Oleh: Yulian Purnama
Sungguh sayang sungguh malang , umat Islam di masa ini bak buih di
lautan, banyak jumlahnya namun tercerai-berai. Heran bukan kepalang melihat
fenomena ini, kita semua tahu bahwa Islam yang dibawa RasulullahShallallahu’alaihi
Wasallam hanya 1 macam,
sebagaimana firman Allah Ta’ala yang artinya: “Sesungguhnya kalian adalah umat
yang satu dan Aku adalah Rabb kalian, maka beribadahlah kepada-Ku” [Al-Anbiyaa : 92]. Namun
mengapa hari ini Islam menjadi bermacam-macam? Aneh bukan?
Ternyata Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam sedari dulu telah memperingatkan hal
ini: “Telah berpecah kaum
Yahudi menjadi tujuh puluh satu golongan ; dan telah berpecah kaum Nashara
menjadi tujuh puluh dua golongan; sedang umatku akan berpecah menjadi tujuh
puluh tiga golongan, semuanya akan masuk neraka kecuali satu. Maka kami-pun
bertanya, siapakah yang satu itu ya Rasulullah? ; Beliau menjawab: yaitu
orang-orang yang berada pada jalanku dan jalannya para sahabatku di hari ini” [HR. Tirmidzi].
Namun lihatlah,
Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam mengabarkan bahwa
ada 1 golongan yang selamat dari perpecahan yaitu orang-orang yang beragama
dengan menempuh jalan Islam sebagaimana jalan Islam yang ditempuh oleh
Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam dan para sahabatnya
pada masa itu. Dari sinilah muncul istilah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah.
Ahlus Sunnah Wal Jama’ah adalah istilah
yang dilekatkan dengan sifat-sifat golongan yang selamat yang disebutkan dalam
hadist di atas. Maka tak pelak lagi, istilah Ahlus Sunnah pun menjadi rebutan.
Bahkan orang-orang yang menempuh jalan yang salah pun mengaku Ahlus Sunnah.
Sehingga masyarakat awam yang sedikit menyentuh ilmu agama pun dibuat bingung
karenanya, dan rancu dibuatnya, tentang siapakah sebenarnya Ahlus Sunnah itu?
Makna Ahlus Sunnah Wal Jama’ah
Kata “Ahlussunnah”
terdiri dari dua suku kata yaitu ’ahlu’ yang berarti keluarga,
pemilik, pelaku atau seorang yang menguasai suatu permasalahan, dan kata
’sunnah’. Namun bukanlah yang dimaksud di sini sunnah dalam ilmu fiqih, yaitu
perbuatan yang mendapat pahala jika dilakukan, dan tidak berdosa jika
ditinggalkan. Akan tetapi sunnah adalah apa yang datang dari Nabi baik
berupa syariat, agama, petunjuk yang lahir maupun yang bathin, kemudian
dilakukan oleh sahabat, tabiin dan pengikutnya sampai hari Kiamat.
Dengan
demikian definisi Ahlus Sunnah adalah mereka yang mengikuti sunnah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dan sunnah para shahabatnya. Sehingga
Imam Ibnul Jauzi berkata,” Tidak diragukan bahwa orang yang mengikuti atsar
(sunnah) Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam dan para sahabatnya
adalah Ahlus Sunnah” (Lihat Talbisul
Iblis hal. 16)
Sedangkan kata ”Al Jama’ah”
artinya bersama atau berkumpul. Dinamakan demikian karena mereka bersama dan
berkumpul dalam kebenaran, mengamalkannya dan mereka tidak mengambil teladan
kecuali dari para sahabat, tabiin dan ulama–ulama yang mengamalkan sunnah sampai
hari kiamat. Karena merekalah orang-orang yang paling memahami agama yang
dibawa oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam. Namun yang perlu digaris-bawahi di sini adalah bahwa Al Jama’ah
adalah orang-orang yang berada di atas kebenaran, bukan pada jumlahnya.
Jumlah
yang banyak tidak menjadi patokan kebenaran, bahkan Allah Ta’ala berfirman yang artinya: ”Dan jika kamu menuruti kebanyakan
orang-orang yang dimuka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan
Allah” [Al An’am: 116].
Sehingga benarlah apa yang dikatakan Ibnu Mas’udradhiallahu’anhu:
“Al-Jama’ah adalah yang mengikuti kebenaran walaupun engkau sendirian” (Syarah
Usuhul I’tiqaad Al Laalika-i no.
160).
Ringkasnya, Ahlus Sunnah Wal Jama’ah adalah orang-orang yang mengikuti
sunnah Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam dan para
sahabatnya, dan dalam memahami dan mengikuti sunnah Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam tersebut mereka
meneladani praktek dan pemahaman para sahabat, tabi’in dan orang yang mengikuti
mereka. Dan makna ini sesuai dengan apa yang disebutkan oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam tentang satu
golongan yang selamat pada hadits di atas: ”yaitu
orang-orang yang berada pada jalanku dan jalannya para sahabatku dihari ini”.
Pemahaman Ahlus Sunnah Wal Jama’ah
Mungkin setelah dijelaskan makna Ahlus
Sunnah Wal Jama’ah, sebagian orang masih rancu tentang siapakah sebenarnya
mereka itu. Karena semua muslim, dari yang paling ’alim hingga yang paling
awamnya, dari yang benar hingga yang paling menyimpang akan mengaku bahwa ia berjalan
di atas jalannya Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam dan para
sahabatnya. Maka dalam kitab
Ushul Aqidah Ahlis Sunnah, Syaikh Sholeh Al Fauzan hafizhahullah menjelaskan bahwa Ahlus Sunnah
Wal Jama’ah dapat dikenal dengan dua indikator umum:
1. Ahlus
Sunnah berpegang teguh terhadap sunnah Nabi Shallallahu’alaihi
Wasallam, berbeda dengan golongan lain yang beragama dengan berdasar pada
akal, perasaan, hawa nafsu, taqlid buta atau ikut-ikutan saja.
2.
Ahlus
Sunnah mencintai Al Jama’ah, yaitu persatuan ummat di atas kebenaran serta
membenci perpecahan dan semangat kekelompokan (hizbiyyah). Berbeda
dengan golongan lain yang gemar berkelompok-kelompok, membawa bendera-bendera hizbiyyah dan bangga dengan label-label
kelompoknya.
Perlu diketahui juga bahwa istilah Ahlus
Sunnah Wal Jama’ah muncul untuk membedakan ajaran Islam yang masih murni dan
lurus dari Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam dengan ajaran Islam
yang sudah tercampur dengan pemikiran-pemikiran menyimpang seperti pemikiran
Jahmiyah, Qodariyah, Syi’ah dan Khawarij. Sehingga orang-orang yang masih
berpegang teguh pada ajaran Islam yang masih murni tersebut dinamakan Ahlus
Sunnah Wal Jama’ah. Imam Malik rahimahullah pernah ditanya : “Siapakah
Ahlus Sunnah itu? Ia menjawab: Ahlus Sunnah itu mereka yang tidak mempunyai
laqb (julukan) yang sudah terkenal. Yakni bukan Jahmiyah, bukan Qadariyah, dan
bukan pula Syi’ah”. (Lihat Al-Intiqa
fi Fadlailits Tsalatsatil Aimmatil Fuqaha. hal.35 oleh Ibnu Abdil Barr).
Walaupun pada kenyataannya orang-orang
yang berpemikiran menyimpang tersebut, seperti Jahmiyah, Qodariyah, Syi’ah dan
Khawarij juga sebagian mengaku sebagai Ahlus Sunnah. Sehingga hal ini memicu
para Imam Ahlus Sunnah untuk menjelaskan poin-poin pemahaman Ahlus Sunnah, agar
umat dapat menyaring pemahaman-pemahaman yang tidak sesuai dengan Al Qur’an dan
Sunnah. Salah satunya dari Imam Ahlus Sunnah yang merinci poin-poin tersebut
adalah Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah dalam kitabnya Ushul As Sunnah. Secara
ringkas, poin-poin yang dijelaskan Imam Ahmad tentang pemahaman Ahlus Sunnah
Wal Jama’ah diantaranya adalah:
- Beriman kepada takdir
Allah,
- Beriman bahwa Al
Qur’an adalah Kalamullah (perkataan Allah), bukan
makhluk dan bukan perkataan makhluk,
- Beriman tentang adanya
mizan (timbangan) di hari Kiamat, yang akan menimbang amal manusia,
- Beriman bahwa Allah ‘
Azza Wa
Jalla akan berbicara
dengan hamba-Nya di hari Kiamat,
- Beriman tentang adanya
adzab kubur dan adanya pertanyaan malaikat di dalam kubur,
- Beriman tentang adanya syafa’at Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bagi ummat beliau
- Beriman bahwa Dajjal
akan muncul,
- Beriman bahwa iman
seseorang itu tidak hanya keyakinan namun juga mencakup perkataan dan
perbuatan, dan iman bisa naik dan turun,
- Beriman bahwa orang
yang meninggalkan shalat dapat terjerumus dalam kekufuran,
- Patuh dan taat pada
penguasa yang muslim, baik shalih mau fajir (banyak bermaksiat). Selama ia
masih menjalankan shalat dan kepatuhan hanya pada hal yang tidak melanggar
syariat saja,
- Tidak memberontak
kepada penguasa muslim,
- Beriman bahwa tidak boleh
menetapkan seorang muslim pasti masuk surga atau pasti masuk neraka,
- Beriman bahwa seorang
muslim yang mati dalam keadaan melakukan dosa tetap disholatkan, baik
dosanya kecil atau besar.
Jangan salah membatasi
Imam Al Barbahari berkata: ”Ketahuilah bahwa
ajaran Islam itu adalah sunnah dan sunnah itu adalah Islam” (Lihat Syarhus Sunnah, no 2). Maka
pada hakikatnya pemahaman Ahlus Sunnah Wal Jama’ah adalah Islam itu sendiri dan
ajaran Islam yang hakiki adalah pemahaman Ahlus Sunnah Wal Jama’ah. Maka Ahlus
Sunnah adalah setiap
orang Islam dimana saja
berada yang mengikuti sunnah Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallamdengan pemahaman para sahabatnya. Jika demikian, sungguh keliru
sebagian orang yang membatasi Ahlus Sunnah dengan batas-batas yang serampangan.
Telah keliru orang yang membatasi Ahlus
Sunnah dengan suatu kelompok atau organisasi tertentu, seperti perkataan:
’Ahlus Sunnah adalah NU’ atau ’Ahlus Sunnah adalah Muhammadiyah’. Telah salah
orang yang membatasi Ahlus Sunnah dengan majlis ta’lim atau ustadz tertentu
dengan berkata: ’Ahlus Sunnah adalah yang mengaji di masjid A’ atau ’Ahlus
Sunnah adalah yang mengaji dengan ustadz B’. Keliru pula orang yang membatasi
dengan penampilan tertentu, misalnya dengan berkata ’Ahlus Sunnah adalah yang
memakai gamis, celana ngatung dan berjenggot lebat. Yang tidak demikian bukan
Ahlus Sunnah’.
Tidak benar pula membatasi Ahlus Sunnah dengan fiqih misalnya
dengan berkata ’Yang shalat shubuh pakai Qunut bukan Ahlus Sunnah’ atau ’Orang
yang shalatnya memakai sutrah (pembatas) dia Ahlus Sunnah, yang tidak pakai
bukan Ahlus Sunnah’. Dan banyak lagi kesalah-pahaman tentang Ahlus Sunnah di
tengah masyarakat sehingga istilah Ahlus Sunnah mereka tempelkan pada
kelompok-kelompok mereka untuk mengunggulkan kelompoknya dan berfanatik buta
terhadap kelompoknya.
Adapun Ahlus Sunnah yang sejati tidak sibuk
dengan label dan pengakuan, serta benci dengan semangat kekelompokkan.
Sebagaimana perkataan Ibnu Qoyyim Al Jauziyah tentang Ahlus Sunnah: ”Sesuatu
yang tidak mempunyai nama kecuali Ahlus Sunnah” (Lihat Madarijus Salikin III/174). Bahkan seorang Ahlus
Sunnah menyibukkan diri dengan menerapkan sunnah dalam setiap aspek
kehidupannya.
Dan tidak ada gunanya seseorang mengaku-ngaku Ahlus Sunnah,
sementara ia sibuk dengan melakukan bid’ah dan hal-hal yang bertentangan dengan
sunnah. Allah Ta’ala berfirman yang artinya ”Sesungguhnya Rabb-mu lebih
mengetahui siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia juga lebih mengetahui
siapa yang mendapat petunjuk” [An
Najm: 30].
Semoga Allah Ta’ala senantiasa menunjukkan kita kepada
jalan yang lurus, yaitu jalan yang ditempuh oleh orang-orang yang diberikan
ni’mat, bukan jalannya orang-orang yang dimurkai dan orang-orang tersesat.
[Yulian Purnama]
Dengan demikian definisi Ahlus Sunnah adalah mereka yang mengikuti sunnah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dan sunnah para shahabatnya. Sehingga Imam Ibnul Jauzi berkata,” Tidak diragukan bahwa orang yang mengikuti atsar (sunnah) Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dan para sahabatnya adalah Ahlus Sunnah” (Lihat Talbisul Iblis hal. 16)
Jumlah yang banyak tidak menjadi patokan kebenaran, bahkan Allah Ta’ala berfirman yang artinya: ”Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang dimuka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah” [Al An’am: 116]. Sehingga benarlah apa yang dikatakan Ibnu Mas’udradhiallahu’anhu: “Al-Jama’ah adalah yang mengikuti kebenaran walaupun engkau sendirian” (Syarah Usuhul I’tiqaad Al Laalika-i no. 160).
Tidak benar pula membatasi Ahlus Sunnah dengan fiqih misalnya dengan berkata ’Yang shalat shubuh pakai Qunut bukan Ahlus Sunnah’ atau ’Orang yang shalatnya memakai sutrah (pembatas) dia Ahlus Sunnah, yang tidak pakai bukan Ahlus Sunnah’. Dan banyak lagi kesalah-pahaman tentang Ahlus Sunnah di tengah masyarakat sehingga istilah Ahlus Sunnah mereka tempelkan pada kelompok-kelompok mereka untuk mengunggulkan kelompoknya dan berfanatik buta terhadap kelompoknya.
Dan tidak ada gunanya seseorang mengaku-ngaku Ahlus Sunnah, sementara ia sibuk dengan melakukan bid’ah dan hal-hal yang bertentangan dengan sunnah. Allah Ta’ala berfirman yang artinya ”Sesungguhnya Rabb-mu lebih mengetahui siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia juga lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk” [An Najm: 30].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar