sahabat tidak pernah mereka-reka hadis Nabi SAW, dan jika
seorang atau beberapa sahabat telah mereka-reka hadis Nabi SAW, maka akan
timbul badai protes dari sahabat-sahabat lain, suatu protes yang tentu akan
disebutkan dalam sumber-sumber historis.
“Bayangkan, mana mungkin seorang sahabat
berdusta!” seru al Siba’, mereka sedemikian berkeinginan menggambarkan segala
sesuatu tentang Nabi SAW dengan benar. Keadilan sahabat merupakan sesuatu yang
imperative diakui berdasarkan firman-firman Allah yang berhubungan dengan para
sahabat dan hadis-hadis yang inklusif menunjukkan kesucian mereka dan
keberadaannya sebagai manusia manusia pilihan. Sekiranya tidak ada dalil-dalil
dari Allah dan Rasul
عن عبد الله بن مغفل قَال : قالَ رَسُولُ
اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- اللَّهَ اللَّهَ فِى أَصْحَابِى اللَّهَ اللَّهَ فِى
أَصْحَابِى لاَ تَتَّخِذُوهُمْ غَرَضًا بَعْدِى فَمَنْ أَحَبَّهُمْ فَبِحُبِّى أَحَبَّهُمْ
وَمَنْ أَبْغَضَهُمْ فَبِبُغْضِى أَبْغَضَهُمْ وَمَنْ آذَاهُمْ فَقَدْ آذَانِى وَمَنْ
آذَانِى فَقَدْ آذَى اللَّهَ وَمَنْ آذَى اللَّهَ فَيُوشِكُ أَنْ يَأْخُذَهُ (رواه
الترميذى)
Artinya:
Dari Abdillah bin Mughaffal berkata,
Rasulullah SAW bersabda: Bertaqwalah kalian kepada Allah dalam masalah
sahabat-sahabatku. Jangan kalian menjadikan mereka saran (kritik) sesudah aku
(wafat). Barangsiapa mencintai mereka, maka dengan kecintaanku aku mencintai
mereka. Dan barangsiapa menyakiti mereka, maka aku membenci mereka. Barangsiapa
menyakiti mereka, maka berarti telah menyakiti aku. Barangsiapa menyakitiku,
maka berarti telah menyakiti Allah. Dan barangsiapa menyakiti Allah, maka
kemungkinan besar Dia akan menyiksanya (H.R. al Tirmidzi)
Pandangan Ulama’ tentang Keadilan Sahabat
- Ahlu al Sunnah sepakat menetapkan bahwa seluruh sahabat bersifat adil. Al Baghdat mengatakan bahwa tidak perlu dipersoalkan lagi mengenai keadilan sahabat, karena keadilannya sudah ditetapkan oleh Allah dalam Al Qur’an. Bahwa keadilan sahabat telah di maklumi berlandaskan apa yang telah ditegaskan oleh Allah sendiri. Selain itu Allah juga memuji mereka. Oleh karena itu tidak perlu lagi menta’dilkan mereka sebab penta’dilan dari Allah lebih Shahih
2. Mendapatkan
dukungan dari Ibnu Salah, Ia menjelaskan bahwa sahabat memiliki keistimewaan
khusus yakni keadilan mereka tidak perlu dipertanyakan karena masalah ini telah
selesai karena kedudukan mereka secara mutlak telah dita’dil oleh teks-teks Al
Qur’an Abu hudhail dan lain-lain
3. Menurut pendapat sebagian kecil ulama’
yakni Muhammad Abduh, Rashid Rida ialah sebagai berikut:
- Sahabat yang memeluk Islam di Makkah sebelum hijrah. Seperti Khadi’ binti Umais.
- Sahabat-sahabat yang mengikuti bai’at Aqabah yang pertama.
- Sahabat-sahabat yang mengikuti bai’at Aqabah yang kedua. Diantara mereka adalah Sa’ad bin Uba’ dan lain-lain masih dalam usia anak-anak dan telah melihat Rasul
Tidak ada komentar:
Posting Komentar